ABC

Penggemar K-Pop di Indonesia Mungkin Bisa Jadi Kekuatan Baru Untuk Perubahan?

Inilah fenomena para penggemar K-pop di berbagai belahan dunia: menyuarakan dukungan kuat bagi gerakan Black Lives Matter (BLM), mempermalukan Donald Trump, hingga melontarkan kritik terhadap Pemerintah Thailand.

  • Penggemar K-pop seluruh dunia telah aktif berkampanye dalam berbagai isu mulai dari perubahan iklim hingga kesetaraan rasial
  • Platform media sosial seperti Twitter menjadi wahana yang menyatukan para penggemar budaya pop Korea
  • Mereka juga dengan cepat menggalang dana bagi tujuan amal, seperti yang dilakukan penggemar K-pop di Indonesia

Mereka beranggotakan jutaan anak muda yang dipersatukan karena kecintaan pada bintang-bintang K-Pop dan semakin giat dalam aktivisme politik dan sosial di seluruh dunia.

Di Indonesia sejumlah penggemar K-pop telah bergerak cepat menggalang dana bagi para korban bencana dalam beberapa pekan terakhir.

NAT Nurul Sarifah, Organise of Kpop4Planet
Nurul Sarifah menjelaskan penggemar K-pop di Indonesia sudah terbiasa menggalang dana untuk berbagai tujuan.

Supplied

Nurul Sarifah, seorang penyelenggara kampanye Kpop4Planet yang berfokus pada perubahan iklim, mengatakan ada 16 grup penggemar K-Pop di Indonesia yang melakukan penggalangan dana untuk para korban gempa di Sulawesi Barat dan banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi awal tahun ini.

Ia menjelaskan anggota grup fans K-Pop telah mengumpulkan sekitar Rp1 miliar hanya dalam 10 hari.

“Mereka sering menggalang dana untuk hadiah ulang tahun atau perayaan lagi bagi idola mereka dan lainnya,” ujar Nurul.

‘Peduli pada semua hal’

Salah satu klub penggemar K-Pop, Elf Indonesia, yang terbentuk sejak tahun 2012, sudah aktif menggalang dana untuk bencana alam.

Kelompok yang menghimpun penggemar grup K-Pop Super Junior tersebut telah mengumpulkan Rp59 juta dari para anggotanya pada awal bulan ini untuk serangkaian bencana yang sudah terjadi di Indonesia.

Anggota Elf Indonesia, Arendeelle menjelaskan mereka berhasil mengumpulkan sekitar Rp12 juta hanya dalam 24 jam.

Dia mengatakan penggemar K-Pop cenderung bertindak cepat dan “peduli pada semua hal”.

Pengamat budaya pop Dr Sarah Keith menjelaskan platform media sosial seperti Twitter dan Tik Tok telah mendorong persilangan antara K-Pop dan politik.

“Banyak dari mereka aktif di platform seperti Twitter, di mana isu-isu seperti #MeToo, #BLM dibahas secara luas,” kata Dr Sarah kepada ABC.

“Di negara-negara Barat, mereka cenderung merupakan bagian dari komunitas minoritas, misalnya Afrika Amerika, atau Asia Australia,” ujar dosen media dan musik di Universitas Macquarie ini.

Mau diajak berkampanye soal COVID-19

Seorang anggota ARMY di Kalimantan Selatan, Nony Safitri, merasakan manfaat dari gerakan penggalangan dana yang dilakukan penggemar K-Pop saat terjadi banjir di daerahnya.

People use a makeshift raft to cross through a flooded village in Banjar, South Kalimantan on Borneo Island.
Banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan pada pertengahan Januari 2021.

AP: Putra

Banjir besar yang melanda provinsi penghasil tambang dan perkebunan kelapa sawit itu menyebabkan Novy terjebak dalam rumahnya yang aliran listriknya sudah tidak menyala.

Ia memutuskan untuk meminta bantuan melalui media sosial.

NAT Army fan and flood victim Nony Safitri
Nony Safitri merupakan penggemar BTS di Kalimantan Selatan yang dilanda banjir dan mendapatkan bantaun dari sesamanya penggemar K-Pop.

Supplied

Basis penggemar ARMY setempat langsung turun tangan mengatur “kebutuhan makanan dan lilin” untuk dikirim ke rumah Novy.

“Media sosial jelas memainkan peran besar,” katanya.

“Saya sangat bersyukur telah menerima bantuan, karena selain mencintai idola kami, kami juga mencintai sesama anggota ARMY yang sudah seperti keluarga. Di manapun kami berada,” ujarnya.

Menurut Nurul Sarifah dari Kpop4Planet, karena “pengaruh kuat” dari basis penggemar K-Pop, mungkin saja bila pemerintah Indonesia dapat memobilisasi mereka untuk mengkomunikasikan informasi tentang virus corona.

Saat ini jumlah kasus positif COVID-19 yang tercatat di Indonesia sudah mencapai 1,2 juta lebih, yang terbesar di Asia Tenggara.

Pemerintah Indonesia terus menghadapi kritik atas cara mengatasi pandemi COVID-19.

“Kami sangat bersedia menjadi garda terdepan untuk membantu pemerintah karena gerakan kolektif kami sangat kuat,” ujarnya.

Membajak tagar politik di Twitter

Saat kampanye Pilpres Amerika Serikat pada tahun 2020, penggemar K-Pop dimobilisasi memesan tiket acara kampanye Donald Trump tanpa niat untuk hadir.

Dampaknya, kampanye tersebut memperlihatkan banyaknya kursi kosong.

Mereka juga memiliki kebiasaan membanjiri tanda pagar (tagar) kelompok sayap kanan dengan konten-konten yang sama sekali tidak relevan.

Baru-baru ini, penggemar K-Pop membajak tagar #ImpeachBidenNow di Twitter, membanjirinya dengan foto-foto idola K-Pop mereka dan akhirnya menenggelamkan postingan yang mengkritik Presiden AS Joe Biden.

“Tidak, kami tidak akan memakzulkan (Biden). Tapi, wow saya suka BTS,” demikian ditulis oleh salah seorang penggemar K-Pop.

Di Thailand, banyak penggemar K-Pop bergabung dengan demo pro-demokrasi sepanjang tahun lalu, menggunakan referensi budaya pop untuk mengkritik Pemerintah yang berpihak pada militer di negara itu.

Arendeelle dari Elf Indonesia mengatakan basis fokus penggemar K-Pop telah berubah seiring berjalannya waktu.

“Orang cenderung menganggap hobi kita hanya fokus pada artis idola saja. Tapi dari yang saya lihat, K-poppers tidak seperti itu,” ujarnya.

‘Bukan fenomena semalam’

K-Pop mulai meraih popularitasnya di banyak negara Asia pada awal tahun 2000-an.

Saat ini penggemar K-Pop sudah semakin luas, mulai dari Bangkok hingga Texas, dari Seoul hingga Sydney.

Musik, drama televisi, dan aspek lain dari budaya populer Korea disebut sebagai ‘Gelombang Korea’ atau dalam bahasa setempat disebut Hallyu.

Upaya mempromosikan Hallyu ini telah dilakukan oleh masyarakat dan Pemerintah Korea Selatan sejak lama.

“Hallyu bukan fenomena semalam. Ini telah dimulai sejak tahun 1990-an melalui format yang meliputi drama, musik, film dan makanan,” jelas Konsul Jenderal Republik Korea di Sydney, Sangwoo Hong, kepada ABC tahun lalu.

Kementerian Luar Negeri Korea melaporkan bahwa pada September 2020, terdapat 1.835 klub penggemar Hallyu di 98 negara, yang terdiri atas 104 juta anggota.

Red Velvet pose in front a billboard
Red Velvet adalah salah satu grup K-Pop dengan penggemar terbanyak yang tersebar di berbaga negara.

Reuters: Bobby Yip

“Pemerintah Korea akan terus berupaya memperluas minat pada konten seperti K-Pop dan drama yang ada saat ini menjadi apresiasi terhadap budaya, seni, dan sastra tradisional kami juga,” ujar Konjen Hong.

Profesor Dal Yong Jin, pakar media di Universitas Simon Fraser di Vancouver, mengatakan setiap negara memiliki “fandom unik” sendiri untuk produk budaya Korea.

Misalnya, ada basis penggemar yang lebih besar untuk K-Pop dibandingkan K-Drama di Thailand karena salah satu anggota Blackpink – grup band perempuan yang populer – berasal dari Thailand.

Four women of Asian appearance stand on a stage against a black background.
Blackpink saat tampil di ajang Coachella Valley Music And Arts Festival tahun 2019 di California.

Getty/AFP

BTS, ARMY dan keadilan sosial

Klub penggemar K-Pop, yang sering mengumpulkan uang untuk membelikan hadiah bagi grup atau idola favorit mereka, juga menyediakan diri untuk menggalang dana bagi tujuan amal.

“Proses penggalangan dana untuk bencana alam ternyata jauh lebih cepat daripada donasi hadiah ulang tahun idola kami,” jelas Arendeelle dari Elf Indonesia.

Dr Sarah Keith menyebutkan penggemar K-Pop telah membangun tradisi penggalangan dana amal yang kuat.

South Korean supergroup BTS appear in front of a yellow background
Penggemar group K-Pop BTS menyebut diri mereka sebagai ARMY.

Reuters: Brendan McDermid/ABC: Luke Tribe

Menurut Dr Sarah, grup K-Pop ternama BTS telah mendorong semangat filantropi kegiatan amal ke arah gerakan “keadilan sosial dan bahkan politik”.

“Salah satu isu pertama terkait dengan keadilan sosial yang terkenal adalah sumbangan BTS kepada keluarga korban bencana feri Sewol, yang terbilang berani mengingat implikasi politik dari hal itu,” jelas Dr Sarah.

“Sejak itu, BTS telah memfokuskan perhatian mereka pada tujuan sosial, seperti menyumbangkan A$1 juta (sekitar Rp10 miliar) untuk gerakan Black Lives Matter (yang jumlahnya diimbangi oleh sumbangan penggemar), serta bekerjasama dengan UNICEF menangani kesehatan mental, perundungan, dan kekerasan,” katanya.

Profesor Dal Yon Jin menjelaskan klub penggemar BTS yang dikenal sebagai ARMY “sangat termobilisasi dan aktif berpartisipasi dalam beberapa isu besar, termasuk #BLM dan politik Amerika, terutama karena mereka menghargai keadilan sosial dan perjuangan kaum muda global.”

BTS tampil di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2018, mendesak generasi muda untuk turut dalam perjuangan global melawan diskriminasi dan kemiskinan.

“BTS telah membuka pintu bagi grup K-Pop lainnya,” ujar Prof Jin.

Simak artikelnya dalam Bahasa Inggris di sini.