ABC

PBB Selidiki Pelanggaran HAM Para Tahanan di Australia

Sub Komite Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Pencegahan Penyiksaan akan segera memeriksa dugaan pelanggaran HAM terhadap para tahanan dalam penjara di Australia.

Sub komite mengumumkan akan mengunjungi enam negara, termasuk Australia dan Nauru, untuk melakukan inspeksi secara acak ke penjara-penjara, tahanan remaja, serta fasilitas perawatan lansia.

Kunjungan tersebut akan dilakukan setelah sebelumnya seorang bocah pribumi dengan keterbatasan intelektual ditelanjangi di dalam sel tahanan di Brisbane.

Pada Mei lalu, program Four Corners dari ABC mengungkapkan sejumlah kasus adanya anak-anak yang berusia 10 tahun ditahan dalam penjara orang dewasa selama berminggu-minggu. Seorang di antaranya ditempatkan dalam sel isolasi selama 23 hari.

Kasus lainnya, seorang remaja pribumi dengan disabilitas perkembangan saraf dan gangguan spektrum alkohol sejak janin, ditelanjangi paksa karena menolak mengenakan baju anti-bunuh diri.

Ketua Sub Komite untuk Pencegahan Penyiksaan (SPT) Sir Malcolm Evans mengatakan, insiden-insiden inilah yang akan menjadi sorotan dalam pemeriksaannya.

“Jelas hal-hal seperti itu sama sekali tidak boleh terjadi tetapi sayang sekali mereka lakukan,” kata Sir Evans.

“Kami datang bukan untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan individual, namun hal itulah yang menurut pekerjaan kami, harus kami pastikan tidak terjadi,” jelasnya.

Pemerintah Australia meratifikasi protokol opsional untuk konvensi menentang penyiksaan pada bulan Desember 2017. Konvensi dirancang untuk mencegah penganiayaan terhadap para tahanan melalui proses inspeksi.

Subcommittee on Prevention of Torture (SPT) chair Sir Malcolm Evans.
Ketua Sub Komite PBB untuk Pencegahan Penyiksaan Sir Malcolm Evans.

Supplied: University College London

Ini merupakan yang pertama kalinya Australia akan diinspeksi oleh PBB terkait dugaan penyiksaan tahanan. Para penyelidik PBB memiliki akses tak terbatas ke fasilitas mana pun di negara ini.

Tanpa pemberitahuan, penyelidik PBB dapat berbicara dengan individu mana pun, pada jam berapa pun, serta melihat bagian mana pun dari fasilitas penjara dan mengakses semua dokumentasi.

Dengan cara yang sama, Australia hanya akan mendapat pemberitahuan tiga sampai empat bulan sebelum kunjungan para penyelidik PBB.

“Kami selalu berusaha memastikan mengunjungi negara-negara yang baru bergabung sesegera mungkin, untuk mengetahui apa permasalahan di negara itu,” kata Sir Evans.

“Kami tidak pernah mengatakan tempat penahanan mana yang akan kami kunjungi sebelumnya, kami akan muncul begitu saja,” katanya.

“Mandat kami meluas ke penjara, kantor polisi, rumah sakit jiwa di mana orang dapat ditahan dan tidak bebas untuk pergi, lembaga perawatan sosial, tahanan imigrasi,” ujarnya.

“Protokolnya sangat jelas dalam hal ini. Saya tak melihat alasan untuk menganggap Australia tidak akan menghormati mandat kami,” tegas Sir Evans.

Selain Australia dan Nauru, Sub Komite PBB ini mengumumkan juga akan mengunjungi Kroasia, Lebanon, Madagaskar dan Paraguay.

Inside the Watch House

Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.