ABC

Penerapan hukum Islam Brunei ditolak

Hukuman mati bisa menjadi lebih umum di Brunei menyusul adanya rencana dari Sultan untuk menerapkan hukum syariah dalam waktu enam bulan mendatang.

Pemimpin organisasi Muslim mengatakan penerapan hukum syariah di Brunei bisa berarti bakal lebih banyak lagi hukuman mati.

Pernyataan itu untuk merespon Sultan Brunei Hassanal Bolkiah yang ingin menegakkan hukum pidana Islam secara bertahap.

Hukuman tersebut hanya berlaku bagi umat Islam diantaranya bisa mencakup hukum rajam bagi perzinahan, memenggal anggota badan untuk kejahatan mencuri dan cambuk untuk pelanggaran mulai dari aborsi sampai mengkonsumsi alcohol.

Direktur Islamic Renaissance Front, Dr Ahmad Farouk Musa, kepada program Asia Pasifik radio Australia menyatakan kalau undang undan baru itu bakal memangkan kebebasan dan hak hak perempuan.

“Ini yang terjadi di Brunei dan kami mengetahui dari hukum syariah di Saudi tentang Hudud, soal bagaima seorang pembantu perempuan yang dipenggal karena tidak sengaja membunuh majikan yang hendak memperkosanya,” ujar Musa.

Keputusan untuk mengubah undang undang akan membuat Brunei menjadi negara satu satunya di Asia Tenggara yang menerapkan hukum syariah di tingkap nasional.

Brunei saat ini mempraktikkan Islam yang relatif konservatif ketimbang negara tetangga Muslim lainnya seperti di Malaysia dan Indonesi.

Negara itu  melarang penjualan dan konsumsi alkohol dan membatasi agama-agama lain.

Namun syariah menjadi perdebatan lama di Brunei, dengan kegelisahan warga Brunei yang berpendapat bahwa konsep ini keluar dari jalur masyarakat etnis Melayu.

Dr Musa mengungkapkan alasan Sultan Brunei Hassanal Bolkiah untuk merapkan hukum baru itu bersifat politis.

"Saya kira itu akan menambah otoritas atas warganya dan itu memberinya kekuasaan, (contohnya) seperti, keputusan saya pada dasarnya adalah sebuah keputusan Allah dan saya adalah suara Tuhan di bumi atau sesuatu seperti itu," sergah Musa.

Dia juga menduga motivasi mengubah undang undang negara itu juga dikarenakan iklim politik di dunia Islam merujuk pada tensi politik di Mesir dan Suriah.

Dr Musa bukan satu satunya orang yang mengkritik rencana penerapan hukum Syariah di Brunei.

Wakil Direktur Human Rights Watch Asia, Phil Roberts, menyebut perubahan hukum itu sebagai “penyalahgunaan ham, menjijikkan dan tidak bisa dibenarkan.”

Sedangkan seorang supir taxi di ibukota Bandar Sri Begawan mengutarakan kedua hal tersebut bertentangan, tetapi syariah bisa diterima secara proporsional dengan kejahatannya.

“Saya tidak bisa membayangkan negara kamu menjadi seperti Arab Saudi,” ujarnya.

Tak satu pun dari kedua negara mayoritas Muslim di Asia timur lainnya yakni Malaysia dan Indonesia menerapkan hukuman pidana syariah.

 

ABC/wires