ABC

Ngaiire Menemukan Suara Lewat Lagu

angPenyanyi dan penulis lagu Ngaiire pindah ke Australia dari Papua Nugini ketika dia berusia 16 tahun. Album terbarunya, Blastoma terinspirasi dari masa kecilnya ketika dia menderita kanker. Meski dia senang bisa tinggal di Australia, Ngaiire bermimpi untuk pulang ke tanah kelahirannya untuk memberikan inspirasi kepada anak-anak untuk menjadi kreatif dan menyenangi musik.

Ketika masih kecil, apa mimpi anda untuk menjadi seseorang nantinya ?

“Saya ingin menulis buku dan menjadi ilustratornya sekaligus. Dan kemudian saya menemukan kesukaan menyanyi. Tetapi ketika saya memberitahu ibu saya ingin menjadi penyanyi, dia tegas mengatakan hal itu tidak akan menghasilkan uang. Jadi saya mengubah cita-cita menjadi astronot atau pilot.

Anda dibesarkan di Lae dan Rabaul di Papua Nugini. Bisakah anda menggambarkan kedua tempat itu?

“Orang Rabaul disebut sebagai Tolais. Ayah saya adalah orang Tolai. Mereka adalah orang yang sangat bangga dengan asal mereka. Pemerintah provinsi di Rabaul sangat proaktif dalam membangun kota yang mengedepankan perubahan dan pembangunan.

Saya memiliki masa kecil yang menyenangkan. Saya menghabiskan sekolah dasar di sana. Lae adalah tempat dimana saya dilahirkan. Kami pindah ke sana lagi setelah terjadi letusan gunung di Rabaul di tahun 1994. Lae adalah kota kedua terbesar di Papua Nugini.

Ngaiire performing in Melbourne
Ngaiire tampil di Melbourne.

Supplied: Chris Dynia

Apa yang kamu ingat ketika terjadi letusan gunung di Rabaul di tahun 1994?

“Saya mengingatnya sebagai hal yang menyenangkan, mungkin terasa aneh untuk dikatakan, karena banyak orang dewasa yang ketakutan. Kami mengalami guncangan hebat di malam hari di malam sebelum gunung meletus. Gempa bumi dan guncangan sering terjadi di Rabaul. Kami tidak banyak berpikir mengenal hal tersebut ketika itu, saya dan adik laki-laki saya berlarian di dalam rumah di saat gambar yang digantung di dinding berjatuhan.

Pagi harinya ketika bangun, kami melihat asap tebal di langit. Kami menemukan sebuah mobil untuk membawa kami ke luar kota. Suasannya kacau balau, banyak orang mengungsi, membawa barang bawaan mereka, babi, anjing dan kucing.

Yang gila lagi gunung kedua meletus di arah yang kami tuju, dan kami terperangkap di antara dua gunung. Suasananya mengerikan, dan seperti hanya terjadi di film Hollywood saja. Kami menghabiskan beberapa bulan pindah dari satu tempat pengungsian ke lainnya. Ketika kami kehabisan air dan makanan, kami pindah.

Bagaimana musik menjadi bagian dari kehidupan masa keci anda di PNG?

Banyak anak-anak di kepulauan di Pasifik tumbuh bersama musik. Ini adalah bagian yang alami: kita menyanyi bila ada yang berulang tahun, atau pesta pernikahan, atau meratapi mereka yang meninggal. Nenek saya sering menyanyi. Dia adalah seorang yang taat beragama — dia bangun pukul lima pagi, dan menyanyi lagu-lagu gereja di pagi hari.

Bagaimana perasaan kamu ketika pindah ke Australia ?

“Saya senang. Saudara yang lain dan saya duduk di pinggir sebuah kali kecil di desa kami. Kami membicarakan apa yang biasa diobrolkan anak-anak mengenai apa yang kami kenakan, apa yang akan terjadi, bagaimana orang lain akan melihat kami. Saudara saya yang lain agak khawatir, namun saya senang.

Kami pindah ke Lismore, New South Wales ketika berusia 16 tahun. Bagaimana kesan kamu akan kota itu ?

“Di sekolah di Australia pertemanan menjadi hal penting. Ketika makan siang pertama di sekolah, saya tidak tahu murid-murid makan berkelompok. Saya tidak tahu mana yang ‘serius’ dan mana yang ‘gaul.” Saya bingung dan takut bahwa saya akan duduk dengan kelompok yang keliru. Ini adalah konsep baru bagi saya, karena di Nugini, saya ke sekolah yang mirip seperti keluarga, dan tidak terpisah-pisah.

Salah satu hal yang harus saya pelajari adalah menatap orang langsung. Di sini bila kita menatap langsung wajah seseorang, berarti menunjujkkan rasa hormat. Sebagai seorang wanita di Papua Nugini kami tidak boleh melakukan hal tersebut.that.

Ngaiire
Ngaiire.

Supplied: Dan Knott

Apa yang anda rindukan mengenai Papua Nugini ?

“Saya rindu dengan teman-teman. Saya rindu dengan siap persaudaraan dan juga kakek nenek saya.

Saya rindu dengan kehidupan sederhana di Papua Nugini. Di sana warga begitu dekat dengan alam. Kami percaya bahwa tanah itu memiliki jiwa. Bila kita dekat dan mempercayainya, kita bisa merasakan hal tersebut.

Ketika kami pertama kali tiba di Lismore, saya bertanya-tanya ‘kemana saja orang-orang? Tidak melihat adanya orang duduk di beranda rumah mereka, atau melakukan sesuatu di jalan, atau berjalan kaki, tidak melihat pemandangan seperti itu adalah hal aneh bagi saya.

Bisa anda ceritakan pengalaman tampil pertama kali ?

“Saya tampil pertama kali di sekolah ketika saya diminta tampil di assembly. Saya menyanyikan lagu Fallin’ oleh Alicia Keys.

Saya beralih dari ‘anak imigran’ menjadi ‘perempuan yang memiliki suara bagus’. Di saat itulah saya menyadari bahwa betapa nyanyian saya bisa mempengaruhi orang dan mengubah pendapat orang mengenai siapa diri saya.

Ketika menyanyi di depan orang, saya menyadarai bahwa saya bisa hidup dari musik.”

Anda mengalami kanker ketika berusia tiga tahun. Mengenang kembali, bagaimana anda melihat hal tersebut?

“Ada perbedaan ketika mengalami kanker ketika masih anak-anak dan ketika mengalaminya ketika dewasa. Sebagai anak-anak konsep mengenai kanker hampir tidak ada. Di usia, kita tidak kecewa atau menangis ketika harus berada di tempat tidur selama berulan-bulan atau harus menjalani operasi. Kita akan menangis ketika jatuh dari sepeda dengan lutut terluka.

Ini membuat kita jadi tahan banting. Mengalami hal seperti ini ketika usia muda membentuk landasan bahwa kita tidak mudah merasakan sakit atau penderitaan.

Bagaimana anda mendapat inspirasi dengan menamai album terbaru Blastoma?

“Saya mencari satu kata yang terdengar kuat namun juga mewakili penderitaan. Blastoma mewakili kanker yang saya alami ketika kecill. Namun juga tentang perjalanan yang kita alami ketika dewasa, bagaimana kita cenderung membangun lapisan, dan menjadi lebih kebal namun kadang harus mengubah haluan hidup.

Saya pernah mengalami berada di satu titik dimana karena mengalami patah kaki karena masalah pribadi, dan saya tidak mau bermusik lagi. Itu adalah hal yang pertama saya alami. Semua itu mengejutkan.

Saya harus melihat kembali dasar yang membuat saya menjadi seperti sekarang, untuk mengingatkan saya ‘ bahwa saya sudah melalui semua itu, dan itulah alasannya mengapa saya seperti sekarang ini.”

Skip YouTube Video

FireFox NVDA users – To access the following content, press ‘M’ to enter the iFrame.

YOUTUBE: Youtube_Ngaiire_TripleJ_160901

Selama penulisan lagu untuk Blastoma, apa yang anda pikirkan mengenai Papua Nugini?

“Saya berpikir mengenai nenak saya, yang sudah tua dan meninggal sebelum album ini selesai. Dia tinggal di sebuah pondok rumput di daerah pegunungan tanpa listrik, tanpa air bersih, tidak ada internet. Kita memasak menggunakan api, dan makan dari apa yang ditanam di kebun.

Nenek saya tidak berpendidikan. Dia memiliki hidup yang sederhana, dan melahirkan ibu saya sendirian di kandang babi. Salah satu alasan saya menyelesaikan album adalah karena nenek saya sudah memberikan begitu banyak untuk ibu saya, dan ibu saya juga memberikan begitu banyak untuk saya. Pancaran energinya membuat saya menyelesaikan album ini.

Bagaimana perasaan Anda tentang asal-usulmu di Papua Nugini?

“Saya sangat bangga mengatakan saya berasal dari Papua Nugini. Saya tahu banyak anak muda yang melakukan demo dan marah dengan apa yang terjadi di sana sekarang. Kadang saya berharap saya berada di sana untuk merasakan energi itu dan menjadi bagian dari mereka. Namun saya di sini bermusik. Saya selalu mengingatkan diri bahwa musik memiliki kuasa untuk mengubah orang, mengubah pendapat dan membawa perubahan.

Saya rindu dengan Papua Nugini .

Gambaran lebih besar adalah saya bisa kembali dan memberikan kesempatan kepada anak-anak muda yang mungkin tidak memiliki kesempatan seperti saya, untuk bermusik, menjadi kreatif, dan bisa mngetahui pemusik besar seperti misalnya Debussy atau Stevie Wonder. Inilah orang-orang yang saya ketahui ketika saya tumbuh di Australia dan mengubah segalanya. Ini akan menjadi mimpi saya memberi kesempatan kepada anak-anak dan memberikan landasan bagi mereka untuk berkembang sebagai artis.

Apakah ada tekanan karena anda musisi dari PNG yang berada di Australia?

Tentu saja. Ada orang yang mengatakan bahwa saya tidak berasal dari PNG karena saya berbicara dengan aksen Australia dan cara berpakaian yang berbeda. Dalam soal ini, semuanya jadi sulit. Saya tidak melepaskan kenyataan bahwa saya berasal dari Papua Nugini. Saya akan terus mengibarkan bendera tersebut. Ini sangat menantang ketika orang dari tempat anda berasal mengatakan ‘anda tidak cukup Papua Nugini’ untuk mengibarkan bendara tersebut. Saya kira itulah hal yang paling menantang menjadi seseorang di Australia yang berasal dari Papua Nugini.

Ngaiire performing in Melbourne
Ngaiirem tampil di Melbourne.

Supplied: Chris Dynia

Bayangkan anda berkesempatan membuat pesta BBQ dimana saja di Australia. Bila anda bisa mengundang tiga orang (yang masih hidup atau sudah meninggal) siapa mereka? Apa yang akan disajikan? dan dimana akan dibuat?

“Richard Kingsmill [direktur musik radio anak muda ABC triple j’s] — ada begitu banyak misteri mengapa dia memutar lagu-lagu tertentu di triple j.

Margaret Pomeranz [kritikus film Australia] karena saya tidak bisa lagi menonton At the Movies [program kajian film terbaru) di ABC (yang sekarang sudah tidak ada lagi).

Archie Roach [musisi dan penulis lagu aborijin]. Saya tidak pernah bertemu dengannya, namun saya kira dia adalah orang yang berpengaruh.

Saya akan mengundang mereka ke pertanian milik orang tua saya di Berry di New South Wales. Yang akan disajikan adalah ikan barramundi, sosis, babi panggang, keju dan anggur asal Italia. ”

Apa nasehat anda kepada diri anda sendiri ketika berusia 15 tahun?

“Ketika saya pindah ke Australia, begitu banyak teman-teman yang memiliki pacar, dan saya berpikiran ‘oh, mengapa saya tidak memiliki pacara saat ini? Apakah saya harus kehilangan keperawanan sekarang? Apakah saya aneh? Saya terlalu khawatir mengenai hal seperti ini. Itu adalah hal yang sepertinya harus saya lakukan, karena semua orang lain melakukannya. Jadi saya akan mengatakan kepada diri saya ketika berusia 15 tahun untuk tidak terlalu perduli dengan semua itu.”