ABC

Pengadilan Tolak Gugatan Warga Penentang Masjid Bendigo di Australia

Pengadilan Sipil dan Administratif Victoria (VCAT) memutuskan menolak gugatan yang diajukan warga yang menentang rencana pembangunan masjid di Bendigo, sekitar dua jam dari Melbourne, Australia. Di bekas kota pertambangan itu, terdapat sekitar 200 warga Muslim termasuk yang berasal dari Indonesia.

Sebenarnya Pemerintah Kota Bendigo pada Juni tahun 2014 telah menerbitkan izin pembangunan masjid.

Tapi sejumlah warga setempat menyatakan menolak keputusan pemerintah kota. Salah seorang di antaranya, Julie Hoskin, membawa kasus tersebut ke Pengadilan VCAT. Alasannya, pembangunan tersebut menyebabkan masalah lalu lintas dan masalah sosial.

Namun dalam putusan yang dipublikasikan pada Kamis pekan lalu (6/8/2015), VCAT menepis adanya kekhawatiran tersebut.

Foto: GKA ARCHITECTS

"[Pengadilan] tidak menemukan ada bukti efek sosial atau lainnya yang signifikan kepada masyarakat dari pembangunan dan penggunaan masjid," katanya.

Meski izin pembangunan sudah dikantongi, tetapi bukan berarti masjid bisa dengan segera dibangun.

Menurut Heri Febriyanto, juru bicara Asosiasi Muslim Bendigo, pihak yang keberatan kini akan mengajukan banding soal keputusan pemberian izin tersebut.

"Ada waktu sekitar 20 hari sejak keputusan keluar bagi pihak penentang untuk mengajukan banding," kata Heri kepada Erwin Renaldi dari ABC International.

Heri yang berasal dari Indonesia dan sudah menetap di Australia sejak tahun 1998 mengatakan, sebenarnya masjid ini dibangun karena kebutuhan dari komunitas Muslim di Bendingo.

"Ada sekitar lebih dari 200 orang Muslim di Bendigo, biasanya kami menggunakan fasilitas kampus La Trobe,"kata Heri yang juga aktif di sejumlah organisasi multikultur. 

"Kemudian kami merasa ingin punya tempat sendiri, yang juga bisa digunakan jika ada acara-acara khusus, seperti misalnya saat bulan puasa atau Idul Fitri," jelasnya.

Dari segi perizinan dan teknis, rencana pembangunan tidak terlalu memiliki kendala, karena komunitas Muslim sudah merangkul sejumlah pihak terkait, seperti transportasi, lalu lintas, dan lainnya.

VCAT juga telah menetapkan sejumlah prasyarat dan kondisi pada masjid, termasuk jumlah orang yang diperbolehkan berada dalam satu waktu tertentu, batas ketinggian menara masjid, yakni 21,4 meter, dan pembatasan jam buka masjid.

Sebelumnya para penentang pembangunan masjid ini telah menggunakan serangkaian cara untuk menolak pembangunan. Di antaranya melalui jejaring sosial, papan reklame, dan sejumlah balon berwarna hitam yang digantung di sejumlah titik kota. 

"Ada kesalahpahaman dari beberapa orang yang mempertanyakan mengapa untuk jumlah anggota komunitas Islam yang sedikit tapi membutuhkan masjid yang besar," kata Heri.

Heri mengaku kalau luas masjid tersebut tidak akan melebihi 300 meter persegi. Sementara fasilitas lain, seperti ruangan untuk kelas dan pendidikan dan fasilitas olahraga akan dibuat secara bertahap.

"Dan pada akhirnya semua komunitas dari manapun bisa menggunakannya, dan kami pun berencana mengundang mereka secara aktif, tapi ini semua baru rencana dan akan dilakukan bertahap," tambah Heri.

Sebagai tanggapan dari sejumlah warga yang menentang pembangunan ini, sebuah gerakan dengan nama 'This is Bendigo' dibentuk oleh penduduk setempat yang mendukung multikulturalisme dan toleransi beragama.

Jika tuntutan pihak penggugat kembali ditolak di pengadilan banding nantinya, masjid pertama di Bendigoo akan dibangun di sebelah timur kota, dekat bandara.