ABC

Pengalaman Heru Handika Menyikapi Kerja Sama Dengan Peneliti Asing

Dalam sebuah penelitian, kadang kerjasama dengan peneliti asing diperlukan. Heru Handika, mahasiswa S2 di Universitas Melbourne asal Indonesia di bidang biologi selama beberapa tahun terakhir banyak terlibat dalam penelitian termasuk dengan peneliti asing. Berikut pengalaman dan manfaat yang didapatnya.

Kita sering dihadapi dengan mimpi buruk kerja sama peneliti asing.

Doktrin yang disampaikan sering bahwa peneliti asing datang ke Indonesia hanya untuk memanfaatkan kita.

Sejak aktif bekerja sama dengan peneliti asing, saya berkali-kali dapat pertanyaan tentang kekhawatiran tersebut.

Kenyataan di lapangan, sebagian besar pencurian data maupun pengklaiman sumber daya kita oleh peneliti asing karena kesalahan peneliti Indonesia sendiri.

Pertama, karena tidak jelasnya komunikasi di awal dan kurangnya komunikasi selama penelitian.

Terkadang karena tidak tegasnya nota kerja sama sebelum melakukan penelitian.

Kedua, sudah menjadi rahasia umum, malasnya sebagian peneliti kita,hanya ingin jalan pintas: yang penting nama ada di publikasi.

Tanpa banyak mau berkontribusi terhadap penelitiannya, baik dalam pelaksanaan maupun penulisan jurnal hasil penelitian. 

Akhirnya si peneliti tidak mengetahui detail penelitian tersebut. Sehingga manfaatnya lebih banyak didapatkan oleh peneliti asing yang bekerja sama dengan dia.

Pengklaiman terkadang terjadi karena peneliti asing menganggap kontribusi peneliti Indonesia terhadap penelitiannya sangat sedikit. Terkadang hanya sebatas membantu administrasi.

Mungkin ada pengecualian lain. Indonesia juga punya peneliti yang serius melaksanakan penelitian. Pendapat saya subjektif, tanpa melalui riset yang komprehensif.

Hanya berdasarkan pengamatan selama lima tahun terlibat penelitian keliling berbagai pulau di Indonesia. Sebagian informasi saya dapatkan dari hasil diskusi dengan peneliti Indonesia, maupun juga peneliti asing yang aktif penelitian di Indonesia.

Tidak sekadar bermental pekerja

Tulisan ini tidak ditujukan untuk membahas sebab-akibat pencurian tersebut. Tidak juga untuk menyalahkan peneliti di negara sendiri. Namun, tujuannya untuk menyikapi kerja sama dengan peneliti asing. 

Mental kita terkadang hanya mental pekerja ketika berhadapan dengan peneliti asing. Sekedar membantu mengambil data atau hanya untuk keuntungan ekonomi.

Bukan menjadi peneliti, berkontribusi dalam mendesain dan melaksanakan penelitian itu sendiri.

Kita juga sering rendah diri. Memposisikan diri sebagai bawahan mereka, bukan sebagai rekan dalam meneliti.

Pertama kali bekerja sama dengan peneliti asing saya tidak tahu apa-apa. Namun, kesempatan tersebut saya manfaatkan agar bisa menjadi peneliti.

Saya juga memanfaatkan mereka untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris saya. Saya tidak pernah minta digaji. Apa artinya digaji tiga juta sekali penelitian dibandingkan keuntungan ke depan yang tak ternilai? Mereka melihat kemauan belajar tersebut.

University of Melbourne adalah universitas terbaik di Australia dan top 50 dunia. Saya tidak pernah berpikir untuk kuliah di universitas ini. Mereka yang mengundang saya.

Karena supervisor saya tidak punya beasiswa, saya diminta mencari beasiswa sendiri. Ada lima surat rekomendasi dari yang dikirimkan untuk mendaftar beasiswa.

Empat diantaranya saya gunakan untuk meyakinkan pewawancara beasiswa LPDP. Sekarang saya kuliah di University of Melbourne dengan beasiswa LPDP.

Di tulisan sebelumnya saya pernah menyampaikan, saya juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi museum-museum Amerika Serikat.

Dua di antaranya merupakan museum terbesar di negara tersebut: the American Museum of Natural History di New York dan the National Museum of Natural History di Washington, D.C..

Tujuan kunjungan saya untuk mempelajari keanekaragaman hayati. Saya mengambil data mereka, ‘mencuri’ teknik pengawetan sampel hewan, dan konsep pengelolaan museum untuk mendukung pendidikan.

Setengah dana kunjungan saya ditanggung peneliti asing dan sisanya lewat beasiswa.

Aktifitas perjalanan Heru Handika yang direkam Facebook sejak 7 tahun terakhir. Lebih 90 persen perjalanan Heru yang ditampilkan di peta merupakan aktifitas penelitian, termasuk semua perjalanan ke Amerika Serikat dan Filipina.
Aktifitas perjalanan Heru Handika yang direkam Facebook sejak 7 tahun terakhir. Lebih 90 persen perjalanan Heru yang ditampilkan di peta merupakan aktifitas penelitian, termasuk semua perjalanan ke Amerika Serikat dan Filipina.

Foto: Istimewa

Pada banyak kesempatan penelitian, dana yang dipakai hampir semua dari peneliti asing. Di publikasi internasional tahun lalu bersama mereka, saya tetap melampirkan institusi di Indonesia (kampus lama saya) sebagai institusi saya.

Walaupun status saya hanya mahasiswa di Australia dan tidak ada ikatan kerja resmi dengan institusi Indonesia hingga saat ini.

Tapi, saya memiliki alasan yang kuat agar nama saya tidak hanya mewakili institusi di Australia. Publikasinya tentang penemuan jenis cucurut baru di Gunung Gede, Jawa Barat. Jadi, justru malah saya yang terkesan memanfaatkan mereka.

Bisa diserap

Kita masih terperangkap dengan mimpi buruk kolonialisme. Kenapa peneliti asing yang datang ke Indonesia justru ditanggapi dengan kekhawatiran berlebihan? Kenapa doktrinnya tidak dibalik?

Harusnya ketika ada peneliti asing yang datang di negara kita, justru dipikirkan untuk bisa menyerap sumber daya mereka dan memanfaatkannya untuk kemajuan kita.

Bagaimana pun kita berusaha menutup diri, mereka yang tertarik meneliti tentang Indonesia pasti bisa mendapatkannya.

Akses data semakin gampang sekarang. Akses transportasi juga semakin mudah.

Jika tidak lewat kita, mereka para peneliti asing mendapatkannya dari orang lain. Sementara kita tidak mendapatkan apa pun.

Intinya, globalisasi merupakan kenyataan yang tak bisa dibendung. Akses terhadap informasi semakin mudah, baik dengan datang langsung ke sumbernya maupun dari jarak jauh.

Tentunya membutuhkan kerja keras. Menutup diri dan menganggap asing sebagai ancaman merupakan ungkapan kemalasan.

Dalam konteks bidang sains yang saya tekuni, keberadaan kerja sama peneliti asing ini merupakan sesuatu yang harus didorong dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Seperti contoh yang saya sampaikan.

Dari saya tidak tahu, saya bisa memanfaatkannya untuk meningkatkan kemampuan saya. Beberapa mustahil saya dapatkan jika hanya mengandalkan sumber daya di dalam negeri.

Sudut pandang yang saya gunakan adalah dari penelitian keanekaragaman hayati. Tapi, tidak menutup kemungkinan pola yang sama bisa digunakan untuk bidang lain. Asal kita mau membuka mata dan melihat dunia yang lebih luas sebagai sebuah kesempatan.  

Dengan mengubah pola pikir, justru manfaatnya lebih banyak kita dapatkan. Kita akan punya banyak orang yang menyibukkan diri melakukan penelitian, menjauhkan kita dari konflik horizontal yang tidak perlu.

Karena pada akhirnya kita punya dua pilihan: menjadi pelaku globalisasi atau menjadi orang yang ditindas olehnya.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi. Heru Handika adalah penerima beasiswa LPDP tahun 2014. Saat ini aktif sebagai mahasiswa Master of Science (Zoology) di University of Melbourne, Australia, juga aktif melakukan penelitian di Museum Victoria, Melbourne, Australia.