ABC

Pengalaman Buruk Bisnis MLM Bagi Seorang Perempuan di Australia

Sistem penjualan berantai yang lebih dikenal dengan sebutan MLM (Multi Level Marketing) sudah lama ada. Sebagian orang menganggapnya sebagai bisnis yang menjanjikan, namun justru jadi mimpi buruk bagi yang lain.

Di dunia sistem bisnis MLM ini sudah menjadi industri besar bernilai miliaran dolar. Di Australia beberapa merek dagang seperti DoTERRA, Arbonne, Rodan and Fields dan Herbalife besar dengan sistem MLM.

Salah seorang yang punya pengalaman buruk dengan MLM adalah Suzie McDarra, seorang warga Brisbane.

Suzie yang berusia 49 tahun sebelumnya adalah seorang pemijat kesehatan yang bekerja sendirian selama 10 tahun. Ia ingin menambah penghasilan dengan menjual produk-produk yang digunakannya lewat cara MLM.

Suzie adalah orangtua tunggal dengan seorang anak laki-laki. Dengan sistem MLM dia berharap menambah penghasilan, dan masih memiliki waktu untuk putranya.

Dia memerlukan penghasilan tambahan karena bantuan sosial untuk putranya akan berakhir saat anak itu berusia delapan tahun.

“Tetapi kenyataannya, tiga tahun berlalu begitu saja, dan saya sudah menghabiskan begitu banyak uang dan waktu ke dalam bisnis yang sebenarnya tidak diperuntukan untuk orang seperti saya.’

Sistem bisnis MLM secara sederhana terjadi bila seseorang merekrut orang lain untuk masuk ke dalam bisnis.

Dari situ, orang pertama akan mendapat bayaran dari penjualan yang dilakukan ke orang di bawahnya.

Orang dibawah tersebut akan kemudian menjual ke orang dibawahnya lagi, dan komisi yang didapatnya akan dibagi dengan orang diatasnya.

Sistem ini sebagian dikritik karena kadang menjadi arisan berantai, dimana barang yang dijual bukan menjadi hal yang utama, tetapi menjadi arisan uang berantai.

Pada awalnya Suzie tidak mengalami masalah, dia mampu menjual produk kepada kliennya dan mendapat komisi.

Namun dia kemudian merasa ada yang salah dengan model bisnis MLM tersebut.

Jadi apa yang salah menurut Suzie?

A blonde woman sits in a hammock with her young son, on the front deck of her house, smiling at the camera.
Suzie McDarra berusaha mendapat penghasilan tambahan untuk membiayai sekolah putranya Leo nantinya.

Supplied: Katie Bennett

Setelah terlibat bisnis ini, Suzie tidak memiliki lagi cukup waktu untuk keluarganya.

Di tahun pertama, Suzie tidak pernah berlibur, harus berulang kali menaruh anaknya di tempat penitipan atau meminta ibunya menjaga Leo di akhir pekan.

Dan ketika dia mengeluh kepada orang di atasnya bahwa diperlukan waktu lebih dari 10-15 jam seminggu untuk mendapatkan keuntungan, orang di atasnya mengatakan itu kesalahan Suzie sendiri.

“Kita diberitahu bahwa kalau gagal melakukan penjualan, kita lah yang dianggap bermasalah.” katanya.

“Kita dianggap kurang ngotot dalam menjual.”

“Sebenarnya bukan karena saya tidak hebat dalam menjual, namun masalahnya jumlah saya jual tidak cukup untuk mendapatkan keuntungan.”

Di tahun kedua, Suzie mengatakan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk meningkatkan penjualan.

Di saat itulah putranya berusaa melarikan diri dari rumah.

“Ini masa-masa yang sangat sulit dimana kama sama-sama dipenuhi dengan kemarahan dan kekecewaan, dan saya mulai capek.” kata Suzie.

“Saya bahkan mulai minum alkohol karenanya.”

An older woman sits, smiling, with her grandson and daughter next to her.
Suzie's mother (left), has been hugely supportive of Suzie (right) throughout her life.

Supplied: Katie Bennett

Tidak mendapat penghasilan malah rugi

Melihat-lihat kembali semua pendapatannya selama tiga tahun terakhir, Suzie menemukan bahwa dia sudah mendapat penghasilan $16.500 namun biaya yang dikeluarkannya sebanyak $19.300.

Meski dalam jaringan MLM itu dia berada di posisi cukup tinggi, nyatanya dia mengalami kerugian $3.700.

Melihat waktu dan tenaga yang digunakannya untuk mempelajari dan menjual produk, dia merasa sekarang bahwa sistem MLM ini memang sengaja dibuat “untuk membingungkan orang.”

Dia mengatakan MLM disebutkan memberikan potensi untuk meningkatkan pendapatan, namun itu sama sekali berbeda dengan keuntungan.

Suzie mencontohkan bahwa bila dia menjual produk senilai Rp 2,5 juta, dia hanya mendapatkan komisi Rp 150 ribu.

“Mereka membuat sistemnya terlihat sederhana, sehingga rasanya mudah dilakukan.”

“Namun ketika terlibat saya baru menyadari, bahwa saya sama sekali tidak bisa mendapatkan penghasilan. Kenyataannya sangat berbeda.”

Marah dengan semua itu, tanpa tahu harus melampiaskannya kepada siapa, Suzie berhenti dari kegiatan MLM tersebut di tahun 2019.

Apa pendapat mereka yang mengetahui model bisnis MLM ini?

Alexandra Kelly, adalah seorang pengacara yang menangani kasus di Pusat Hukum Keuangan dan membantu mereka yang mengalami masalah keuangan yang membutuhkan konseling.

Di masa lalu, dia sudah berulang kali menangani kasus dengan para wanita yang mengalami masalah dengan bisnis MLM.

Nasehatnya?

“Kalau saya, saya tidak akan terlibat sama sekali.” kata Kelly.

“Dengan MLM, sebagian besar waktu kita berada di bagian kaki, di bawah, bukan jadi kepala.”

Kelly mengatakan walau saat ini kerja sampingan adalah hal yang populer dilakukan, namun ikut dengan MLM beresiko besar.

Selain karena tidak ada jaminan penghasilan tetap dan juga tidak ada ‘cuti sakit”, dia mengatakan mereka yang terlibat MLM sering kali harus membeli barang-barang dijual terlebih dahulu, dan juga menghabiskan waktu lebih banyak dari yang diperkirakan.

“Ini bukan solusi pencarian pendapatan yang memadai.” kata Kelly.

Namun Kate Carnell Ombudsman untuk Masalah Bisnis Kecil dan Bisnis Keluarga mengatakan MLM bisa menjadi cara yang bagus untuk mendapatkan penghasilan bagi beberapa orang yang cocok melakukannya.

“Kalau anda tidak suka menjual sesuatu, jangan terlibat.” katanya.

“Latar belakang saya adalah bidang pemasaran, dan saya melihat banyak sekali orang yang tidak berbakat atau tidak bisa melakukan pemasaran.”

Dia mengatakan sama dengam banyak bisnis kecil lainnya, sebelum bergabung kita harus berhati-hati dengan biaya awal yang harus dibayar, cari informasi sebanyak mungkin dengan mereka yang sudah terlibat.

Bila memang ada hal yang tampak terlalu muluk, maka itu pasti harus dicurigai katanya menambahkan.

“Misalnya, kalau ada yang mengatakan anda cuma perlu kerja 3 jam dan bisa mendapatkan Rp 50 juta, hal seperti itu, menawarkan kerja sedikit tapi hasil besar.” kata Carnell.

“Peluang di MLM ini sebenarnya tidak ada. Bila memang ada, semua pasti sudah melakukannya. Itulah yang harus anda khawatirkan.”

“Bila anda diiming-imingi, bisa bekerja mendapat uang ketika anak-anak sedang di sekolah, dan anda akan mendapat ribuan dolar. Jangan percaya, itu tidak ada.”

Lihat artikelnya selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini

Riana