Penelitian Mengatakan Cinta Bisa Mengalahkan Perbedaan Budaya
Sebuah penelitian mengenai pernikahan antar budaya antar pasangan China dan Australai menyimpulkan bahwa cinta bisa mengatasi masalah perbedaan budaya, bahasa dan tantangan lain.
Penelitian ini dilakukan oleh Wendy Li dan Amy Forbes dari James Cook Universitty di Queensland yang memfokuskan penelitian pada pernikahan pria Australia dengan wanita asal China yang berusia antara 30 sampai 75 tahun yang tinggal di Queensland Utara.
Dari 12 pasangan yang diteliti, mayoritas diantara mereka bertemu dengan situs kencan online, dan enam dari para perempuan tersebut memiliki kemampuan bahasa Inggris yang sangat terbatas.
“Bahkan diantara mereka yang sudah menikah selama beberapa tahun di Australia, banyak diantara mereka masih belum bisa berkomunikasi dengan baik dalam salah satu bahasa, Inggris atau Mandarin.” kata Dr Li.
Dr Li mengatakan dengan semakin banyak orang menggunakan internet untuk mencari pasangan hidup, hubungan antar budaya di manapun akan semakin meningkat.
“Karena perdagangan dan pertukaran ekonomi antara Australia dan China, saya kira di masa depan akan lebih banyak pernikahan antar budaya antar kedua negara.” kata Dr Li lagi.
Sama seperti subjek penelitian lainya, Sun Meidong yang pintar memasak, dan James Burke, tukang listrik bertemu dengan situs kencan online.
Pasangan ini memilih tinggal di Australia karena Meidong memiliki kemampuan berbahasa Inggris sedikit, sementara profesi Burke tidak akan memberinya bayaran tinggi bila bekerja di China.
“Bagi saya, saya memiliki situasi keuangan cukup baik, sehingga saya tidak masalah dengan negeri dimana kami akan tinggal.” kata Meidong.
“Saya tidak keberatan tinggal di China, tetapi pekerjaan saya bayarannya tidak bagus di China, saya memiliki pendapatan lebih besar di Australia.” kata Burke.
Dr Li mengatakan tantangan umum dalam pernikahan antar budaya adalah hilangnya aspirasi karir dan identitas ketika perempuan asal China yang memiliki pendidikan universitas datang ke Australia namun kelulusan mereka tidak diakui, atau bahasa menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan di bidang yang mereka minati.
“Khusus untuk kelompok ini, pelatihan kembali adalah hal yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dan juga memiliki serifikasi lokal sehingga lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan.”
Berjualan dumpling sebagai nafkah utama
Rencana Meidong membuka sebuah restoran di Australia untuk sementara ditunda seteah dia mulai berjualan dumpling dengan gerobak berjalan tidak lama setelah tiba di Townsville.
Kereta itu beroerasi di pasar-pasar lokal melibatkan seluruh keluarga, dan karena berhasil sekarang menjadi sumber penghasilan utama bagi keluarga.
“Mertua pereempuan saya memberi bantuan, kami mendapat pinjaman uang darinya untuk membeli tempat berjualan, dan memulai bisnis.” kata Meidong.
“Dia tidak terlalu percaya diri dengan bahasa Inggrisnya, sehingga dia memerlukan seseorang di depan untuk membantunya menjual dan juga menjadi sopir.” kata Burke mengenai keterlibatannya.
Peneliti Amy Forbes mengatakan dari penelitian menunjukkan bahwa para perempuan asal China ini sering yang menjadi pendorong kepada pasangannya untuk bekerja lebih keras lagi.
“Para perempuan ini juga berperan penting dalam mengubah kebiasaan suami mereka untuk lebih bersikap wiraswasta.” kata Dr Forbes.
Burke mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan sekarang berjualan dumpling, bukanlah karena faktor budaya, tetapi karena sifat istrinya.
“Dia sangat suka bekerja, dia selalu ingin punya kegiatan.” katanya.
Dr Li dan Dr Forbes sekarang ini melakukan wawancara tahap kedua dengan subjek penelitian sebelum menerbitkan laporan mereka di akhir tahun.
Dr Forbes mengatakan salah satu pengalaman umum yang dialami para subjek penelitian betapa mahal dan lamanya untuk membawa pasangan mereka datang ke Australia.
Dia mengatakan bermaksud membuat rekomendasi berdasarkan penelitian mereka guna mempengaruhi kebijakan pemerintah soal visa dan ijin tempat tinggal di Australia.
“Ada berbagai situasi khusus yang dialami oleh mereka.” kata Dr Forbes.
Diterjemahkan pukul 13:15 AEST 11/7/2017 oleh Sastra Wijaya dan simak artikelnya dalam bahasa Inggris di sini