ABC

Peneliti LIPI: Lahan Pertanian di Indonesia Sudah Dikuasai Investor Asing

Indonesia harus menganjurkan generasi pemuda untuk menjadi petani, karena sekarang ini minat untuk menjadi petani sangat menurun, sementara lahan pertanian sudah banyak dikuasai oleh investor asing. Hal tersebut dikatakan oleh Temi Miranda, peneliti ekologi manusia dari LIPI di Brisbane (Queensland).

Miranda mengatakan hal tersebut dalam acara Bintang Asik The University of Queensland Indonesia Student Association (UQISA) yang dilakukan hari Senin (21/9/2015) guna memperingati Hari Tani Nasional Indonesia, 24 September.

Tema dalam Bincang Asik itu adalah Ketahanan dan Kedaulatan Pangan Indonesia.

Pembicara lain  yang hadir pada malam hari itu adalah para peneliti, akademisi dan aktivis di bidang pangan yaitu Purwanto, Dian Widya Ningtyas,  dan Wenny Bekti Sunarharum yang semuanya sedang menempuh pendidikan doktoral di Universitas Queensland.

Dalam keterangan yang diperoleh ABC Australia Plus Indonesia, John Fajar selaku Presiden UQISA mengatakan bahwa bincang Asik ini diadakan rutin setiap bulannya oleh divisi akademik dengan bahasan tema-tema aktual kekinian sehingga tidak hanya menarik kalangan mahasiswa saja tetapi juga professional maupun masyarakat Indonesia di Brisbane.

Temi Miranda dari LIPI memaparkan mengenai generasi muda petani Indonesia. (UQISA).
Temi Miranda dari LIPI memaparkan mengenai generasi muda petani Indonesia. (UQISA).

Dalam paparannya, Temi Miranda mengatakan bahwa generasi pemuda yang mau menjadi petani sudah turun dengan signifikan karena petani tidak lagi menjadi  cita cita sebagian besar anak anak Indonesia.

Dan ditambahkannya, banyak lahan-lahan pertanian  yang sekarang telah dikuasai oleh investor-investor asing karena mereka melirik pasar yang besar untuk pangan Indonesia.

"Pada zaman mendatang, yang kita takutkan adalah sawah yang dipunyai sudah bukan punya petani sendiri, serta petani yang mengerjakan sawah bukan petani yang mengerti tentang ilmu bertani." kata Miranda yang sedang berada di Brisbane untuk terlibat dalam kerjasama penelitian.

Menurutnya seharusnya sejak dari sekarang sudah ditanamkan kepada anak-anak bahwa menjadi petani tidak berarti miskin, malah nantinya akan menjadi tulang punggung dari negara karena menghasilkan pangan.

Sementara itu, Purwanto yang juga merupakan peneliti ekonomi pangan juga dari LIPI menyampaikan berbagai permasalahan pangan dan penyebabnya. Diantaranya adalah kebijakan pemerintah, para spekulan dan juga ketidakakuratan data pangan.

Menurut editor buku berjudul “Model Pengurangan Kemiskinan melalui Penguatan Ketahanan Pangan” ini, kebutuhan pangan berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk, oleh karena itu pangan harus ditambah untuk mencukupi kebutuhan penduduk.

"Impor Pangan yang selama ini dilakukan pemerintah akan membuat penduduk lokal bersaing namun juga akan mematikan penduduk lokal bila tidak diberikan pelatihan atau dipersiapkan." katanya.

Purwanto juga mengatakan perlunya diatur ketercukupan logistik dan tercapainya stabilitas harga.

"Indonesia masih mengimpor berbagai produk misalnya garam dari Singapura, kedelai dari Amerika, susu dan daging sapi dari Australia. Ketercukupan pangan sebagaimana diamanatkan oleh UU no 18 tahun 2012 memerlukan perhatian besar dari pemerintah." kata Purwanto.

Dian Widya Nigntyas dari Universitas Brawijaya. (UQISA)
Dian Widya Nigntyas dari Universitas Brawijaya. (UQISA)

Kebijakan pemerintah Jokowi tentang mengganti makanan rapat menjadi makanan lokal adalah salah satu upaya diversifikasi pangan dan penguatan potensi lokal di daerah masing masing.

Hal itu disampaikan oleh Dian Widya Ningtyas,yang juga akademisi di Jurusan THP, FTP, Universitas Brawijaya.

Menurutnya, konsumen dan pemerintah wajib untuk memastikan keberagaman nutrisi dan kualitas, memperkuat produk lokal pangan kita serta menjaga lingkungan tetap lestari.

"Kita bisa mewujudkan swasembada pangan (beras) salah satunya dengan cara mengurangi konsumsi beras sebagai makanan pokok, dan menggantinya dengan bahan pangan lokal seperti sagu, jagung, ketela, singkong dan sumber karbohidrat yang lain"”, kata Dian.

Kebiasaan makan nasi atau belum makan kalau belum makan nasi turut andil pada tingginya kebutuhan konsumsi beras dalam negeri, padahal sumber karbohidrat lainnya juga tersedia. 

Dalam hal ini sentuhan teknologi sangat berperan misalnya dengan pengembangan produk beras analog atau produk-produk lainnya.

Upaya-upaya merubah pola konsumsi dan pengembangan program diversifikasi pangan ini tentunya memerlukan kerjasama antara pemerintah, peneliti, industri, bulog, dan konsumen serta petani itu sendiri.

Senada dengan para pembicara sebelumnya, Wenny Bekti Sunarharum yang juga akademisi di Jurusan THP, FTP, Universitas Brawijaya menyampaikan analisis SWOT permasalahan pangan yang menyangkut kebijakan, komunikasi, sumber daya, sosial budaya, lingkungan.

“Akan tetapi, perlu diingat bahwa kita masih memiliki banyak potensi yang perlu diberdayakan secara efektif dan efisien”, tegasnya.

Beberapa alternatif solusi ditawarkannya misalnya potensi “pertanian madani” yang mengaplikasikan sistem dan teknologi madani (mandiri lestari) yang ramah lingkungan, spesifik lokal, berkelanjutan, dan berbasis ekonomi kerakyatan.

Sistem dan teknologi ini telah diuji serta didiseminasikan melalui Lembaga Insan Indonesia Sejahtera (LIIS) dan jejaring madani yang dipandegani oleh Budiono serta memperoleh penghargaan “Best Practices in Food Security” dari Bappenas pada bulan Agustus 2015 lalu.

Wenny mengingatkan bahwa masalah pangan dan nutrisi adalah masalah “kita bersama”. Yang terpenting pungkasnya, dari sisi konsumen kita harus bahu membahu, mengedukasi diri sendiri dan lingkungan, lebih mengapresiasi petani sebagai produsen, mencintai komoditas pertanian dan olahan pangan Indonesia serta turut andil membantu menciptakan pasar domestik yang sehat.

Suasana Bincang Asik UQISA.
Suasana Bincang Asik UQISA.

Wenny menegaskan konsep “ilmu, amal, alam” sebagaimana motto LIIS yang berarti bahwa ilmu itu harus diamalkan secara nyata untuk membawa banyak manfaat tetapi juga tetap perlu memperhatikan lingkungan dan keseimbangan alam semesta.

Dalam diskusi tersebut juga membahas tentang usaha konsumen untuk mencukupi kebutuhan pangan dengan urban farming dan tumbuhan hidroponik.

Urban farming, atau pertanian urban, menjadi suatu tren untuk dapat mencukupi kebutuhan pribadi. Jika praktik ini dilanjutkan, hal ini dapat membantu mencukupi pangan nasional.