ABC

Penerjemah Asal Afghanistan Akhirnya Dapat Visa untuk Menetap di Australia

Seorang penerjemah asal Afghanistan yang sebelumnya dikejar-kejar oleh Taliban, karena bekerja membantu militer Australia, sekarang memulai kehidupan baru di Newscastle setelah tiga tahun menunggu untuk mendapatkan visa.

Jan Bismillah Rahime sebelumnya pernah enam tahun bekerja sebagai penterjemah bagi tentara Australia yang ditempatkan di Afghanistan.

Oleh karenanya selama beberapa tahun terakhir, Rahime selalu merasa terancam dengan kemungkinan serangan Taliban terhadap diri dan keluarganya.

Kelompok Taliban pernah menancapkan surat di pintu rumahnya, mengancam bahwa dia dan keluarganya akan dibunuh.

Ketika tentara Australia mulai ditarik dari Afghanistan di tahun 2013, Bismillah mengajukan diri untuk pindah ke Australia dengan kategori visa kemanusiaan.

Bismillah ketika itu tinggal di Kandahar City. Ketika ABC melaporkan mengenai pengajuan visa Bismillah pada bulan Desember 2015, visa itu belum lagi dikabulkan.

"Taliban tidak memiliki hati. Mereka membunuh anak-anak. Mereka tidak perduli dengan apapun. Saya yakin 100 persen mereka akan membunuh anak-anak saya bila mereka mendapatkan kesempatan." kata Bismillah pada waktu itu. "Setiap saat, setiap detik, saya merasa menjadi target. Hidup sangat susah saat ini."

Bulan Februari 2016, Bismillah mendapat pemberitahuan dari pemerintah Australia bahwa visa kemanusiaannya dikabulkan. Dia ketika itu sudah menunggu tiga tahun bagi kabar gembira tersebut. Bismillah, istri dan kelima anaknya sekarang sudah tiba di Newcastle.Jan Bismillah menunggu tiga tahun sebelum visanya dikabulkan. (Foto: Kiriman/Simon Quaglia)
Jan Bismillah menunggu tiga tahun sebelum visanya dikabulkan. (Foto: Kiriman/Simon Quaglia)

Ketika tiba, Bismillah bertemu lagi dengan salah seorang tentara Australia, Mayor Simon Quaglia -salah seorang tentara Australia yang pernah dibantu oleh Bismillah.

"Jan sudah bekerja sebagai penterjemah bagi banyak tentara Australia, dan rasanya dia yang paling lama, namun ironisnya dia menjadi yang terakhir yang bisa keluar dari negeri itu." kata Quaglia.

"Hidup dalam lingkungan dimana kita tidak bisa membiarkan anak sekolah, mendapat ancaman yang dilekatkan di pintu rumah, dan Jan harus mengganti mobilnya tiap empat atau lima minggu, sehingga dia tidak bisa dikenali, inilah kehidupan yang sangat menakutkan." lanjut Quaglia.

Selama beberapa tahun terakhir, Mayor Quaglia mengatakan dia khawatir dengan kelambatan penyelesaian permohona visa Bismillah.

"Saya takut bahwa akhirnya seseorang akan dibayar untuk membunuh dia, atau menculik anaknya, dan meminta tebusan, dan akhirnya membunuh diri." tambah Quaglia.

Bagi Bismillah, mendapatkan visa Australia merupakan hal yang sudah lama dinanti-nantikan, namun dia masih khawatir dengan sanak keluarga yang ditinggalkan di Afghanistan.

"Sekarang saya tidak berpikir mengenai apa yang akan terjadi dengan saya, karena saya aman." kata Bismillah.

"Saya sekarang tidak lagi berpikir siapa yang sekarang mengikuti saya, siapa yang mematai-matai, sudah tidak lagi."

"Sekarang saya senang, sangat senang saya sudah berada di Australia. Namun separuh dari badan saya masih di Afghanistan – keluarga saya." katanya lagi.