ABC

Pengalaman Warga Australia Menyelamatkan Diri Dari Gili Terawangan

Sebuah keluarga Australia yang bepergian bersama kedua anak mereka yang masih kecil mengambarkan pengalaman mereka harus meminta-minta untuk bisa menaiki feri dari Gili Terawangan guna menyelamatkan diri dari gempa di Lombok.

Pasangan dari Perth (Australia Barat) Gillian dan Michael Harvey, yang sedang cuti panjang selama setahun, sedang berada di Gili Terawangan bersama kedua anak mereka, Sophie (4 tahun) dan Chloe (1 tahun).

Mereka termasuk diantara ribuan orang yang menunggu di pantai Gili Terawangan untuk keluar dari pulau tersebut yang tidak lagi memiliki aliran listrik dan juga persediaan makanan yang berkurang.

Setelah menghabiskan malam di alam terbuka di bagian yang paling tinggi di pulau tersebut hari Senin malam, Gillian Harvey mengatakan mereka harus menunggu selama lima jam dibawah terik matahari saat orang berdesakan berusaha menaiki kapal apapun yang datang.

“Perahu yang lebih kcil sangat berbahaya, orang saling berdesakkan agar bisa mendapatkan tempat.” katanya.

“Perahu memang berdatangan, yang kecil-kecil namun kami tidak berani naik karena kami punya bayi.”

“Melihat begitu banyak orang yang naik, perahu banyak seperti akan tenggelam.”

Ketika feri yang lebih besar tiba, Gillian meminta-minta kepada awak untuk membawa dia dan kedua anaknya.

“Setiap beberapa menit saya meminta-minta kepada dia dan bilang bahwa anak kami ketakutan. Petugas itu anya bilang ‘tunggu, tunggu.” katanya.

“Setelah 30 menit di bawah terik matahari dan saling dorong, bayi saya kepanasan karena dalam gendongan, dan saya meminta lagi dan petugas mengatakan ‘saya berjanji akan menolong kamu.”

“Kata-kata itu tidak akan pernah saya lupakan. Saya menangis lega.” kata Gilian lagi.

Keluarga Harvey sebenarnya baru tiba di Gili Terawangan selama beberapa jam, setelah sebelumnya menempuh perjalanan selama 10 jam untuk mencapai pulau tersebut sebelum gempa terjadi.

Crowds wait on a beach
Turis dan penduduk setempat menunggu di Gili Terawangan untuk mengungsi setelah terjadinya gempa.

Supplied: Gillian Harvey (@wherearewegoingtomorrowtravel)

“Kami baru keluar dari penginapan selama 15 menit ketika gempa terjadi, kami beruntung karena tidak berada di dalam karena bagian atap restoran jatuh dan menimpa beberapa orang.” kata Gillian.

Gillian Harvey mengatakan terjadi kepanikan di pantai karena banyak yang khawatir akan adanya gelombang tsunami.

“Dan kemudian terjadi gempa susulan, dan kami khawatir adanya tsunami.”

“Seseorang berteriak bahwa sudah ada peringatan tsunami, dan semua orang berlari ke tempat yang lebih tinggi.”

“Masalahnya untuk mencapai tempat yang lebih tinggi kami harus berjalan melewati rumah dan mayat orang yang tewas dan terluka, mengerikan.”

Sekarang keluarga Harvey sudah berada di Bali tanpa mengalami luka-luka berarti.

Mereka sekarang masih bingung mengenai apa yang harus mereka lakukan di sana.

A wall lies cracked on the ground
Kerusakan akibat gempa di Gili Trawangan.

Supplied: Gillian Harvey (@wherearewegoingtomorrowtravel)

Warga Australia lainnya menggambarkan pengungsian mereka dari Gili Terawangan dimana mereka harus mengarungi laut yang berombak tinggi, dan perjalanan yang lama.

An image of Sydney woman Emily Phillips with a dirty face after being on the island during an earthquake
Emily Phillips berada di Gili Terawangan ketika gempa terjadi.

Supplied: Emily Phillips (Emza6)

Emma Phillips yang berasal dari Sydney mengatakan dia dan pasangannya Peter Yates kehilangan banyak barang-barangnya ketika mereka melakukan perjalanan selama 15 jam ke Bali, menggunakan perahu karet polisi dari Gili ke Lombok, dan kemudian naik feri ke Bali.

Dia mengatakan perahu karet itu hanya digunakan untuk para turis sementara penduduk setempat diminta menunggu.

Emma Phillips mengatakan mereka sedang berada di dalam vila ketika gempa terjadi, dan atap serta pintu kamar mereka rusak, dan televisi jatuh dari dinding.

“Rasanya vila bergetar dengan kecepatan tinggi, dan semuanya bergoyang.”

Mereka menghabiskan malam di tempat tertinggi di pulau tersebut, dan merasa ketakutan setiap kali terjadi gempa susulan.

“Semua orang panik ketika kami berlarian ke tempat tinggi, dan saya benar-benar takut bahwa kami akan mati.”

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini