ABC

Orthorexia, Bahaya dari Tren Terlalu Berhati-hati Dalam Mengkonsumsi Makanan

Seberapa sehatkah sebenarnya makanan yang sehat? Sebuah studi dan penelitian terbaru menunjukkan pembatasan beberapa jenis makanan yang dianggap tidak sehat ternyata malah bisa membahayakan tubuh.

Dhoni Viljoen setiap harinya menggunakan aplikasi untuk menghitung kalori dari makanan yang dikonsumsinya, berolahraga dengan giat, hingga berat badannya turun. 

Awalnya ia tidak melihat ini sebagai sebuah masalah.

"Saya pikir saya adalah orang yang paling sehat di dunia. Setiap hari saya pergi ke gym, membatasi konsumsi makanan. Saya merasa bangga dan merasa telah melakukan hal yang hebat," ujar Viljoen.

Tapi ibunya sudah melihat tanda-tanda peringatan dan sempat membawa Viljoen ke empat dokter yang berbeda untuk mencari tahu kesalahan dalam tubuh anak perempuannya itu.

"Mereka mengatakan 'itu semua baik, normal bagi remaja di usianya mengalami masa-masa seperti itu," katanya.

Tapi perubahan pola makannya pun menyiksanya. Ia menjadi berbohong, misalnya suka tidak datang ke acara-acara sosial, karena tidak bisa memakan yang tidak sesuai jadwalnya."

"Sebaliknya saya akan tinggal di rumah untuk membuat makanan sendiri, menghitung kalori saya sendiri. Saya mulai kehilangan teman-teman, dan justru memicu mendapatkan gangguan makan lebih banyak."

Dirinya berakhir di rumah sakit pada hari ulangnya ke-16 tahun, dengan diagnosis anoreksia dan kelebihan berolahraga. Dokter juga mengatakan jika dirinya mengidap orthorexia.

Orthorexia, adalah istilah yang digunakan dokter asal Amerika Serikat, Dr Steven Bratman di tahun 1996, saat ini belum resmi dianggap sebagai diagnosis klinis.

Secara harfiah berarti "terobesesi untuk selalu mengkonsumsi makanan yang benar" dan dapat menciptkan masalah kesehatan.

Tidak seperti anoreksia, fokusnya bukan pada penurunan berat badan, melainkan mengkonsumsi 'jenis yang benar' dari makanan sehat.

Beberapa penderita membatasi diet mereka sampai berhenti mengkonsumsi kelompok makanan tertentu. Hal ini menyebabkan kekurangan gizi, penurunan berat badan yang parah, dan osteoporosis.

Ada juga beberapa konsekuensi kesehatan mental yang berat. Tingkat kepercayaan diri sesorang tergantung pada diet mereka, dan mereka menjadi kompulsif, sering cemas, dan terlalu takut penyakit.

Mengawasi makanan yang terlalu berlebihan juga bisa menyebabkan penderita orthorexia terisolasi dari teman-temannya.

Beberapa ahli gizi, seperti ahli gizi Tania Ferraretto mengatakan terobsesi dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan sehat, atau 'clean eating', memicu lebih banyak masalah.

"Mereka mendapatkan informasi dari banyak sumber yang berbeda, dan sebagian besar dari sumber-sumber ini sebenarnya sangat tidak bisa terpercaya dan memberikan informasi yang berpotensi berbahaya."

Dr Sloane Madden, direktur The Eating Disorder di Jaringan Rumah Sakit Anak-anak di Sydney mengatakan semakin banyak warga dengan tanda-tanda mengidap orthorexia.

"Sebelumnya kami telah melihat anak-anak mencoba untuk membatasi kalori dan sekarang kita melihat anak-anak membatasi jenis makanan yang hendak dimakan."

"Tidak ada angka yang benar-benar jelas soal seberapa biasa kelainan orthorexia ini. Angkanya berkisar dari sekitar 5 sampai 6 persen hingga 30 atau 40 persen, termasuk orang yang berisiko," kata Dr Madden.