ABC

Pembuatan Paspor RI Sistem Baru di Australia Belum Alami Kendala

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney melakukan pelayanan keimigrasian dengan mendatangi warga Indonesia yang berada di Newcastle, hari Minggu (16/07/2017).

Layanan yang disebut KJRI Sydney sebagai ‘upaya jemput bola’ ini, sekaligus mencoba layanan SIMKIM mobile untuk membantu warga Indonesia yang hendak membuat atau memperpanjang paspor, namun tidak tinggal di kota Sydney.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah di tahun 2013, seiring dengan pemanfaatan teknologi, seluruh pembuatan paspor dan visa kini dilakukan dengan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian, atau SIMKIM.

Disebutkan dalam sebuah pengumuman soal SIMKIM oleh KJRI Sydney, bulan Mei lalu, lewat sistem ini, data-data dari warga negara Indonesia yang hendak membuat paspor atau data-data warga negara asing untuk pengajuan visa Indonesia yang lebih terintegrasi dan terkoneksi.

Namun, dengan penerapan sistem baru ini, warga diharuskan datang langsung ke kantor perwakilannya, sehingga tidak bisa lagi mengirimkan permohonannya lewat pos.

Dari beberapa laporan di media di Indonesia disebutkan penerapan SIMKIM di beberapa kantor perwakilan RI, seperti di Kuala Lumpur dan Hong Kong, mengalami beberapa kendala, baik secara teknis seperti server yang lambat serta sistem komputer yang tidak responsif.

Bahkan pernah beredar sejumlah foto yang memperlihatkan antrian panjang para pemohon karena kapasitas kantor perwakilan yang tidak terlalu luas.

“Pemberlakuan SIMKIM dilakukan serempak di Australia pada awal Juni 2017 dan hingga saat ini KJRI Sydney belum mengalami kendala,” ujar Hermanus Dimara, Konsul Informasi, Sosial, dan Budaya dari KJRI Sydney.

Saat ditanya apakah ada pembatasan soal penerbitan paspor per harinya, yang menjadi salah satu alasan mengapa pelayanan sistem baru ini terkesan tersendat, Hermanus mengatakan sistem kuota diberlakukan untuk memberikan kepastian kepada para pemohon.

“Penerapan SIMKIM, baik di Jakarta maupun di seluruh perwakilan RI di luar negeri memiliki kuota karena untuk memastikan pelayanan kepada warga [sesuai] pada hari dan jam yang tertera di reservasi online,” katanya kepada Erwin Renaldi dari ABC.

KJRI Sydney, yang menaungi warga Indonesia di New South Wales, Australia Selatan dan Queensland sadar akan tantangan melayani warga yang tinggal di daerah-daerah terpencil di tiga negara bagian.

Karenanya mereka membuka layanan dimana perwakilan KJRI datang ke wilayah di luar kota Sydney.

“Secara prinsip, KJRI akan memenuhi permintaan pelayanan dari warga di wilayah-wilayah yang jauh. Namun warga yang meminta perlu memastikan jumlah warga yang memadai, dan adanya ketersediaan infrastuktur internet, karena sistemnya [langsung] online dengan Jakarta, dan backdrop warna putih untuk pengambilan foto,” ujar Hermanus.

“Jadi warga bisa memilih untuk secara sendiri-sendiri ke KJRI [Sydney] atau saling berkoordinasi dengan sesama warga untuk memastikan jumlah yang memadai, sebelum mengundang KJRI untuk datang memberikan pelayanan dengan SIMKIM mobile.”

Suasana saat tim KJRI Sydney melakukan SIMKIM mobile
Suasana saat tim KJRI Sydney melakukan SIMKIM mobile

Foto: KJRI Sydney

Apakah sistem baru lebih efektif?

Sementara itu, KJRI Melbourne mengatakan belum menerapkan SIMKIM, namun akan segera memberlakukannya.

“Kami telah menguji servernya, sudah melatih orangnya, namun ada beberapa hal teknis yang baru selesai diperbaiki, sehingga bisa memberlakukannya dalam waktu dekat,” ujar Umbara Setiawan, Konsul Protokol dan Kekonsuleran di Melbourne.

Menurut penjelasan Umbara, saat ini rata-rata KJRI Melbourne mengeluarkan lebih dari 20 paspor sehari, termasuk dari mereka yang mengajukan permohonan lewat pos. Kedepannya mereka akan diwajibkan datang langsung ke KJRI Melbourne.

Sistem ini diakui pemerintah lebih mudah dan efektif, karena tinggal memasukan data secara online.

“Pemohon datang ke kantor perwakilan, kemudian difoto, diminta sidik jari, lalu kita input semua data, kemudian mengirimkannya langsung secara online ke Jakarta,” jelas Umbara.

Namun dengan menggunakan perangkat teknologi, seperti software serta ketergantungan pada server, membuat sistem ini tidak lepas dari kendala.

Seperti yang dialami oleh KJRI Perth, yang kini terpaksa menghentikan sementara pelayanan pembuatan paspor dengan sistem baru tersebut.

“Sementara ini kami kembali ke sistem manual, karena masih ada beberapa kendala teknis yang harus diperbaiki,” ujar Konsul Jenderal Ade Padmo Sarwono.

Terlepas dari apakah sistem ini bertujuan untuk mempermudah atau mempercepat proses pembuatan paspor, namun sistem ini diperkenalkan untuk alasan keamanan, seperti yang diamanatkan undang-undang imigrasi.

“Salah satu pertimbangannya [dari sistem ini] adalah keamanan, di mana melalui sistem ini pemalsuan dokumenter perjalanan dicegah,” ujar Hermanus dari KJRI Sydney.

Hal senada pun dikatakan oleh Umbara.

“Pada dasarnya [sistem] ini adalah keamanan. Jadi, kalau ada orang yang sudah pernah membuat paspor Indonesia dengan beda nama, lalu ketahuan, maka otomatis pengajuannya akan ditolak,” ujar Umbara.

Tidak ada perwakilan Indonesia di Australia yang keberatan dengan penerapan sistem baru ini.

“Hanya saja harus meningkatkan infrastruktur yang kita miliki. Bisa dibayangkan ada 132 perwakilan negara Indonesia di dunia, masing-masing memasukan pengajuan satu paspor secara bersamaan ke Jakarta dalam waktu satu menit,” tambah Konsul Ade.