ABC

Pelajar Putri Asal China Jadi Korban ‘Penculikan Virtual’ di Sydney

Seorang pelajar putri asal China berusia 18 tahun menjadi korban penipuan dan ‘penculikan virtual’. Ia telah ditemukan dalam keadaan selamat, setelah orang tuanya membayar tebusan sebesar Rp2 miliar lebih.

Penipuan Penculikan Virtual

  • Pelajar putri tinggal bersama mahasiswa pria asal China yang dikatakan pelaku sebagai pelindung
  • Tapi keduanya tidak tahu kalau telah jadi korban penipuan sampai mereka dihubungi polisi
  • Sudah terjadi delapan kasus serupa yang dilaporkan ke Polisi New South Wales tahun ini

Penipuan dilakukan menggunakan telepon dengan modus pelakunya yang berpura-pura sebagai pihak berwenang di China.

Dengan berbagai ancaman, penipu telah meyakinkan korban untuk mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia diculik dan keluarganya harus membayar uang tebusan.

Pelajar sekolah menengah tersebut dilaporkan hilang oleh teman-temannya pada tanggal 8 September.

Dia ditemukan oleh polisi tanggal 15 September di kawasan pemukiman Pyrmont di kota Sydney.

Polisi New South Wales (NSW) mengatakan pelajar ini tinggal selama delapan hari di rumah seorang pria berusia 22 tahun asal Chatswood.

Pria ini diduga juga menjadi korban, karena dia mengira sedang memberi perlindungan kepada seorang perempuan yang harus menyembunyikan identitas.

“Pria berusaia 22 tahun ini dihubungi oleh mereka yang berpura-pura menjadi polisi China dan mengatakan dia harus menemui pelajar tersebut dan membawanya ke rumahnya, karena dia saksi yang dilindungi oleh polisi China,” kata Detective Chief Superintendent Darren Bennett dari Kepolisian NSW.

Pria tersebut dan pelajar putri ini bertemu di dekat Sydney Fish Market sebelum kemudian bersama-sama menuju ke apartemen milik pria tersebut.

Selama beberapa hari si pelajar putri mengirimkan video kepada keluarganya, mengatakan dia adalah korban penculikan dan keluarganya harus membayar tebusan bagi pembebasannya.

Video dan foto yang dikirim pelajar kepada keluargnya lewat media sosial WeChat dan diambil ketika pria berusia 22 tahun tersebut sedang kuliah dan tidak mengetahui sama sekali kejadiannya.

Orang tuanya kemudian mengirim uang sebanyak $213 ribu, lebih Rp2,1 miliar ke sebuah rekening bank di Bahamas.

“Pelajar itu tidak pernah dalam keadaan bahaya. Mereka membayar tebusan lebih dari $200 ribu tanpa alasan sama sekali,” kata Superintendent Bennett.

A screenshot from CCTV footage of a girl looking at herself in an elevator mirror
Rekaman pelajar putri berusia 18 tahun sebelum dia menghilang.

Supplied: NSW Police

Penelusuran polisi mengungkapkan para penipu ini menggunakan serangkaian ancaman yang canggih untuk meyakinkan pelajar putri jika ia dalam keadaan bahaya dan cara untuk mengatasinya dengan membayar uang tebusan.

Polisi mengatakan apartemen di Chatswood kini ditetapkan menjadi lokasi kriminal, namun pria berusia 22 tahun pemilik apartemen tidak menghadapi tuduhan.

“Kami tidak bisa menemukan bukti yang menunjukkan bahwa dia bersalah dalam peristiwa ini.”

“Para penipu memiliki keterampilan dan bisa menciptakan ketakutan, sehingga orang-orang percaya jika mereka bekerja untuk pihak berwenang China.”

Baik pria berusia 22 tahun dan pelajar putri berusia 18 tahun tidak tahu jika mereka adalah korban penipuan sampai mereka dihubungi oleh polisi.

“Rincian yang kami temukan dalam penyelidikan ini sulit dipercaya, namun kita harus mengerti budaya, usia korban, serta ketakutan mereka akan dideportasi,” kata Superintendent Bennett.

Delapan kasus penculikan virtual ini sudah dilaporkan ke Polisi NSW tahun ini, dengan pelajar internasional asal China menjadi sasaran dan para penipu sudah mendapatkan uang tebusan sekitar Rp30 M.

“Saran kepada siapa saja yang menerima telepon meminta uang tebusan dengan ancaman kekerasan, silahkan abaikan saja, atau kontak dengan Konsulat China di Sydney untuk mengecek atau laporkan masalah ke Polisi NSW,” kata Superintendent Bennett.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini