PDI-P Mulai Petakan Koalisi
Pemenang hasil perhitungan cepat Pemilu Legislatif Indonesia, PDI-P, telah memulai pemetaan mitra koalisi sebelum Pemilihan Presiden diadakan bulan Juli.
Hasil sementara menunjukkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan, atau PDI-P, mengantongi kurang dari 25% suara, jumlah minimal yang dibutuhkan untuk mengusung kandidat Presiden-Wakil Presiden dari satu partai.
Manajer kampanye nasional PDI-P, Felmy Hauzi, mengatakan, partainya kecewa akan hasil sementara ini.
“Kami sebenarnya mengharapkan kemenangan besar namun nyatanya kami hanya dapat 19%. Kami senang bisa memenangkan Pemilu namun sebenarnya kami bisa lebih baik,” harapnya.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, kemungkinan besar akan maju sebagai Calon Presiden dari partai Megawati ini, walau langkahnya akan lebih berat dari yang diperkirakan.
Dan ia harus menawarkan posisi calon Wakil Presiden kepada partai lain.
Felmy tak membantah partainya menunggu terlalu lama untuk mengkampanyekan kandidat popular mereka, Jokowi.
“Kami tak sepenuhnya sadar efek Jokowi,” ujarnya.
Pakar Indonesia dari Monash University, Professor Greg Barton, menjelaskan, para pemilih menyukai Jokowi, bukan pemimpin partainya, Megawati Sukarnoputri.
Kemungkinan bakal calon Wakil Presiden
PDI-P telah mendekati beberapa partai lain untuk menjajaki peluang koalisi.
Kandidat Calon Presiden yang dirasa pas menemani Jokowi termasuk Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian saat ini, yang berasal dari Partai Amanat Nasional, PAN.
PAN mendapatkan perolehan suaran 8% – meningkat tipis dibanding Pemilu sebelumnya.
Kemungkinan lain adalah bos media yang juga pendiri partai Nasdem, Surya Paloh.
Pengurus organisasi islam “Nahdlatul Ulama” juga didekati PDI-P.
“Kami butuh 3 atau 4 partai untuk membentuk koalisi yang kuat. Sehingga kami juga bisa berdiskusi dengan Jokowi tentang siapa yang ia kehendaki,” ucap Felmy.
Salah satu aspek yang mungkin dilupakan public Indonesia, dalam pemilu kali ini, adalah jumlah golput yang terus meningkat.
Saat Pemilu pertama pasca lengsernya Soeharto dilaksanakan pada tahun 1999, jumlah pemilih yang datang ke TPS tercatat 93%.
Tahun 2009, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya 70% dan kini tinggal 63%.