ABC

Penangkap Buaya Australia Belum Menyerah Selamatkan “Bos Besar” Sungai Palu

Penangkap buaya dan satwa liar dari Australia Utara Matt Wright menyebut buaya yang lehernya dililit ban di Sungai Palu sebagai “bos besar” dan mereka akan kembali ke Indonesia bulan Mei untuk membantu buaya tersebut bebas.

Matt bersama rekannya Chris Wilson, dibantu tim dari BKSDA dan Departemen Kehutanan, telah berusaha menangkap si “bos besar” sepanjang empat meter, meski usahanya gagal.

Padahal, ban yang menjerat lehernya dikhawatirkan akan membahayakan nyawa buaya tersebut.

Setelah upaya pertamanya gagal, Matt yang juga berprofesi sebagai presenter televisi untuk tayangan satwa liar telah kembali ke Australia.

Akhir Januari lalu, ia dan Chris menjawab panggilan dari Sulawesi Tengah untuk membebaskan buaya ini dari ban yang sudah menjerat lehernya selama 3 tahun lebih.

Dengan pertambahan berat badan dan mendekati usia yang semakin tua, dikhawatirkan ban itu akan semakin mencekik leher buaya sampai mati. Mereka berharap jeratan ini bisa dilepaskan segera.

“Dia tampak bahagia, gemuk, sehat, dan memiliki sumber makanan yang banyak,” ujar Matt.

“Tapi paling lambat tahun ini kami berharap bisa menangkapnya,” katanya.

A group of men surround an inflatable boat, water behind them and a mountain in the background.
Matt Wright (keempat dari kanan) bersama tim penangkap buaya di Palu.

Instagram: Matt Wright

Upaya pertama menangkap si “bos besar” dilakukan dengan menggunakan perangkap baja, drone, bahkan umpan bebek hidup. Tapi sampai sekian lama, buaya itu tetap tak bisa ditangkap.

“Kami mengakhiri usaha tahap pertama ini,” ujar Haruna dari BKSDA. Namun dia menegaskan akan ada tahap kedua pada bulan Mei.

“Jika kami terus memburunya, buaya itu akan lebih stres dan menjadi agresif, sehingga menimbulkan risiko lebih besar bagi warga di sekitar sungai,” jelasnya.

Aksi penangkapan jadi tontonan warga

Salah satu kemungkinan mengapa upaya ini gagal adalah warga setempat yang menjejali tepian sungai Palu, baik siang dan malam, dengan maksud menonton usaha penangkapan.

Awalnya pihak berwenang di Sulawesi Tengah telah membuat sayembara terbuka bagi mereka yang bisa membebaskan buaya dari jeratan ban motor di lehernya.

Siapa saja yang berhasil menangkap buaya itu dan membebaskannya dari jeratan ban akan mendapatkan hadiah uang.

Belakangan pihak berwenang menyadari bahwa sayembara itu merupakan kekeliruan fatal karena berpotensi mendatangkan bahaya bagi para amatiran yang oportunis.

Tapi Matt dan Chris mengatakan kedatangan mereka bukan untuk mengejar imbalan apa pun.

Mereka meninggalkan Kota Darwin menuju Palu, dengan transit di Jakarta, dengan biaya sendiri.

Namun maraknya perhatian publik dan media turut menggagalkan misi penyelamatan pertama. Pasalnya, setiap tim penyelamat beraksi banyak disaksikan dan dikerumuni warga di sepanjang tepi sungai. Mereka juga bertepuk tangan dan riuh dengan memberikan komentar.

Di tengah hiruk-pikuk itu, “bos besar” yang menurut Matt cukup “cerdik” ini, tiba-tiba menghilang. Kemungkinan dia bergerak ke hilir sungai, menjauh dari lubang favoritnya yang telah dipasang perangkap.

Dalam masa dua bulan hingga upaya penangkapan tahap kedua dilakukan kembali bulan Mei nanti, Matt telah meminta rekan-rekannya di BKSDA untuk memantau kebiasaan si buaya.

Menurut Matt, buaya ini perlu diberi waktu untuk membangun kembali kepercayaan pada tim saat mendekatinya.

“Dia agak waspada sekarang. Yang terpenting jangan sampai ada yang mencoba menangkapnya saat ini,” tegas Matt.

Sekembalinya di Australia, Matt yang juga seorang pengusaha pariwisata, berencana untuk mempraktikkan teknik penangkapannya menggunakan tombak, drone dan alat pancing yang rumit.

“Saya memiliki beberapa buaya di Australia. Jadi saya ingin mencoba metode baru ini di sana dan kembali untuk menggunakannya di sini,” jelas Matt.

Matt kini meluncurkan penggalangan dana melalui website GoFundMe untuk membantu perjalanannya kembali ke Palu dan menyelamatkan si “bos besar” dari jeratan ban motor di lehernya.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.