ABC

Pengalaman Pelatihan di Australia Bawa Badriah Jadi Guru Berprestasi

Berkat pelatihan profesional yang dilakukannya di Adelaide (Australia Selatan), Badriah Yankie, guru bahasa Inggris SMA Negeri 2 Cianjur (Jawa Barat) terpilih sebagai salah seorang guru berprestasi tingkat SMA se Indonesia di tahun 2015.

Penghargaan nasional tersebut diterima oleh Badriah dan guru-guru lain yang diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, berkenaan dengan Hari Guru di Indonesia baru-baru ini.
 

Dalam perbincangannya lewat email dengan wartawan ABC Australia Plus Indonesia, L. Sastra Wijaya, Badriah mengatakan bahwa pelatihan pengembangan profesional yang dijalaninya di Adelaide, kerjasama pemerintah Indonesia dan Australia.

"Melalui pelatihan ini saya berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman seperti kontak budaya langsung dengan masyarakat, pendidik, dan siswa di Australia dan juga melihat langsung proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pendidikan yang dilakukan oleh guru Australia." kata Badriah yang sudah menjadi selama 20 tahun terakhir tersebut.
 

Dalam pelatihan tersebut, Badriah mengikuti dari dekat bagaimana guru di Australia mengajar, dengan melakukan observasi di SMA Woodville di Adelaide.

"Pengalaman di Australia berkontribusi secara langsung pada layanan pendidikan yang saya berikan kemudian di sekolah saya. Beberapa contoh kegiatan yang saya contoh dari kegiatan yang saya imitasi dari Carly (guru SMA Woodvile yang saya observasi) misalnya di awal tahun pelajaran saya menjelaskan Silabus kepada siswa."
 

"Pada awal pembelajaran saya meminta siswa membuat tulisan singkat mengenai hal-hal yang membahagiakan mereka dan di share kepada kelas.""

"Saya juga menyimpan perencanan mengajar dan hasil pembelajaran siswa saya dalam file dan saya lebih banyak mengajukan pertanyaan "kenapa" daripada "apakah" kepada siswa." lanjut Badriah.
 
Badriah Yankie (kiri) mendapat penghargaan sebagai salah seorang guru berprestasi di Indonesia tahun 2015 (Foto: Istimewa)
Badriah Yankie (kiri) mendapat penghargaan sebagai salah seorang guru berprestasi di Indonesia tahun 2015 (Foto: Istimewa)

Badriah yang adalah lulusan S2 Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung  mengatakan bahwa dia mendapatkan penghargaan sebagai salah seorang guru berprestasi karena menunjukkan kompetensi serta kinerja diatas rata-rata sebagai guru.
 

Apa saja yang sudah dilakukannya?

"Salah satu langkah inovatif yang saya lakukan dalam mengajar bahasa Inggris bagi siswa di antaranya dengan menggunakan Dialog Jurnal. Dialog Jurnal adalah percakapan tertulis yang dilakukan secara reguler antara siswa dengan guru sehingga nantinya secara perlahan-lahan terbangun kebiasaan menulis." kata Badriah lagi.

Sebelum mendapat penghargaan sebagai guru SMA Berprestasi Tingkat Nasional 2015, Badriah juga pernah mendapatkan sejumlah penghargaan lainnya.

"Secara akademik, prestasi yang saya raih pada tahun 2015 adalah menjadi Juara 1 Guru Berprestasi tingkat Provinsi Jawa Barat, Juara 1 Guru Berprestasi tingkat Kabupaten Cianjur  dan Guru Berprestasi tingkat satuan pendidikan SMAN 2 Cianjur. Tahun @014, saya terpilih sebagai guru terfavorit berdasarkan angket dan kuesioner yang diberikan kepada siswa." kata ibu dari dua anak tersebut.

Badriah (berdiri tengah ) bersama guru-guru lain ketika mengikuti pelatihan di Adelaide. (Facebook/Johny Salman)
Badriah (berdiri tengah ) bersama guru-guru lain ketika mengikuti pelatihan di Adelaide. (Facebook/Johny Salman)
 

Sebagai guru bahasa Inggris bagaimana Badriah melihat cara anak-anak Indonesia belajar bahasa asing tersebut?

"Saya melihat anak-anak di Indonesia belajar bahasa Inggris sebagian besar sangat antusias karena mereka menyadari bahwa Bahasa Inggris adalah penghela ilmu pengetahuan dan mereka sangat memerlukan bahasa Inggris ketika kuliah. Sebagian lainnya, melihat bahasa Inggris sebagai bagian dari daya jual, mereka berkeyakinan dengan menguasai bahasa Inggris, mereka akan mendapatkan perkerjaan yang lebih baik daripada mereka yang tidak menguasainya." kata Badriah.

"Namun kendala yang dihadapi oleh siswa diantaranya tidak tersedianya bahan bacaan otentik (seperti novel, majalah, buku bacaan sesuai usia) dalam bahasa Inggris."

"Selama ini para siswa hanya bersentuhan dengan teks modifikasi pada buku pelajaran yang dianggap tidak menyenangkan karena setelah membaca harus menjawab soal."

"Selain itu, para siswa terkendala oleh guru yang tidak mengajarkan dan mencontohkan bahwa belajar bahasa Inggris pada akhirnya adalah untuk dapat membaca dan menulis dalam bahasa tersebut. Para siswa tercekoki bahwa dengan dapat berbicara (survival language) dalam bahasa Inggris, mereka sudah menguasai bahasa Inggris." kata Badriah lagi.

Hal lain yang menjadi perhatian Badriah Yankie adalah bahwa orang tua di Indonesia terlalu ambisius, sehingga memaksakan anak-anak mereka untuk segera menguasai bahasa Inggris sejak dini sehingga sejak play group dipaksa berbahasa Inggris.

Dalam situasi di sekolah, dia melihat bahwa kurang tersedianya guru bahasa Inggris yang memiliki kompetensi berbahasa Inggris minimal, akibatnya siswa belajar bahasa Inggris dari guru sebagai model) yang salah.

"Siswa juga tidak diajarkan menulis dalam bahasa Inggris, penekanan keberhasilan belajar bahasa Inggris adalah pada siswa mampu menjawab soal. Juga kurangnya akses kepada buku dan nara sumber yang mendukung siswa belajar dan mempraktekan bahasa Inggris di luar sekolah dan sedikitnya porsi waktu yang disediakan oleh kurikulum bagi siswa untuk belajar bahasa Inggris misalnya SMA, siswa hanya belajar 90 menit/minggu." kata Badriah.