Pelaku KDRT Di Tasmania Dipasangi Gelang GPS Real Time
Negara bagian Tasmania, Australia mulai hari ini mengujicobakan pemasangan gelang pelacak berbasis GPS bagi mereka yang terlibat dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sistem ini akan memonitor pergerakan pelaku KDRT secara seketika atau real time.
Seorang pria asal Kota Bridgewater, Tasmania yang berusia 20 tahun telah menjadi orang pertama di negara bagian itu yang dipasangi gelang kaki yang akan memantau gerakannya secara real time.
Dua orang lagi yang dicurigai melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serius atau berulang minggu lalu juga telah diperintahkan oleh pengadilan untuk memakai gelang kaki, yang melacak pergerakanan mereka dengan menggunakan teknologi Global Possisioning atau GPS.
Alat pelacak itu merupakan bagian dari uji coba selama 18 bulan yang dimulai di kota Hobart bulan ini yang bertujuan untuk mengurangi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Diperkirakan hingga 100 alat pelacak akan dioperasikan pada akhir persidangan.
“Pelaku kekerasan keluarga pada akhirnya bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh perilaku kriminal mereka. Polisi Tasmania terus menahan para pelaku itu dan itulah yang kami fokuskan saat ini,” kata Asisten Komisaris Richard Cowling.
"Teknologi ini membuka jalan untuk terciptanya perbedaan bagi kehidupan manusia dan mengurangi insiden kekerasan dalam rumah tangga serta meningkatkan keselamatan para korban."
Menteri Kepolisian Michael Ferguson mengatakan pemerintah Tasmania dan Federal telah mengalokasikan anggaran lebih dari $ 2,5 juta untuk percobaan penggunaan pelacak pada mereka yang dicurigai melakukan kekerasan keluarga yang serius atau berulang selama 18 bulan.
Di bawah undang-undang yang diberlakukan di Tasmania tahun lalu, polisi dapat mengajukan permohonan ke pengadilan agar pelacak dipasang sebagai perintah persyaratan dalam kasus KDRT.
Dan untuk pertama kalinya di Australia, orang tidak perlu divonis, atau bahkan dikenakan tuduhan terkait kasus KDRT dahulu untuk bisa dipasangi alat pelacak ini.
Di bawah uji coba di Tasmania ini juga, korban akan dapat memilih untuk dipasangi alat pelacak juga yang akan mengingatkan polisi jika mereka berada di sekitar pelaku KDRT, namun mereka tidak akan dapat memantau lokasi pelaku.
“Persidangan akan menentukan selama 18 bulan ke depan apakah teknologi semacam ini dapat menghadirkan perbedaan signifikan bagi kasus KDRT di negara bagian ini dan apakah alat itu dapat membuat perbedaan bagi kehidupan masyarakat,” kata Ferguson.
"Kekerasan terhadap siapa pun sama sekali tidak dapat diterima dalam bentuk apa pun … itu merusak kesehatan fisik dan mental orang-orang yang mengalaminya dan memiliki dampak negatif jangka pendek dan panjang yang signifikan pada anak-anak, kita tahu itu."
Kemampuan alat pelacak real time berbasis GPS ini untuk mengatasi topografi Tasmania yang terdiri dari perbukitan, lembah dan bentangan akan menjadi sorotan selama uji coba ini.
Sementara itu Presiden Masyarakat Hukum, Evan Hughes mengatakan penerapan alat pelacak itu telah menimbulkan sejumlah kekhawatiran tentang memperlakukan tersangka secara efektif sebagai seseorang yang bersalah atas kejahatan bahkan sebelum mereka disidangkan di pengadilan.
Namun dia mengatakan hak dari para pelaku yang masih berstatus terduga harus diimbangi dengan hak dan keselamatan korban dan bahwa dalam beberapa kasus pilihan pelacak dapat berarti bahwa pelaku yang diduga dapat dibebaskan dengan jaminan, di mana mereka biasanya harus disimpan di balik jeruji.
Spanyol dan Portugal telah mengujicobakan teknologi serupa dan New South Wales baru-baru ini mulai menempatkan pelacak GPS pada beberapa pelaku yang telah ada perintah kekerasan keluarga terhadap mereka setelah dibebaskan dari penjara.