ABC

Pemulangan Warga Rohingya Ke Myanmar Dianggap Belum Aman

Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Mike Pence, telah mengkonfrontasi pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, di KTT ASEAN.

Ia menanyai Suu Kyi secara langsung tentang apa yang dilakukan Myanmar untuk mengejar pertanggung jawaban mereka yang terlibat dalam penganiayaan etnis minoritas Rohingya di negara Asia Tenggara itu.

Poin Utama Rohingya

Poin utama:

• Wakil Presiden AS Mike Pence memberi tahu Aung San Suu Kyi, warga Amerika ingin tahu apa yang terjadi dengan situasi Rohingya

• Repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh ke Myanmar dimaksudkan untuk dimulai Kamis (15/11/2018)

• UNHCR menyerukan penghentian proses itu, mengatakan mereka belum aman untuk kembali

Ratusan ribu orang Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar sejak Agustus 2017.

“Ini adalah tragedi yang menyentuh hati jutaan orang Amerika,” kata Pence.

Sebuah misi pencari fakta independen yang didirikan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB menjelaskan kejahatan terhadap etnis minoritas itu termasuk pembunuhan, perkosaan, penganiayaan dan perbudakan.

“Kekerasan dan penganiayaan oleh militer dan warga yang mengakibatkan 700.000 Rohingya melarikan diri ke Bangladesh tanpa alasan,” kata Pence kepada para pemimpin yang berkumpul.

Wakil Presiden Pence mengatakan ia juga ingin mendengar tentang pemulangan orang-orang Rohingya yang melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh, yang diperkirakan akan dimulai Kamis (15/11/2018), meskipun ada kekhawatiran bahwa masih belum aman bagi mereka untuk kembali.

Sudut pandang berbeda

Aung San Suu Kyi, yang telah menghadapi kritik luas atas penanganannya atas situasi Rohingya, mengatakan kepada Mike Pence bahwa ia menyambut baik pembicaraan lebih lanjut.

“Tentu saja, masyarakat memiliki sudut pandang yang berbeda, tetapi intinya adalah bahwa kita harus bertukar pandangan dan belajar untuk memahami satu sama lain dengan lebih baik,” jawabnya.

“Dan kami menyambut semua teman untuk membantu kami dan mendukung kami dalam segala hal yang kami lakukan untuk membuat negara kami menjadi tempat yang lebih aman dan lebih sejahtera bagi semua orang.”

Pemulangan pengungsi Rohingya dari kamp-kamp di Bangladesh ke Myanmar bersifat sukarela, tetapi PBB mengatakan keluarga yang mereka ajak bicara tidak ingin dikirim kembali.

“Keluarga di kamp ketakutan, banyak dari mereka telah melarikan diri dari rumah mereka sendiri untuk menghindari kesepakatan repatriasi ini,” kata manajer advokasi Asia Pasifik Amnesty International, Francisco Bencosme.

Pemulangan pengungsi Rohingya ke Myanmar
Pemulangan pengungsi Rohingya ke Myanmar dimaksudkan bersifat sukarela, tetapi Amnesty International mengatakan orang-orang itu tidak diajak berkonsultasi.

Reuters: Mohammad Ponir Hossain

Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet, menyerukan penghentian proses tersebut, mengatakan hal itu “menyebabkan teror dan panik” di dalam kamp di Cox’s Bazar.

“Jika kami mendapatkan hak kami, kami dengan senang hati akan kembali, kami bisa pindah sekarang,” kata seorang pengungsi yang tinggal di salah satu kamp kepada media.

Bencosme mengatakan bahwa seluruh proses ini tidak memiliki transparansi.

“Dari semua yang kami dengar, Rohingya tidak diajak konsultasi sehubungan dengan kesepakatan repatriasi ini,” katanya.

Keluarga pengungsi harus diserahkan ke perbatasan Ghumdhum dekat kamp di Cox's Bazar.
Keluarga pengungsi harus diserahkan ke perbatasan Ghumdhum dekat kamp di Cox's Bazar.

Reuters: Mohammad Ponir Hossain

Volker Turk, Asisten Komisaris Tinggi PBB untuk Perlindungan mengatakan sangat penting bahwa pengungsi Rohingya bisa membuat pilihan yang bebas dan terinformasi tentang apakah mereka ingin kembali ke Myanmar.

“Kita belum sampai ke sana. Kita belum bisa memverifikasi kesediaan orang-orang untuk kembali,” katanya.

Volker mengatakan, masih ada sekitar 125.000 warga Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsi internal di negara bagian Rakhine, Myanmar, tempat para pengungsi akan dipulangkan.

“Akan lebih baik bahwa mereka ini adalah yang pertama yang bisa kembali ke rumah, bahwa kebebasan bergerak mereka tak dibatasi, bahwa mereka bisa memperoleh dokumen, dan bahwa mereka melanjutkan hidup mereka.”

“Tapi bukan begitu kenyataannya sekarang ini,” katanya.

Volker mengatakan Pemerintah Myanmar diharapkan untuk bekerja menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk memulangkan, “tetapi kemajuannya sangat lambat.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.