Pemudi Australia Ini Terkesan dengan Program Untuk Membantu Pemuda di NTB
Sam Howard asal Australia mengunjungi rekannya Yani Aryanto di Nusa Tenggara Barat untuk melihat program yang dijalankan Yani untuk mencegah anak muda dari resiko terlibat dalam tindak kekerasan di jalanan. Sam pun mengaku terkesan.
Dua tahun setelah menyelesaikan Program Pertukaran Pemuda Australia-Indonesia, atau Australian Indonesian Youth Exchange Program di tahun 2013 – 2014, saya memutuskan untuk mengunjungi rekan saya Yani Aryanto yang tinggal di Sumbawa.
Yani tepatnya tinggal di kabupaten Dompu. Sejak selesai mengikuti program pertukaran pemuda, ia telah mengisi waktu luangnya untuk aktif di yayasan bernama 'We SAVE'.
SAVE memiliki kepanjangan dari Social and Volunteer Education, sebuah organisasi non-profit yang menyediakan kesempatan bagi anak-anak muda untuk mendapatkan pendidikan dan pembelajaran rekreasi. Organisasi ini ingin mencoba mencegah penggunaan narkoba dan kekerasan di kalangan anak muda, salah satunya dengan memotivasi mereka untuk belajar bahasa Inggris.
Anak-anak muda mendapatkan pelajaran bahasa Inggris dan pengelolaan lingkungan. Foto: Sam Howard.Organisasi ini didirikan oleh Yani dan rekannya, Agus Setiawan pada Oktober 2014 lalu. Awalnya hanya ada 6 murid yang berpartisipasi. Kini, sudah ada 600 murid dengan 20 tenaga pengajar. Anak-anak muda dapat berpartisipasi dalam kelas bahasa Inggris secara gratis, serta kegiatan pengelolaan sampah yang akan memberdayakan dan mempersiapkan mereka dalam kehidupan bermasyarakat, juga keberhasilan dalam hidup mereka.
We SAVE telah memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak-anak muda yang berisiko terlibat dalam tindak kekerasan di jalanan.
Saat We SAVE mencoba mengubah kehidupan banyak anak-anak muda, sejumlah masalah masih terjadi dalam masyarakat. Penyalahgunaan obat sangat lazim ditemukan di Dompu. Mereka menjual dan mengkonsumsi obat yang seharusnya hanya didapatkan oleh resep mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan serotonin. Obat-obatan ini memiliki efek samping termasuk kejang, penurunan kewaspadaan, kecanduan dan depresi.
Suati pagi, saya dan Yani berada di taman dan melihat ada seorang pria membawa tas bahu dengan isinya penuh dengan pedang samurai.
Yani menjelaskan kepada saya bahwa pria tersebut menjual samurai untuk kepada kelompok atau geng jalanan. Menurut saya, dengan kemudahan akses untuk mendapatkan senjata dan obat-obatan terlarang membuat We SAVE menjadi sebuat aset yang penting bagi masyarakat.
Para pekerja dan staf di We SAVE secara sukarela menyumbangkan waktunya setiap hari dalam sepekan untuk mengajar ratusan anak-anak muda. Saya juga berkesempatan bertemu beberapa murid-murid Yani. Saya juga pernah diundang untuk melihat inspirasi dan dedikasi murid-murid dalam belajar bahasa Inggris dan motivasi untuk berjuang demi kehidupan mereka yang hebat kelak.
Kebanyakan dari anak-anak muda adalah yatim piatu. Foto: Sam Howard.Saat disana saya juga pernah bertemu dengan sekelompok anak yatim piatu, yang tanpa bergabung organisasi ini, mereka tak akan memiliki kesempatan untuk belajar. Saya sempat terpukul saat bertanya seorang anak perempuan yatim piatu berapa usianya, dan ia menjawab tidak tahu. Sangat beruntung sekali organisasi ini telah memberikan anak yatim piatu untuk kemudian memiliki keluarga yang penuh kasih.
Pernah juga di satu hari Minggu, saya diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam 'Hari Kebersihan' dan saya menyaksikan bagaimana mereka telah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memperbaiki pengelolaan sampah.
Pengalaman mengunjungi desa dimana Yani tinggal telah mengubah hidup. Saya merasa bersyukur menjadi bagian dari itu. Saya yakin akan ketemu lagi dengan teman-teman baru di Dompu suatu hari nanti.
*Tulisan ini adalah hasil pemikiran dan pendapat pribadi. Samantha Howard, lulusan Universitas Monash di Melbourne. Ia pernah mengikuti program ACICIS di Yogyakarta dan AIYEP di tahun 2014. Kini ia bekerja bersama organisai non-profit World Vision di Australia.