ABC

Papua Nugini Didesak Umumkan Darurat TBC

Pakar kesehatan mendesak agar Papua Nugini waspada dengan penyakit Tuberkulosis (TBC) setelah penelitian yang sudah diadakan selama tujuh bulan menemukan tingginya angka kematian di daerah terpencil akibat penyakit tersebut.

Lembaga penelitian medis Papua Nugini menyatakan bahwa beberapa daerah terpencil di Papua Nugini memiliki angka tertinggi dalam kasus TBC.

Menurut Dr Suparat Phauanukoonnon, banyak kesalahpahaman terjadi terkait dengan TBC di Papua Nugini yang berakibat pada tingginya angka kematian tanpa adanya diagnosa terlebih dahulu.

“Selama ini, perhatian terhadap TBC sangatlah rendah dan sistem kesehatan yang ada tidaklah berjalan dengan baik sehingga banyak pengidap TBC yang hanya bisa diam di daerah daerah terpencil tanpa sempat melewati proses diagnosa, tidak terawat, sehingga ketika kita melakukan riset, kita menemukan bahwa kita mungkin memiliki angka TBC tertinggi di dunia,” katanya pada ABC.

Dr Phuanukoonnon mendesak pemerintah untuk memperlakukan TBC seperti HIV/AIDS, dan menyatakan keadaan  ini sebagai keadaan darurat nasional.   

“Sejauh ini HIV sudah ditangani dengan sangat baik di Papua Nugini, alangkah baiknya apabila penyakit TBC mendapat perhatian, komitmen, dan bantuan yang sama,” tambahnya.

“Saya berharap bahwa pemerintah Papua Nugini menyatakan TBC sebagai keadaan darurat sehingga pemerintah dari negara lain dapat ikut membantu.”

Tiap tahunnya, tercatat ada 15,000 kasus TBC baru di Papua Nugini.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengatakan bahwa seperempat dari kasus TBC tersebut berbahaya.

Dr Phauanukoonnon yakin bahwa rendahnya tingkat edukasi dan kewaspadaan menjadi penyebab utama, menururtnya banyak penduduk daerah terpencil mengira penyakit tersebut sebagai sihir.

“Kami menemukan bahwa banyak diantara mereka yang tidak mengerti gejala gejala TBC,” jelasnya.

“Mereka menganggap bahwa TBC adalah masalah serius yang berujung pada kematian.”

“Anggapan ini menyebabkan munculnya asumsi terhadap pasien TBC tanpa adanya pengetahuan akan bagaimana cara melindungi diri sendiri., akibatnya mereka menganggap semua hal yang berhubungan dengan pasien TBC dapat menyebabkan penularan.”

Menurutnya, penduduk lebih sering mendapatkan informasi dari puskesmas, keluarga dan kenalan ketimbang dari LSM ataupun media masa.

“Kita harus memasukkan informasi mengenai TBC di kurikulum sekolah,” katanya.