ABC

Negara Mana yang Tingkat Proposional Pemberian Vaksin Kepada Warganya Tinggi?

Israel memiliki tingkat proporsional tertinggi dari pemberian vaksin COVID-19 di seluruh dunia, saat negara-negara lain berlomba untuk menyuntik warganya dengan vaksin COVID-19.

‘Our World in Data’ yang dikembangkan Universitas Oxford di Inggris telah menghasilkan pelacak global yang melihat tingkat vaksinasi yang dilaporkan oleh pemerintah di seluruh dunia dengan membandingkan jumlah dosis yang diberikan, tingkat proporsional pemberian vaksinasi dan tingkat vaksinasi harian.

Pelacak tersebut menunjukkan jumlah dosis vaksinasi COVID-19 yang diberikan, bukan jumlah orang yang telah divaksinasi, yang biasanya membutuhkan dua dosis vaksin per orang.

Menurut angka yang dikeluarkan oleh Pemerintah Israel, 11,5 dari setiap 100 orang Israel telah menerima dosis pertama vaksin Pfizer/BioNTech, sampai 1 Januari 2021 kemarin.

Setelah Israel, negara dengan tingkat administrasi proporsional terdekat adalah Bahrain yang 3,53 dari setiap 100 warga negaranya telah menerima vaksin Sinopharm.

Pelacak global menunjukkan dari 11,41 juta vaksinasi yang dilaporkan di seluruh dunia, China telah memberikan dosis kepada paling banyak orang (4,5 juta), diikuti oleh Amerika Serikat yang memberikan suntikan yang terbanyak kedua (4,23 juta).

China mulai memberikan tiga vaksin yang berbeda (dua dikembangkan oleh CNBG dan satu oleh Sinovac Biotech) untuk mereka yang bekerja di sektor esensial dan kelompok lain yang berisiko tinggi terinfeksi pada Juli tahun lalu.

Vaksin untuk masyarakat umum, yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi yang didukung negara, Sinopharm, telah disetujui akhir bulan lalu.

Saat politisi di Amerika Serikat menyampaikan keprihatinan tentang laju vaksinasi di negaranya, Amerika Serikat melaporkan tingkat pemberian vaksin harian tertinggi di seluruh dunia, setelah 325.882 orang Amerika menerima suntikan vaksin Moderna atau Pfizer/BioNTech pada 2 Januari 2021.

Prancis telah memberikan dosis Pfizer/BioNTech hanya kepada 352 orang pada Malam Tahun Baru sesuai dengan laporan terakhir data vaksinasi.

Kantor berita BBC melaporkan tingkat inokulasi yang lambat di Prancis mungkin disebabkan adanya skeptisme soal vaksin yang luas di negara itu.

Menurut jajak pendapat Ipsos Global Advisor yang dirilis bulan lalu, hanya 40 persen responden Prancis yang mengatakan mereka bersedia menerima vaksin COVID-19.

Ini lebih rendah dibandingkan dengan 80 persen di China, 75 persen di Australia dan 69 persen di AS.

Vaksin virus corona belum mendapat persetujuan izin penggunaan di Australia, tetapi Perdana Menteri Scott Morrison pekan lalu menegaskan vaksinasi di Australia akan dimulai pada Maret, sesuai dengan rencana.

Rencana untuk ‘terlepas’ dari virus bulan depan

Pengiriman vaksin Pfizer/BioNTech mulai diterima Israel pada awal bulan Desember dan vaksinasi telah dimulai pada tanggal 19 Desember.

Israel sejak awal telah bernegosiasi dengan beberapa perusahaan untuk mengamankan vaksin dan mengejar kesepakatan untuk mendapatkan vaksin Pfizer/BioNTech, Moderna, dan AstraZeneca, yang menurut New York Times adalah “strategi pembelian agresif”.

Meski termasuk salah satu negara di dunia yang bergerak tercepat dalam hal administrasi, Israel gagal mencapai tujuan untuk memvaksinasi 20 persen populasinya yang rentan terpapar COVID-19 di akhir tahun 2020.

Israel merupakan negara dengan 9,2 juta penduduk, yang berarti 10,87 persen populasi negara tersebut telah divaksinasi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan untuk mencapai ‘herd immunity’ dan melawan virus, “sebagian besar populasi” harus divaksinasi.

Warga Israel yang diutamakan adalah mereka yang berusia di atas 60 tahun, mereka yang memiliki kondisi kesehatan berisiko, dan petugas kesehatan.

Beberapa warga negara lainnya telah divaksinasi, dengan langsung datang ke klinik dan disuntikkan vaksin berlebih, yang seharusnya dibuang menjelang malam, menurut saksi dan kepala institusi kesehatan Israel.

Pihak berwajib bidang kesehatan Israel melaporkan mereka menyuntikkan 150.000 kali per hari, namun pemberian dosis pertama kemungkinan akan ditunda dari tanggal 10 hingga 31 Januari.

Menteri Kesehatan Yuli Edelstein mengatakan hal ini dilakukan untuk memastikan mereka yang telah menerima vaksin dapat mengikuti jadwal penerimaan suntikan selanjutnya.

Dosis pertama Pfixer/BioNTech kemudian diikuti suntikkan pendukung 21 hari setelahnya.

Israel berharap untuk memperluas vaksinasi mereka, kemungkinan pada warga berusia di atas 50 tahun, di bulan Februari dan berharap untuk menerima pengiriman vaksin Moderna bulan Maret.

Di bulan Februari, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan menjadi negara pertama yang “terlepas” dari krisis virus corona, menyampaikan terima kasih pada vaksin, dan menambahkan jika pihaknya akan memastikan dosis yang cukup bagi seluruh populasi dalam beberapa minggu ke depan.

Namun sejumlah kantor berita lainnya, seperti Al Jazeera, melaporkan meski Israel telah melakukan kampanye vaksin, jutaan warga Palestina yang disebut media tersebut “tinggal di bawah pengawasan Israel” harus menunggu lebih lama lagi.

Disebutkan dalam laporan tersebut program vaksinasi Israel akan meliputi West Bank, kawasan yang “tidak secara ilegal” ditempati oleh warga Yahudi, namun vaksin tidak mencakup kawasan yang ditinggali 2,5 juta orang warga Palestina.

Pihak Otoritas Palestina berharap mereka akan mendapatkan vaksin dari kerja sama organisasi kemanusiaan yang dipimpin oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) atau dikenal dengan naman COVAX, yang berencana untuk memberikan vaksin kepada 20 persen penduduk di negara-negara miskin.

Diproduksi oleh Hellena Souisa dan Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.

Ikuti berita seputar pandemi Australia dan lainnya di ABC Indonesia.