ABC

Pemerintah Australia Mungkin Akan Serahkan Veronica Koman ke Interpol

Pemerintah Australia mungkin saja akan menyerahkan Veronica Koman yang kini diperkirakan berada di Sydney jika ada permintaan dari Pemerintah Indonesia. Prosedur ini bisa terjadi jika Indonesia menerbitkan “red notice” ke Interpol.

Media The Guardian hari Rabu (18/9/2019) melaporkan bahwa pihak berwajib Australia tampaknya menolak untuk mengesampingkan penyerahan Veronica yang kini dijadikan tersangka dalam kasus Papua.

Veronica merupakan pengacara HAM asal Indonesia yang kini tinggal di Australia, dan sedang diburu oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena aktif mengadvokasi kasus Papua termasuk menyebarkan bukti-bukti kekerasan terhadap rakyat Papua oleh aparat.

Polisi menyebut informasi yang disebar Veronica sebagai hoaks serta menuduhnya menerima aliran dana untuk memprovokasi kasus Papua.

Postingan-postingan Veronica selama ini menjadi sumber informasi terpercaya yang dibanyak dikutip lembaga pemberitaan asing, termasuk ABC Australia, karena berisi laporan saksi mata, foto-foto dan video aksi demo yang terjadi di Papua dan kota-kota lainnya di Indonesia.

Pasal-pasal pidana yang dituduhkan polisi ke Veronica mengandung ancaman hukuman penjara hingga enam tahun jika dinyatakan bersalah di pengadilan.

Kepada ABC Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Frans Barung Mangera mengatakan jika Veronica tidak melapor ke polisi pada hari Rabu (18/9/2019) ini, maka pihaknya akan menerbitkan “red notice” melalui Interpol untuk penangkapannya.

“Tidak ada intimidasi, yang ada penegakkan hukum secara profesional melalui gelar kerjasama internasional melalui Kemenlu dan jalur polisi internasional,” ujar Kombes Frans Barung Mangera.

Pihak berwajib Indonesia

Sementara itu, pihak Departemen Luar Negeri Australia (DFAT) yang dihubungi secara terpisah menyatakan persoalan ini bukan di wilayah mereka, dengan jurubicaranya mengatakan masalah ini ada di ranah Kepolisian Federal Australia (AFP).

Seorang jurubicara AFP menjelaskan, “Setiap pertanyaan tentang permasalahan ini harus ditujukan ke pihak berwajib Indonesia.”

Dalam rilis yang disampaikan beberapa waktu lalu, Veronica mengatakan adanya “kampanye pemerintah Indonesia yang ingin membuat saya diam”.

Dia menyebut adanya intimidasi polisi terhadap keluarganya di Jakarta serta ancaman untuk mencabut paspor dan memblokir rekening banknya.

“Selama bertahun-tahun, Pemerintah Indonesia menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk mengobarkan propaganda daripada menyelidiki dan mengakhiri pelanggaran HAM di Papua,” katanya.

Sistem “red notice” Interpol seringkali disalahgunakan oleh rezim otoriter untuk mengejar para pembangkang atau lawan politik pemerintah yang telah meninggalkan negara itu.

Padahal sistem ini seharusnya digunakan untuk mencari dan menangkap orang-orang yang dicari yang akan dituntut atau menjalani hukuman.

Menurut catatan saat ini ada sekitar 58.000 red notice di seluruh dunia, dan hanya sekitar 7.000 yang dipublikasikan.

Pasal 3 konstitusi Interpol jelas-jelas melarang lembaga itu melakukan “segala intervensi atau kegiatan yang bersifat politik, militer, agama atau ras”.

Sebelumnya Indonesia pernah mengeluarkan red notice untuk pemimpin gerakan Papua merdeka Benny Wenda pada 2011 namun terpaksa mencabutnya pada tahun 2012 karena terbukti bermotivasi politik, dan tidak berdasarkan pertimbangan pelanggaran kriminal.

Sementara itu, kelompok Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) mengatakan akanĀ melanjutkan perjuangan mereka untuk merdeka dengan membawanya ke tingkat PBB.

ABC/The Guardian