ABC

Penampilan Ana Muslim: Tak Semua yang Ikut 212 Ingin ‘Gulingkan Pemerintah’

Angga Wedhaswara, seniman asal Bandung, menampilkan hasil karyanya di Mapping Melbourne 2019, yang awalnya adalah sebuah pernyataan yang diekspresikannya dalam aksi unjuk rasa 212 di Jakarta tahun 2018.

Saat itu Angga hanya membentangkan sebuah bendera hitam dengan tulisan Arab dan selintas mirip dengan bendera yang digunakan kelompok ISIS.

“Muslim Dzimmi”, tulisan bendera tersebut, merujuk pada sikap Angga sebagai seorang Muslim yang tinggal dengan merdeka dan damai dalam sebuah negara yang tidak berlandaskan hukum Islam.

Istilah ‘Dzimmi’ sendiri dalam pengertian sebenarnya adalah kelompok non-Muslim yang dibiarkan dan dilindungi haknya oleh negara dengan syariah Islam, seperti di era kekhalifahan Nabi Muhammad dan Ottoman.

Kepada ABC Indonesia, Angga mengaku pernah datang ke aksi 212 di tahun 2016 dan reuni 212 pada awal Desember tahun lalu.

Anda bisa menonton penampilan ‘Ana Muslim’ lewat video berikut ini.

‘Tak mendukung Prabowo’

Angga Weshaswara
Kaos bertuliskan 'Muslim Dzimmi' ingin menunjukkan jati diri Angga sebagai Muslim di negara dengan hukum bukan syariah.

Foto: ABC News, Erwin Renaldi

2 Desember 2016, ratusan ribu umat Muslim menggelar aksi di Monas, Jakarta, menuntut agar Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok, diadili dan ditangkap karena telah dianggap telah melakukan penistaan agama.

Reuni aksi 212 digelar di tahun-tahun berikutnya dan sejumlah pihak telah menganggapnya sebagai ajang menujukkan dukungan politik bagi Prabowo Subianto yang saat itu menjadi lawan Joko Widodo dalam pemilihan presiden.

Di lain pihak, mereka yang berpartisipasi, termasuk yang secara terang-terangan mendukungnya, telah dianggap sebagai Muslim yang “konservatif” atau “radikal”.

“Kalau misalnya di tahun 2018, pernyataan politik 212 seakan-akan mendukung Prabowo, misalnya, saya enggak dukung Prabowo untuk jadi presiden,” tegas Angga kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.

Tak Semua Muslim radikal

Angga menampilkan karyanya ‘Ana Muslim’ atau ‘Saya Muslim’ sebagai bagian dari festival seni ‘Mapping Melbourne’, hasil kerjasama Project 11 dan University of Melbourne, yang digelar di kampus University of Melbourne (04/12/2019).

Inti dari penampilannya adalah mencuci bendera yang pernah ia bawa ke acara reuni 212, kaos hitam bertuliskan ‘Muslim Dzimmi’, celana hitam, dan sepatunya dengan cairan pemutih.

Menurutnya, mengubah warna menjadi putih bisa memiliki banyak arti, salah satunya adalah Muslim tidak harus selalu diartikan “hitam di atas putih”.

Di tengah proses pencucian, ia juga melakukan percakapan dan berinteraksi dengan penonton.

Angga mendatangi kursi penontonnya satu persatu dan memberikan cap dengan lambang bertuliskan ‘Anshar’ di tangan mereka.

“Saya datang ke sini sebagai pendatang, apakah Anda bersedia menjadi Anshar saya?” tanyanya kepada penonton.

Angga Mencuci
Karya seni Angga menampilkan adegan mencuci kaos berwarna hitam dengan pemutih

Foto: Project 11 / Mapping Melbourne

Warga Anshar adalah kelompok masyarakat di kota Madinah yang menerima dan melindungi Nabi Muhammad, saat ia harus meninggalkan kota Makkah setelah mendapat ancaman dari suku pagan Quraisy, yang saat itu menolak konsep bertuhan satu.

Angga juga mengatakan jika kedatangannya ke Australia mengikuti peraturan yang berlaku dan ia tidak akan melakukan sesuatu yang melanggar hukum.

“[Penampilan ini], bagian dari ikhtiar saya untuk memperkenalkan kepada dunia, kepada siapa pun, bahwa Islam itu tidak semengerikan yang kita pikir.”

Angga mengatakan radikal bisa terjadi di banyak aliran agama, pemikiran, dan ideologi, bahkan menurutnya, sejumlah “kelompok Pancasila pun ada yang radikal”.

Ia berharap pemerintah bisa merangkul semua kelompok, tidak hanya memusatkan perhatian pada satu kelompok saja yang dianggap radikal.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia