ABC

Pengakuan Pecandu Sabu Australia Soal Hutangnya yang Capai Rp 800 Juta

Dari luar, Chris tampak memiliki kehidupan normal. Ia terlihat bahagia, sehat dan punya pekerjaan bagus dengan bayaran tinggi.  Tapi baru-baru ini, Chris (bukan nama sebenarnya) mengungkap perjuangannya menghadapi kecanduan sabu kristal.

Hal itu dilakukannya sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa tak semua pecandu narkoba lari dari tanggung jawab sehari-hari.

Baru-baru ini, Chris berbicara jujur kepada salah seorang sahabatnya tentang kecanduan sabu yang ia alami.

Seorang pria telah mengungkapkan kecanduan sabunya untuk menunjukkan bahwa kecanduan narkoba bisa mempengaruhi orang dari segala latar belakang sosial-ekonomi.
Seorang pria telah mengungkapkan kecanduan sabunya untuk menunjukkan bahwa kecanduan narkoba bisa mempengaruhi orang dari segala latar belakang sosial-ekonomi.

Ia percaya, tak ada satu kawan-pun yang menyadari kecanduannya.

"Tentu saja, tiga pengedar narkoba saya tahu," katanya.

"Yap, tiga. Anda selalu membutuhkan lebih dari satu karena ketika satu kehabisan stok, Anda menghubungi lainnya. Pengedar sangat tidak bisa diandalkan. Anda menghubungi mereka semua dan melihat siapa yang mengirim pesan balasan pertama kali," jelas Chris.

Chris berusia akhir 30-an, ia punya pekerjaan bergaji tinggi di sektor teknologi dan selalu berhasil menjaga rahasia kecanduannya.

Pacar Chris setahun belakangan adalah satu-satunya orang lain yang tahu tentang kecanduan sabunya selama ini, sampai ia memberi tahu sahabatnya.

Ketika ditanya apa alasannya, begini alasan Chris.

"Saya muak persepsi media bahwa semua pecandu sabu tak melakukan tanggung jawab sehari-hari yang tak memberi makan anak-anak mereka dan mencuri dari semua orang," akunya.

Ia lantas menyambung, "Saya tak pernah mencuri dari siapa pun, juga terpaksa melakukan tindak kejahatan. Saya tak punya uang. Ketika saya menghabiskannya, itu hilang begitu saja."

Ia kini berjuang dengan hutang.

Chris menghasilkan lebih dari 100.000 dolar (atau setara Rp 1 miliar) setahun, telah berhutang dua kali dan melampaui batas tiga kartu kreditnya. Itu semua dilakukannya dalam 14 bulan.

Ia sekarang berutang senilai total 80.000 dolar (atau setara Rp 800 juta) dari pinjaman dan kartu kredit pribadi.

Sambil menitikkan air mata ia mengungkapkan, "Saya rasa mungkin saya telah menghabiskan 200.000 dolar (atau setara Rp 2 miliar) untuk sabu kristal selama bertahun-tahun dan Anda tahu apa yang harus saya banggakan dari itu?”.

"Tak ada. Hanya hutang. Saya hampir 40 tahun. Saya seharusnya memiliki rumah, tetapi saya tak punya apa-apa untuk dipamerkan sepanjang hidup saya,” sambungnya.

Ia mengatakan, "Saya tak pantas mendapat kasih sayang, atau persahabatan. Saya seorang pecandu egois yang bersembunyi di balik cangkangnya untuk mempertahankan kecanduan saya."

Chris berusaha menahan air mata dan emosinya cukup lama hanya untuk mengeluarkan kata-kata yang benar-benar mengejutkan.

"Suatu hari, saya berharap sudah mati atau akan mati dalam kecelakaan atau hal serupa. Jika saya pergi ke dokter dan mereka bilang saya menderita kanker, saya tak akan melawannya. Saya akan katakan biarkan karma terjadi dan biarkan saya mati," tuturnya.

Air matanya-pun berubah menjadi tangis tak terkendali ketika pikirannya jatuh ke putri remajanya.

"Apa yang telah saya lakukan untuknya? saya menghilang selama waktu yang lama dan ia tampaknya selalu memaafkan saya. Ketika saya melihatnya saya ingin memanjakannya, tapi saya pergi berbulan-bulan tanpa melihat atau berbicara dengannya," cerita Chris.

Ia merasa hancur, tapi bertekad untuk melawan kecanduannya. Meski ia merasa tak ada dukungan.

"Hampir tak ada tempat untuk membantu Anda melawan kecanduan," sebutnya.

Ia mengutarakan, "Jika Pemerintah benar-benar tertarik untuk memperbaiki masalah ini, maka akan ada klinik di mana-mana. Saya sudah cek sejumlah klinik untuk kecanduan sabu dan kecuali Anda memiliki uang banyak, Anda tak bisa mendapat bantuan yang Anda butuhkan."

Chris tertawa sebelum menambahkan: "Katakan pada saya satu saja pecandu sabu yang punya uang banyak? Tak ada satupun."