ABC

Pengelolaan Sampah, Solusi dari Timbunan Sampah di Negara Berkembang

India adalah rumah bagi beberapa kota paling kotor di dunia. Seorang pakar lingkungan mengatakan, keberhasilan negara ini untuk membersihkan jalanan di sana akan bergantung pada kemampuannya merevolusi cara mendaur ulang sampah.

Pada bulan Oktober, Perdana Menteri India, Narendra Modi, meluncurkan kampanye ‘India bersih’, sebuah program lima tahun untuk memodernisasi sistem sanitasi negara ini dengan membangun toilet, menyapu jalan-jalan kotor dan membasmi gundukan sampah.

Direktur Pusat Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan di New Delhi, Sunita Narain, mengatakan, kota-kota di India tenggelam dalam sampah karena negara ini tidak memiliki sistem pengelolaan sampah.

Orang-orang di India yang memilah sampah untuk mencari barang yang masih bisa dijual disebut sebagai pemulung. (Foto: AFP, Noah Seelam)

"Kami menghasilkan lebih banyak sampah karena kami semakin menjadi masyarakat yang lebih makmur. Kami semakin menggunakan lebih banyak produk yang memiliki lebih banyak plastic, [dan] yang menghasilkan lebih banyak sampah sebagai imbasnya," jelasnya.

Sunita mengatakan, saatnya bagi pemerintah untuk terlibat dalam apa yang, saat ini, disebut sebagai sektor informal yang dijalankan oleh "kaum pemulung" dan pemilik toko sampah, yang menjelajahi tumpukan sampah bau guna mencari barang yang bisa dijual.

Pemulung takutkan kobaran api di tempat pembuangan sampah

Ravi adalah salah seorang dari sekitar 300.000 pemulung yang menghabiskan hari-hari mereka memilah-milah tumpukan sampah bau di ibukota, New Delhi.

"Kami menemukan pakaian tua di sini. Ada juga plastik, kaleng, barang-barang berbahan besi,” ujarnya.

Ia memilah barang yang kotor dan terbuang di Tempat Pembuangan Sampah Gaziapur di Delhi utara, tempat di mana tumpukan sampah hampir setinggi blok apartemen yang menjulang tinggi di dekatnya.

"Sampah dari seluruh kota datang ke sini. Gas terbentuk di sini dan ada kebakaran di malam hari. Kami keluar dari sini sebelum gelap karena ada begitu banyak panas dan gas," tutur Ravi.

Tiga dari empat tempat pembuangan sampah di New Delhi mencapai kapasitas maksimalnya lima tahun lalu, tapi sampah terus menumpuk. Sebuah studi yang dilakukan Universitas JNU menemukan kandungan nikel, seng, arsenik dan timah yang tinggi di tanah-tanah New Delhi.

Sunita mengatakan, sistem sanitasi saat ini dijalankan oleh pemulung seperti Ravi, tak bisa dipertahankan dalam jangka panjang.

"Kita harus mencari cara untuk memberi penghargaan atas pekerjaan yang mereka lakukan, sehingga kita bisa mendaur ulang sampah dan membuatnya sebagai sumber daya," utaranya.

Ia menambahkan, "India tak mampu lagi menanggung sampah, India hanya mampu mengadopsi pengelolaan sampah di mana segala sesuatu yang berupa sampah dikembalikan menjadi sumber daya."