ABC

Olahraga Footy, Pintu Bersosialisasi dengan Warga Lokal Australia

Sejak tiba di Melbourne, warga Indonesia Muslimin Marwas selalu bertanya-tanya, “Bagaimana cara berinteraksi dengan kehidupan masyarakat lokal"? Inilah pengalamannya mendampingi anaknya ikut dalam salah satu klub footy, olahraga khas Australia.

Awalnya, bersosialisasi dan berinteraksi dengan warga lokal di Melbourne, terasa agak sulit. Begitu juga yang dialami dengan anak saya, Wanua Malise (10 tahun). Terkadang setelah pulang sekolah, atau di akhir pekan bermain di taman dekat rumah terasa sepi, tidak banyak anak-anak yang bermain. Bagi Wanua, bermain serasa tidak lengkap tanpa teman. Karena itu, ketika dia menyatakan keinginan bergabung dengan klub footy, saya dengan senang hati mendukungnya.

Tanpa disadari pengalaman saya bersama Wanua menjadi awal masuk berinteraksi dengan warga lokal. Saya merasakan pengalaman menyenangkan selama mendampingi Wanua, baik saat latihan maupun saat bertanding mewakili tim sekolahnya ke tingkat negara bagian Victoria. 

Murid Sekolah Clayton North Primary School Wanua Malise bersama adiknya. Wanua bergabung dengan tim footy sekolah dan berhasil menjadi juara senegara bagian Victoria. (Foto: Muslimin Marwas)
Murid Sekolah Clayton North Primary School Wanua Malise bersama adiknya. Wanua bergabung dengan tim footy sekolah dan berhasil menjadi juara senegara bagian Victoria. (Foto: Muslimin Marwas)

 

Mengenal olahraga Footy sambil berinteraksi

Awalnya saya tidak begitu paham olahraga ini, meskipun Footy adalah olahraga paling popular di negeri kanguru, Namun, setelah rutin mengantar Wanua bergabung dengan The Hawks Waverly Club under 12 years, saya kemudian mulai mengenal dan suka olahraga ini.

Proses awal ketika mendaftarkan Wanua, saya berpikir saya hanya mengantar anak saja. Ternyata sebagai orangtua, saya pun diharapkan untuk terlibat. Sebagai contoh, orangtua membantu di setiap latihan mingguan lewat kepanitiaan yang dibentuk setiap tahun. Kepanitian ini kemudian membuat jadwal kerja untuk para orangtua, misalnya dengan menjadi hakim garis, runner, ataupun menjadi pembawa air minum untuk pemain. Dengan terlibat, saya belajar banyak tentang olahraga ini.

Ketika bermain footy di klub, Wanua mendapatkan banyak teman baru. Anggota klub ini kebanyakan adalah masyarakat bermukim di sekitar daerah Waverly, agak jauh dari tempat kami tinggal. Jadi selain teman sekolah, Wanua pun memiliki teman dari luar sekolah. Sesi latihan setiap hari Kamis dan Minggu ada jadwal pertandingan melawan klub dari wilayah lain selama 15 minggu dengan 15 tim berbeda.

Nah, di setiap pertandingan, Wanua selalu menyempatkan diri untuk menyapa dan mengenal tim lawan tanding. Dia senang sekali karena, paling tidak teman barunya bertambah satu setiap pertandingan. Saya pun sebagai orangtua, juga kemudian lebih mengenal orangtua dari anggota tim. Kami bersosialisasi bukan hanya menjadi panitia latihan saja, ada berbagai kegiatan yang berkaitan dengan klub, seperti barbeque, makan malam ataupun acara khusus penyerahan penghargaan untuk pemain. 

Wanua Malise dengan medali penghargaan yang diraihnya.
Wanua Malise dengan medali penghargaan yang diraihnya.

 

Footy, belajar nilai sportifitas dan bekerjasama dalam tim

Footy termasuk olahraga agak keras dalam artian kemungkinan untuk cedera bisa terjadi setiap waktu. Tapi jika aturan dan sportifitas dijaga maka semua bisa dihindari. Wanua pun belajar banyak tentang nilai sportifitas lewat partisipasi dalam olahraga ini.

Salah satu contohnya adalah belajar menjaga lisan atau tidak mengumpat lawan yang dikenal dengan istilah sledging. Misalnya ketika pertandingan final, Wanua menceritakan bahwa di lapangan terkadang menahan emosi menjadi sulit saat berhadapan lawan, terkadang ada yang saja anggota tim lawan yang mengumpat, namun melalui latihan dan bimbingan, Wanua dan teman-temanya belajar untuk menahan diri dan tidak mengumpat.

Kami, para orangtua pun mengalami hal yang sama, biasanya karena teralu bersemangat terkadang saling berteriak bersahutan menyemangati tim masing-masing.  Namun, kami berusaha untuk tetap mengucapkan kata-kata yang sopan karena telah diberlakukan aturan sanksi jika orangtua, sebagai pendukung mengumpat tim lawan.

Kemenangan tim adalah kemenangan bersama. Selain bertanding di klub, Wanua pun ikut terlibat didalam komptesi liga sekolah. Beberapa kali menang dan mendapatkan piala, saya mengamati peran pelatih dan guru olahraga yang sangat besar dalam membantu anak bukan hanya cinta olahraga tapi juga menghargai usaha bersama dan lebih percaya diri.

Sebagai contoh, sang pelatih memberikan kesempatan kepada semua anggota tim untuk secara bergilir membawa pulang ke rumah piala selama dua hari. Sebagai orangtua, saya merasakan betapa bangga dan bahagianya Wanua, ketika berlari pulang ke rumah membawa piala yang berat itu. 

Penulis bersama Billy, pelatih footy di klub yang diikuti Wanua Malise.
Penulis bersama Billy, pelatih footy di klub yang diikuti Wanua Malise.

 

Footy, proses menjadi mandiri

Anak-anak usia 12 tahun ke bawah selalu penuh semangat dan energi yang besar untuk beraktifitas. Badan anak saya, Wanua mungkin kecil tapi sangat aktif, bersepeda paling tidak setiap minggu dan jogging tidak cukup untuk membuat dia lelah. Saya merasakan semenjak bermain footy, energi Wanua sudah tersalurkan secara positif.

Olahraga footy termasuk olahrga yang cukup keras, namun untuk level di bawah 12 tahun, olahraga ini sudah dimodifikasi, termasuk untuk aturan tackling. Meskipun demikian tetap saja olahraga ini menantang untuk anak perempuan di bawah 12 tahun.

Wanua jadi lebih mandiri. Masuk dalam tim, berlatih seminggu sekali dan harus bertanding setiap minggu melawan klub lain adalah jadwal selama bergabung di klub olahraga ini. Hal ini membuat Wanua lebih bisa mengatur waktu. Jam tidur jadi lebih teratur karena lebih terfokus untuk jadwal latihan dan pertandingan.

Wanua juga lebih percaya diri, karena selama di klub semua anggota tim dihargai atas usaha mereka bermain. Bergabung dan bemain di tim bertujuan bukan hanya untuk mendapatkan piala atau menjadi pemain terbaik, tetapi proses berpartisipasi dan berolahraga secara menyenangkan bersama teman-teman. Semua anggota tim dihargai atas usaha mereka.

Dan selama mendampingi Wanua saya sering mendengar kata-kata positif seperti good job, awesome, fantastic, well done dan saya tidak pernah mendengar kata negatif yang menjatuhkan mental anak, utamanya pemain pemula.

Wanua selalu bersemangat dan setiap minggu perasaan senang selalu terpancar di wajahnya karena setiap minggu ada penghargaan untuk best player of the week. Bahkan di akhir tahun, semua pemain anggota klub mendapatkan piala dan medali perorangan.

Wanua Malise berfoto bersama tim sekolah yang meraih juara satu untuk Liga State Finals AFL Multicultural. (Foto: dokumentasi Billy Atkin/Clayton North Primary School).
Wanua Malise berfoto bersama tim sekolah yang meraih juara satu untuk Liga State Finals AFL Multicultural. (Foto: dokumentasi Billy Atkin/Clayton North Primary School).

 

Tak terasa footy season sudah berakhir untuk tahun 2015, Wanua Malise dan timnya berhasil mengangkat tropi juara Liga State Finals AFL Multicultural under 12 years.

Saya juga senang karena bisa belajar bahasa Inggris lokal dan budaya setempat secara langusung. Dan, akhirnya ada banyak kebahagiaan terpancar di akhir pertemuan klub, semua berpesta ria karena team senior Hawks berhasil memenangi AFL 2015 tiga tahun berturut-turut. “Go Hawks”.

Penulis, adalah warga Indonesia yang bermukim di Melbourne. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.