Pengamat Ini Nilai Burka Sebagai Simbol Politik
Kemunculan Pauline Hanson, senator Australia yang datang ke sidang menggunakan burka beberapa waktu lalu telah menuai kritik. Namun, seorang ilmuwan dan seorang penasihat hak asasi manusia, menganggap justru burka tersebut yang seharusnya dianggap menyinggung.
Associate Professor Elham Manea, pengamat berkewarganegaraan Swiss dan Yaman, sekaligus penulis ‘Women and Sharia Law’ menjelaskan, pendapat bahwa penggunaan burka merupakan bentuk ibadah adalah pendapat naif, bahkan rasis.
“Burka itu justru tidak Islami,” kata Dr Manea kepada program Radio National ABC Australia.
“Ini adalah tradisi yang berasal dari jantung Arab Saudi, sebuah wilayah bernama Najad.”
Dr Manea mengatakan pakaian tertutup tersebut tidak dikenakan perempuan di luar Najad, sampai rezim Wahabi Arab Saudi berkuasa di akhir 1970an.
“Gerakan mengislamkan kembali Arab Saudi berdasarkan prinsip-prinsip Wahabi Salafi menyebabkan burka menjadi banyak dipakai,” katanya.
“Dengan uang dari Teluk, ideologi ini telah dipromosikan dan membuat burka dianggap sebagai tradisi Islam.”
Mengkritik burka
Alquran menganjurkan agar pria dan wanita “menutupi tubuh dan bersikap sopan”. Tapi anjuran ini bisa diartikan berbagai macam.
Di Australia, sedikit Muslimah yang mengenakan burka. Kebanyakan memakai jilbab atau penutup kepala lainnya.
Dr Manea, anggota institut sains politik di University of Zurich yang juga mantan penasihat Pemerintah Swiss, percaya bahwa pembicaraan soal kebenaran dan nilai agama dari pemakaian burka sangatlah penting.
“Jika mengatakan berbicara soal burka maka akan menyakiti perasaan orang-orang Muslim, ini bukan hanya tidak akurat tapi juga hampir bersifat rasis,” katanya.
Meskipun ia berhati-hati untuk tidak dianggap sama dengan pendapat Senator Hanson, Dr Manea setuju dengan pandangan Hanson: burka bukanlah persyaratan religius.
“[Burka] adalah tanda pemisahan, penolakan terhadap nilai-nilai di sekitar kita, seperti nilai menerima, toleransi dan lainnya,” katanya.
“[Ini mencerminkan] budaya yang memperlakukan wanita sebagai objek seksual yang harus ditutupi.”
“[Budaya ini] tidak hanya menolak hak dasarnya sebagai manusia, tapi mengatakan pada dirinya sendiri jika ingin masuk surga, maka harus menjadi budak untuk suami sendiri.”
Dr Manea kemudian mengkritik cercaan yang diberikan kepada Senator Hanson, khususnya dengan kecaman yang diberikan oleh Jaksa Agung George Brandis.
Senator Brandis dengan tegas menolak permintaan Hanson agar burka dilarang di parlemen.
Senator Brandis memberikan pernyataan setelah Senator Hanson melepas burkanya.
“Untuk menghina [komunitas Muslim], memojokkan, mengolok-olok pakaian keagamaan adalah hal yang paling buruk. Dan saya meminta Anda untuk merenungkan apa yang sudah dilakukan,” ujarnya pada Senator Hanson.
Dengan menekankan keberagaman yang dimiliki Muslim, serta hubungannya dengan iman, Dr Manea mengeritik kecenderungan liberal Barat yang menganggap semua hal sama dan selalu membela orang lain.
“Seperti kelompok sayap kanan, yang percaya setiap Muslim berpotensi menjadi teroris, mereka mengatakan bahwa setiap Muslim taat beragama, kaenanya kita perlu mendukung orang-orang kasihan yang butuh perlindungan kita.”
“Ini adalah persepsi esensial, mereka tidak dapat percaya bahwa umat Islam adalah orang-orang dengan identitas dan sikap yang berbeda-beda.”
Membela hak perempuan
Namun, dosen Universitas La Trobe, Nasya Bahfen, berpendapat bahwa kecaman Senator Brandis terhadap aksi Senator Hanson adalah hal yang sangat baik.
“Anda bisa mengkritik dan berdiskusi penuh soal masalah yang berhubungan dengan burqa,” kata Dr Bahfen.
“Saya hanya tidak berpikir bahwa kecaman bagi Pauline Hanson tidak beralasan.”
“Perdebatan seputar hal ini harus dilakukan dengan cara yang berbeda sama sekali bagi sesorang yang melakukan aksinya terang-terangan di Parlemen.”
Meskip menganggap burqa sebagai “hal yang tidak manusiawi”, Dr. Bahfen, yang mengenakan jilbab, mengatakan sangatlah penting untuk membela hak Muslimah soal apa yang mereka ingin pakai.
“Saya punya dua saudara perempuan yang tidak mengenakan jilbab,” katanya.
“Tidak pernah ada sesuatu yang dipaksakan pada kita.”
“Kita tak perlu membuat pernyataan politik untuk menunjukkan diri kita lebih suci, tidak juga untuk menenangkan para pria di keluarga Anda, ini benar-benar hubungan kita dengan Allah.”
Diterbitkan pada 29/08/2017 pukul 13:00 AEST. Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.