ABC

Papua Nugini Akan Tutup Pusat Penahanan Pencari Suaka Pulau Manus

Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O'Neill, mengatakan, pusat penahanan Pulau Manus akan ditutup menyusul putusan dari Mahkamah Agung negaranya.

Mahkamah Agung PNG pada (26/4) memutuskan bahwa penahanan pencari suaka Australia di Pulau Manus adalah ilegal.

PM Peter, kini, telah merilis sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa pemerintahannya "akan segera meminta Pemerintah Australia untuk membuat pengaturan alternatif bagi para pencari suaka".

"Bagi mereka yang telah dianggap sebagai pengungsi yang sah, kami mengundang mereka untuk hidup di Papua Nugini hanya jika mereka ingin menjadi bagian dari masyarakat kami dan memberikan kontribusi kepada masyarakat kami," sebutnya.

"Jelas bahwa beberapa dari para pengungsi ini tak ingin menetap di Papua Nugini dan itu adalah keputusan mereka," sambung sang PM.

Ia juga menyatakan bahwa ekonomi lokal akan menderita sebagai hasilnya dan Pemerintah akan bekerja sama dengan Pemerintah Australia untuk memudahkan transisi.

Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton, mengatakan, pemerintahnya akan "melanjutkan diskusi dengan Pemerintah PNG untuk menyelesaikan masalah ini".

"Kami akan bekerja sama dengan mitra PNG kami untuk mengatasi masalah yang diangkat oleh Mahkamah Agung PNG," kata Menteri Peter dalam sebuah pernyataan.

"Pemerintah belum berubah posisinya bahwa orang yang telah berusaha untuk masuk secara ilegal dengan perahu ke Australia dan yang sekarang berada di penahanan Pulau Manus tak akan menetap di Australia," tambahnya.

Ketika menghadiri acara media di Melbourne pada (27/4) sore, Peter Dutton tak menyinggung perihal kemungkinan penutupan.

Sekitar 850 orang tetap berada di pusat penahanan Pulau Manus – sekitar setengah dari mereka ditemukan sebagai pengungsi -dan sejumlah menteri di Australia telah menyatakan bahwa orang-orang yang tersisa tak akan dibawa ke Australia.

Belum ada jadwal penutupan yang dikemukakan oleh PM PNG, yang mengatakan bahwa jadwal itu akan menjadi fokus negosiasi dengan Australia.

Menteri Imigrasi Australia diminta ke PNG

Juru bicara imigrasi pihak oposisi Australia, Richard Marles, mengatakan, partainya tetap berkomitmen untuk pemrosesan pencari suaka di lepas pantai.

Ia mengatakan, Peter Dutton harus beraa di PNG untuk diskusi.

"Kalau saya ada di posisi Peter saat ini, saya akan berada di PNG sekarang. Saya akan mencoba untuk mengetahui bagaimana pemrosesan lepas pantai bisa dipertahankan … tiap pilihan lain sungguh sangat sulit," utaranya.

Richard juga menolak untuk memasukkan atau mengesampingkan opsi apapun bagi oposisi, termasuk pilihan pemukiman kembali di Pulau Christmas.

Mantan Jaksa Agung yang menjabat pada saat penandatanganan perjanjian, Mark Dreyfus, menolak berkomentar tentang saran apa yang ia beri pada saat itu.

Pulau Christmas bersiap tampung ekstra pencari suaka

Menteri Peter Dutton sudah melakukan pembicaraan langsung dengan Menteri Luar Negeri dan Imigrasi PNG, Rimbink Pato, setelah Mahkamah Agung negara itu memutuskan bahwa penahanan pencari suaka kini tergolong ilegal.

Pada (27/4), ia mengatakan bahwa pengaturan imigrasi saat ini tetap berlaku.

"Keputusan pengadilan tentu saja mengikat pada Pemerintah Papua Nugini tetapi tidak pada Pemerintah Australia," sebutnya.

Akhir tahun lalu, Peter Dutton mengatakan bahwa persiapan untuk mengakomodasi lebih banyak pencari suaka di Pulau Christmas sedang dilakukan, meskipun itu bergantung pada kasus pengadilan yang akhirnya dimenangkan Pemerintah.

Pada saat itu, Departemen Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan telah merencanakan kondisi kerugian.

"Ini bijaksana untuk departemen saya … untuk memperhitungkan rencana kontingensi. Jika kami butuh untuk menampung lebih banyak orang di Pulau Christmas, ada beberapa persiapan yang sedang dilakukan di sana sekarang,” jelasnya.