ABC

Peggy Hartanto, Desainer Surabaya Berprestasi Internasional

Sejak duduk di bangku SMA, Peggy Hartanto membulatkan tekad untuk menjadi seorang perancang busana. Pernah tampil di Pekan Fesyen Australia, kini, busana karyanya telah dikenakan sejumlah selebriti mancanegara. Gerai pakaian dengan label namanya-pun menjadi ambisinya ke depan.

Ramah,bersahabat, dan murah senyum. Itulah kesan pertama yang tersirat dari sosok desainer mungil, Peggy Hartanto. Selang 5 menit pertemuan, sosok Peggy yang percaya diri dan memiliki segudang rencana masa depan-pun mulai terpancar dari raut wajahnya.

Fashion is my passion, karena sejak di SMA, saya ingin menjadi 'fashion designer', makanya saya kuliah di Australia. Setelah itupun saya beruntung bisa mengenyam pengalaman kerja di Collette Dinnigan," tukasnya mantap kepada jurnalis ABC, Nurina Savitri.

Peggy Hartanto (tengah) bersama saudara kembarnya, Petty (kiri) dan kakak kandungnya, Lydia (kanan), dalam ajang pembukaan Jakarta Fashion Week 2015. (Foto: Nurina Savitri)

Walau kesan glamor sangat lekat dengan dunia fesyen, bukan itulah alasan Peggy mantap berkarir di jalur ini.

"Industri fesyen itu sangat menggairahkan walau di sisi yang lain, sangat kompetitif pula. Karena itu, saya merasa Ini adalah jalan hidup saya, saya ingin melakukannya seumur hidup,” ujar desainer asal Surabaya ini penuh percaya diri.

Lulusan Raffles College of Design and Commerce di Sydney ini memang mengawali karirnya dengan bekerja pada desainer Australia, Collette Dinnigan. Pengalaman kerja di benua kanguru inilah yang kemudian memberinya pengalaman berharga ketika ia membangun label pakaian sendiri di Indonesia.

"Saya bekerja  dengan Collette Dinnigan selama 1,5 tahun. Disana saya diberi kesempatan untuk bekerja di bidang produksi, 'quality control', dan dari situ saya merasa bahwa industri fesyen di Australia itu sangat profesional dan tertata. Saya kemudian membawa pengalaman ini ketika merintis label di Indonesia," tutur perempuan yang memiliki saudara kembar bernama Petty ini.

Ia pun berpendapat, suatu koleksi busana hendaknya dilengkapi dengan latar belakang cerita agar satu karya ke karya lainnya saling terhubung. 

“Waktu saya belajar di Australia, saya sudah dididik untuk membuat suatu koleksi itu harus ada cerita di belakangnya, kalau tidak, koleksi itu biasa saja, tak ada yang spesial," sebutnya.

Desainer yang sempat terpikir mengambil jurusan arsitektur karena ingin meneruskan bisnis orang tuanya ini lantas mencontohkan salah satu gaun rancangannya, yang berwarna biru muda keunguan.

“Yang ini, saya terinspirasi dari gem stones (batu permata). Saya mengambil siluet dari batu agate (akik). Corak di tengahnya terinspirasi dari lapisan dalam batu agate," jelasnya.

Peggy kemudian berkomentar, "Sementara ini saya melihat, ada sebagian desainer Indonesia yang memang belum punya cerita di balik koleksinya. Menurut saya, alangkah baiknya jika koleksi mereka dilengkapi dengan cerita supaya memperkuat karya itu dan bisa bersaing dengan koleksi-koleksi dari luar."

Selain tampil di Pekan Fesyen Australia pada tahun 2010, Peggy memiliki segudang prestasi lainnya. Ia pernah menyabet juara pertama kategori anyaman di Penghargaan Fesyen Wol Australia, dianugerahi 'Asian New Generation Fashion Designer Award' oleh sebuah majalah mode di Indonesia pada tahun 2013, dan sederet predikat bergengsi lain yang diidam-idamkan insan mode. 

Peggy Hartanto berpose di samping busana rancangannya yang dipamerkan dalam ajang Jakarta Fashion Week 2015. Gaun berwarna biru muda keunguan ini terinspirasi dari batu agate atau batu akik. (Foto: Nurina Savitri)

Berani, elegan, dan minimalis, itulah definisi yang digambarkan Peggy tentang busana-busana karyanya.

Ketika ditanya mengenai asal-usul konsep busana rancangannya, desainer berusia 26 tahun ini tak menampik bahwa Australia, negeri tempatnya menimba ilmu, memiliki peranan besar.

"Saya belajar fesyen di Australia, dan saya juga mengamati mode-mode yang ada di Australia serta gaya hidup di sana, Nuansanya santai, simple dan minimalis. Dari situ terbentuk secara personal, inilah Peggy Hartanto," ceritanya kepada ABC Internasional.

Keputusan untuk menimba ilmu di Australia-pun diambilnya bukan tanpa sebab.

"Saya memilih sekolah 'fashion' di Australia karena bisa dibilang lokasinya cukup dekat. Selain itu, budayanya juga beraneka ragam, ada orang dari Eropa, Jepang, jadi tinggal di Australia itu, menurut saya, sangat menarik karena gaya hidupnya sangat berbeda dengan di Indonesia. Australia memiliki faktor-faktor yang benar-benar saya inginkan untuk membentuk kepribadian saya sebagai seorang perancang busana yang berkarakter kuat," urainya. 

Soal karya Peggy, Ketua Umum Jakarta Fashion Week 2015, Svida Alisjahbana, memiliki pendapat tersendiri.

"Peggy membuat baju yang seksi, tapi enggak murah, enggak vulgar. Ketika saya melihat perempuan memakai bajunya Peggy, maka mereka merasa percaya diri dan bangga akan tubuhnya sendiri, tanpa harus menjadi vulgar, itulah yang suka. Peggy memahami perempuan, cara dia menggambarkan tubuh seorang perempuan itu sangat indah, saya suka desainnya," puji perempuan yang juga berstatus sebagai CEO salah satu media di Indonesia ini.

Busana satin bermotif batik karya Peggy, yang dirancang berkolaborasi dengan label 'Bateeq'. (Sumber: peggyhartanto.com)

Pujian yang dilontarkan Svida agaknya tak berlebihan mengingat karya Peggy telah dikenakan sejumlah selebriti mancanegara. Sebut saja aktris Anne Heche, Judy Reyes, dan pembawa acara terkenal, Giuliana Rancic.

"Waktu pertama tampil di Jakarta Fashion Week, saya mendapatkan banyak respon dari 'fashion blogger', 'stylist' dan media. Saat itu ada 'PR agency' dari LA, mereka tertarik untuk bekerja sama dengan saya. Saat itu saya mengirimkan beberapa pieces ke US dan di sana beberapa 'stylist' melakukan peminjaman untuk aktris yang mereka kelola, agar baju tersebut dipakai oleh si klien," kenangnya.

Ia lanjut bercerita kepada ABC, "Sebelum digunakan klien mereka, baju tersebut harus melewati beberapa tahapan. Mereka memilih beberapa karya desainer, kemudian yang dipakai di red carpet adalah hasil yang sudah disetujui. Saya senang sekali waktu mereka memilih karya saya."

Walau garis rancangannya sangat moderen, Peggy tak melupakan corak tradisional Indonesia dalam beberapa karyanya.

"Beberapa bulan yang lalu saya bekerja sama dengan ritel yang dinamakan ‘Bateeq’. Kita berkolaborasi antara style dari Peggy Hartanto dan pattern dari 'Bateeq'. Dari situ kita bisa mensinergikan tema moderen dan tradisional," kemukanya tentang karya kolaborasi batik premium.

Bagi pribadi yang haus prestasi seperti Peggy, usia muda bukanlah penghalang untuk merencanakan masa depan dengan matang. 

"Lima tahun ke depan, saya harap bisa memiliki sebuah toko dengan label Peggy Hartanto di salah satu ibukota mode dunia. Saya juga berharap label Peggy Hartanto semakin banyak ditemukan di luar negeri. Selain itu, mudah-mudahan label ini juga menjadi salah satu yang terdepan di Indonesia dalam bidang fesyen," ujar perempuan berambut pendek ini seraya menggambarkan dirinya sebagai sosok yang kompetitif.