ABC

Pencemaran Obat di Negara Berkembang Semakin Mengkhawatirkan

Seorang pakar dari Australia mendesak negara-negara kaya untuk membantu negara-negara yang lebih miskin mengatasi resiko kontaminasi atau pencemaran obat terhadap lingkungan sekitarnya.

Dr Rai Kookana, pakar kimia lingkungan yang bekerja pada lembaga riset ternama Australia CSIRO menyatakan desakannya didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukannya yang menyimpulkan kalau negara-negara berpendapatan lebih rendah seperti China dan India memiliki resiko lebih besar menghadapi ancaman pencemaran air bawah tanah, tanah dan sungai dari bahan-bahan kimia pembuat obat dibandingkan negara berpendapatan lebih tinggi. 
 
Ini merupakan studi pertama yang membandingkan resiko pencemaran obat-obatan, termasuk obat antibiotik, anti inflamasi dan anti depresi di negara berpendapatan rendah dan negara berpendapatan tinggi di seluruh dunia.
 
Kookana dan koleganya mengumpulkan data seperti faktor demografi, produksi dan konsumsi obat-obatan serta kualitas limbah dan sistem limbah air untuk mengakses resiko potensi dari perusahaan obat di 17 negara.
 
Menurut Kookana sistem saluran air limbah dan limbah yang buruk menjadi faktor utama  yang sering berkontribusi pada tercemarnya lingkunngan dengan zat-zat kimia dalam obat-obatan di negara-negara berpendapatan lebih rendah.
 
"Sejarahnya, ketika obat-obatan dilemparkan ke pasar, jarang orang yang menyoroti dampak obat terhadap lingkungan, padahal sudah sangat jelas kalau pada akhirnya nanti obat juga akan sampai ke lingkungan melalui jaringan pembuangan limbah yang ada,"
 
Titik yang sering menjadi pintu masuk pencemaran obat adalah fasilitas di pabrik obat yang belakangan berkembang tren banyak dipindahkan ke negara-negara miskin demi menekan biaya produksi dengan upah buruh yang lebih murah.
 
"Kami menemukan bukti kalau limbah dari pabrik obat di China dan India ternyata mengandung konsentrasi tinggi dari zat antibiotik dan obat-obatan lain termasuk antidepresan dan NSAID (obat anti-inflamasi non-steroid), "kata Kookana.
 
"Sungai-sungai dan danau yang menerima limbah ini diketahui juga telah tercemar dengan zat kimia dari obat-obatan tersebut."
 
Dia mengatakan studi di  Swedia pada  2007 menemukan konsentrasi obat di sebuah sungai yang berdekatan dengan salah satu kawasan yang menjadi pusat pembuatan obat yang kandungannya melebihi tingkat terapeutik atau batas penggunaan yang dibolehkan untuk  manusia.
 
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa beberapa obat-obatan yang dikenal dapat bertahan di lingkungan ternyata juga ikut berdampak pada hewan, kata Kookana.
 
Sebagai contoh, sebuah makalah di Nature 2004 menyalahkan kecelakaan dalam jumlah burung bangkai di anak benua India polusi dari diklofenak obat anti-inflamasi.
 
Sementara dalam riset sebelumnya telah menunjukkan bahwa beberapa obat-obatan yang dikenal dapat  bertahan lama dalam lingkungan juga terbukti mempengaruhi hewan, kata Kookana.
 
Sebagai contoh, sebuah makalah di Jurnal Nature 2004 menyebut polusi obat anti depresain – diklofenak bertanggung jawab atas merosotnya populasi burung bangkai di kawasan tersebut.
 
"Ada juga beberapa bukti bahwa obat antidepresan seperti fluoxetine dapat menyebabkan sejumlah perilaku pada ikan, kutu air dan burung," tambahnya.
 
Dalam penelitian ini juga ditemukan bukti obat penstabil emosi dan obat anti -epilepsi banyak diserap tumbuhan di sekitar pabrik.
 
Kookana mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk lebih banyak mengumpulkan data mengenai pengaruh polusi tersebut di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
 
Saat ini hampir 60 persen obat generik dunia diproduksi di Cina dan India, karenanya kata Kookana negara maju bertanggung jawab untuk membantu negara-negara berkembang memiliki pemahaman lebih baik mengenai bahaya dari pencemaran obat-obatan ini.
Menurut Kookana, Australia sendiri relatif rendah potensi resiko pencemaran obatnya, namun demikian populasi penduduk di Australia juga terus meningkat dan karenanya ketergantungan kepada obat-obatan juga semakin meningkat.
 
Pemerintah Australia sendiri sudah memiliki program pengumpulan dan pemusnahan obat-obatan yang tidak diingingkan atau sudah kadaluarsa untuk menghentikan polusi obat dari sumbernya langsung.
 
Namun menurut Kookana Australia perlu mencontoh Eropa dengan meminta pihak produsen obat lebih memperhatikan dampak lingkungan dari obat-obatan yang mereka produksi.