Orang Kaya Australia Habiskan Hartanya Mengatasi Perubahan Iklim
Ketika Jeff Wicks pensiun, dia dan istrinya Julie memikirkan kehidupan mereka selanjutnya di Queensland, Australia.
Mereka menghitung kekayaannya cukup untuk kebutuhan sendiri dan memutuskan menyumbangkan seluruh sisa hartanya.
Pasangan ini mendirikan yayasan filantropi pribadi dan merupakan satu dari sekitar 1.600 yayasan serupa di Australia.
Selama ini, yayasan-yayasan pribadi di Australia beroperasi dengan cara menginvestasikan harta mereka atau ‘korpus’.
Keuntungan dari investasi itulah yang biasanya digunakan untuk sumbangan.
Namun kini semakin banyak orang kaya yang dermawan, seperti pasangan Jeff dan Julie, mendirikan yayasan yang secara sengaja dirancang untuk menghabiskan kekayaan mereka lewat sumbangan.
Mereka melihat tidak ada gunanya untuk terus mengundurkan waktu menyumbang, karena sumbangan tersebut dinilai sangat penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
Menghabiskan harta untuk atasi perubahan iklim
Warga lainnya, Sue McKinnon dan suaminya John, juga menjalankan yayasan filantropi, yang akan menyumbangkan $10 juta atau Rp100 miliar selama 10 tahun.
Awalnya, yayasan mereka ini direncanakan terus berlanjut di masa depan.
Tapi Sue mengatakan, “Warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan adalah menghindarkan bencana perubahan iklim”.
Yayasan McKinnon kini mengatasi perubahan iklim melalui sektor hukum dan keuangan.
Misalnya, mereka memberikan dukungan bagi pengacara David Barnden, yang berhasil menyelesaikan perkara melawan dana pensiun Rest terkait kebijakan perubahan iklim.
Yayasan yang dikelola para profesional ini juga akan menggelontorkan dana untuk menguasai saham atau kursi direksi suatu perusahaan.
Sue mengatakan advokasi bisa membuat frustrasi dan sulit diukur, namun dalam urusan itulah latar belakang bisnisnya turut berperan.
Alokasikan Rp400 miliar untuk 10 tahun
Keluarga lainnya, yaitu Norman Pater dan istrinya Gita Sonnenberg, telah menyisihkan dana sebesar $40 juta atau sekitar Rp400 miliar untuk disumbangkan dalam 10 tahun ke depan.
Norman telah membeli tiga lahan pertanian di Australia Barat, masing-masing seluas 2.000 hektar, yang kini sedang direboisasi melalui yayasan ‘Carbon Farming Foundation’.
Ia mengakui target ini terbilang besar dan ambisius sehingga “para tetangga mengira kita sudah gila.”
Pada tahun 2011 Norman pernah mengikuti pelatihan yang digelar oleh mantan wakil presiden Amerika Serikat dan aktivis lingkungan, Al Gore.
Pelatihan itu, katanya, menjadi pembangkit kesadaran besar dalam kehidupannya.
Kini, di lahan pertaniannya, pihak yayasan akan mengembangkan, menguji, dan mengukur model pertanian karbon.
“Kami ingin membuat pertanian karbon yang menguntungkan, sehingga petani lain bisa terlibat dalam aktivitas yang sama,” kata Norman.
Petani terakreditasi saat ini dapat menerima subsidi A$16, atau Rp160 ribu per ton melalui program Pertanian Karbon Australia, tapi menurut Norman hal itu tidak cukup untuk mendorong petani menanam pohon.
Ia kini mencoba mengembangkan metrik dan faktor-faktor yang memberikan peluang keberhasilan setinggi mungkin dalam penghijauan.
“‘Carbon Farming Foundation’ bertujuan untuk mewujudkan hal nyata dan bertahan lama, terlepas dari perubahan politik di masa depan,” ujarnya.
Lebih bernilai daripada uang
Dari pengalaman Jeff dan Julie Wicks, mereka mulai membeli properti untuk berjaga-jaga saat masih menjalani kariernya di dunia penerbangan.
“Masalah dengan pilot, jika kita kehilangan izin terbang, tidaklah mudah untuk bertransisi ke karir lainnya,” kata Jeff.
Pasangan ini kebetulan tidak memiliki anak. Kini mereka mendirikan yayasan untuk menghabiskan harta mereka selama dekade berikutnya.
Yayasan mereka ACME Foundation memutar dana ke 25 hingga 30 organisasi berbeda. Salah satunya adalah organisasi perubahan iklim, Beyond Zero Emissions.
“Mereka meluncurkan program ‘Million Jobs Plan’ sebagai upaya pemulihan dari COVID-19,” kata Jeff.
Adanya faktor bisa merasa lebih baik telah membuat Jeff dan Julie terpikat membantu program ini.
“Faktor ini menjadi hal yang tidak bisa kami hentikan. Inilah jalan kami hingga akhir hayat nanti. Kami sangat menikmatinya,” kata Jeff.
Ia melihat salah satu harapan generasi milenial dan generasi yang lebih muda, yaitu karena mereka tidak lagi hanya berfokus pada uang.
“Seringkali mereka bekerja meski penghasilannya kurang hanya untuk terhubung dengan organisasi yang mereka banggakan,” ujarnya.
Ia melihat hal ini berbeda dengan generasinya, generasi ‘baby boomer’. Bagi generasi baru, “Uang bukan lagi jadi faktor pendorong utama”.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari laporan Radio National ABC
Ikuti berita seputar pandemi Australia dan informasi lainnya di ABC Indonesia.