ABC

Organisasi Nirlaba di Indonesia Dinilai Paling Rentan Disusupi Teroris

Menurut badan intelijen keuangan Australia, AUSTRAC, organisasi nirlaba yang beroperasi di Australia dan di seluruh Asia Tenggara rentan terhadap infiltrasi dan eksploitasi teroris. Indonesia dinilai yang paling rentan disusupi.

Dalam laporan pertamanya tentang masalah ini, AUSTRAC – Pusat Laporan & Analisa Transaksi Australia – mengatakan bahwa hubungan antara kelompok teroris dan organisasi nirlaba (NPO) di Australia sudah teridentifikasi.

“Australia telah mengidentifikasi dugaan hubungan antara NPO dan kelompok teroris asing, terutama ISIS [Negara Islam] dan afiliasinya,” kata AUSTRAC.

AUSTRAC mengklasifikasikan risiko terhadap NPO Australia berada di tingkat “menengah”, menempatkannya pada tingkat yang sama dengan Filipina, Malaysia dan Thailand.

Indonesia dinilai sebagai negara dengan ancaman tertinggi di kawasan ini, sementara Selandia Baru memiliki peringkat keseluruhan terendah.

“Individu-individu radikal di Australia yang terkait dengan ekstremisme brutal mungkin terkait secara longgar dengan sejumlah kecil NPO, tetapi tidak mungkin NPO mendanai atau mendukung kegiatan teroris domestik,” kata AUSTRAC.

Laporan berjudul “Not for Profit Red Flags Report” dirilis pada Konferensi Penanggulangan Pencemaran Terorisme yang diadakan di Bangkok dan dihadiri oleh unit-unit intelijen keuangan (FIU) dari seluruh kawasan.

AUSTRAC mengatakan meski hubungan NPO dengan kelompok teroris domestik, regional dan internasional bervariasi di berbagai negara regional dan sulit untuk ditentukan, hubungan mereka dengan kelompok ISIS – baik yang terilhami maupun diarahkan – terdeteksi atau dicurigai dalam beberapa kasus.

“NPO adalah korban penyalahgunaan, bukan dibentuk sebagai NPO pura-pura atau palsu untuk tujuan pendanaan terorisme. Dalam beberapa kasus, teroris atau pendukung mereka telah menyusup atau memanipulasi NPO,” kata AUSTRAC.

Penggunaan bank resmi

AUSTRAC mengatakan dua investigasi pendanaan anti-terorisme telah diluncurkan di Australia terkait dengan NPO, sementara 27 laporan transaksi mencurigakan (STR) telah dibuat.

Indonesia menangani hampir 300 investigasi pendanaan terorisme yang menghasilkan 39 tuduhan.

Secara umum, pendanaan terorisme melalui NPO utamanya menggunakan saluran yang mapan dan terpercaya untuk mengumpulkan dan mentransfer dana.

“Indonesia mengalami penyalahgunaan media sosial dan menganggapnya bisa menggantikan NPO sebagai saluran utama.”

Penyanderaan Marawi di Filipina, menurut AUSTRAC, mungkin menunjukkan perkembangan lain dalam metode pendanaan terorisme di wilayah tersebut.

“Mirip dengan ISIS ketika menguasai wilayah besar di Irak dan Suriah, kontrol atas kota Marawi memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatan melalui perampasan uang tunai dan aset lainnya,” kata AUSTRAC.

“Jika kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan ISIS Filipina akan merebut lebih banyak wilayah, akses ke aset di bawah kendali mereka bisa, setidaknya untuk sementara, mengimbangi kebutuhan mereka akan dukungan keuangan eksternal.”

AUSTRAC
AUSTRAC mengatakan penyanderaan yang didukung ISIS di kota Marawi, Filipina, menunjukkan peningkatan kemampuan pendanaan terorisme di wilayah tersebut.

Reuters: Romeo Ranoco

Organisasi yang ditarget

AUSTRAC mengatakan, NPO berisiko tinggi lebih cenderung menjadi organisasi “bergaya layanan” – yang terlibat dalam perumahan, layanan sosial, pendidikan, dan perawatan kesehatan – ketimbang organisasi “ekspresif” yang terlibat dalam kegiatan keagamaan, olahraga dan rekreasi, seni dan budaya.

Karakteristik kunci lain dari NPO berisiko tinggi termasuk:
– intensitas uang tunai yang tinggi
– sumbangan publik adalah sumber dana utama
– mendukung etnis atau agama tertentu
– berbasis di provinsi atau ibu kota daripada di daerah pedesaan atau perbatasan
– beroperasi di, atau mengirim atau menerima dana / barang ke dan dari, yurisdiksi berisiko tinggi

Studi ini mengidentifikasi lebih dari 890.000 NPO yang beroperasi di wilayah tersebut, tidak termasuk organisasi yang tidak terdaftar atau tidak diatur.

Jumlah NPO di setiap negara berkisar dari 482 di Brunei hingga hampir 337.000 di Indonesia.

Sebagaimana ditunjukkan oleh AUSTRAC, dengan aset senilai $ 5 miliar (atau setara Rp 50 triliun) di Malaysia dan lebih dari $ 275 miliar (atau setara Rp 2,75 kuadriliun) di Australia, sektor NPO begitu signifikan secara ekonomi di sejumlah negara.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.