Napi Skizofrenia di Brisbane Ditolak Permohonan Aborsinya
Kelompok aktivis hak reproduksi mengkritik sistem kesehatan di Negara Bagian Queensland, Australia, setelah seorang tahanan yang mengidap gangguan kejiwaan dan kecanduan narkoba dilarang melakukan aborsi.
Perempuan berusia 33 tahun, yang disebut oleh Pengadilan Sipil dan Administrasi Queensland (QCAT) sebagai “QDB”, mengajukan permohonan untuk menghentikan kehamilan kembarnya pada usia 20 minggu karena dia tidak ingin lagi memiliki anak.
QDB tercatat memiliki riwayat penyakit jiwa, penggunaan narkoba, masalah kriminal dan positif mengidap hepatitis C.
Dia dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Brisbane pada bulan Juni lalu karena pelanggaran perintah jaminan. Sejak itu dia tinggal di fasilitas kesehatan mental di Brisbane untuk mengobati skizofrenia yang dideritanya.
Menurut UU Kesehatan Mental, QDB diklasifikasikan sebagai pasien dan memerlukan perawatan psikiatris secara berkelanjutan, serta kebutuhan perawatannya yang kompleks, termasuk kehamilannya.
QCAT sendiri dapat memutuskan apakah seseorang yang dewasa yang tidak memiliki kemampuan hukum dapat membuat keputusan untuk melakukan aborsi.
Orangtua QDB mengindikasikan bahwa mereka tidak menentang rencana aborsi itu, karena mereka menilai anaknya tak mampu merawat anak-anak.
Dalam keputusannya, Ian Brown dari QCAT mengatakan bahwa QDB tidak dapat diberikan izin melakukan aborsi karena dia “tidak memiliki kemampuan mengambil keputusan rumit mengenai semua masalah pribadinya, berdasarkan penyakit mental yang dideritanya”.
“Kami menyadari bahwa pandangan dan permintaan QDB harus dipertimbangkan dalam masalah ini. Namun kami juga memperhatikan fakta bahwa QDB belum sepenuhnya mengetahui prosedur aborsi,” katanya.
Menurut Brown, karena aborsi akan berlangsung setelah kehamilan QDB mencapai usia 20 minggu, maka janinnya sudah dapat dilahirkan hidup-hidup. Selain itu juga memerlukan pendaftaran sertifikat kematian dan pengaturan yang dibuat untuk prosedur penguburan.
“QDB belum diberitahu tentang putusan ini dan belum diberi kesempatan mempertimbangkan apakah dia ingin melanjutkan kehamilannya atau tidak. Serta bagaimana perasaannya tentang prosedur penghentian kehamilan ini,” katanya.
Aborsi janin berusia lebih dari 20 minggu dianggap legal di banyak negara bagian termasuk Victoria, Australia Selatan dan Northern Territory.
Kehamilan dianggap tidak beresiko
Sementara itu di Negara Bagian Queensland, aborsi masih dianggap sebagai tindak kriminal. Namun akan dibolehkan bila dokter yakin kesehatan fisik atau mental wanita yang hamil tersebut berada dalam bahaya serius.
Selain itu akibat riwayat penggunaan narkoba, QDB diketahui memiliki letak plasenta yang rendah dan merupakan perokok.
“Kedua dokter sepakat bahwa jika kehamilan QDB berlanjut, diperlukan tingkat perawatan dan penanganan lebih tinggi. Tanpa perawatan lanjutan, dan yang penting lagi jika QDB menarik diri dari perawatan, ada kemungkinan peningkatan risiko kesehatan fisik QDB,” kata hakim tersebut.
“Buktinya adalah bahwa dalam skenario terburuk, jika ada perubahan pada janin yang tidak terdeteksi, misalnya kematian janin di dalam rahim, QDB berisiko mengalami komplikasi yang jika tidak diobati dapat mengakibatkan kematiannya.”
Di persidangan terungkap bahwa meskipun kehamilan QDB berisiko lebih tinggi daripada kehamilan standar, namun kehamilannya dinilai tidak cukup berisiko untuk digugurkan.
“Tidak ada bukti yang diajukan yang menunjukkan adanya bahaya serius terhadap kehidupan QDB atau kesehatan fisik dan mental jika kehamilan berlanjut,” kata Hakim Brown.
Aktivis kecam putusan hakim
Pimpinan Reproduksi Australia, Jenny Ejlak mengatakan, kasus ini sangat kompleks namun seharusnya ditangani lebih awal.
“Bagaimana bisa setelah dia hamil 20 minggu barulah ada orang mengatakan ‘kita harus melihat hal ini dan memutuskan apakah dia ingin melanjutkan kehamilannya’?” kata Ejlak.
“Seluruh sistem kesehatan perlu mencari dimana kesalahannya dan celah karena wanita ini jadi korban,” katanya.
Ejlak mengatakan pengadilan tersebut terikat preseden hukum yang ditetapkan lebih dari 70 tahun silam.
Dia mengatakan bahwa keputusan tersebut mungkin akan berbeda jika kasus ini terjadi di negara bagian lain yang membolehkan aborsi.
“Keputusan perawatan kesehatan untuk wanita Australia pada tahun 2017 dibuat sesuai dengan pemikiran beberapa hakim pria, yang belum banyak berubah sejak 1939,” kata Jenny Ejlak.
“Ini salah satu kasus yang tidak menguntungkan dimana hukum lebih berpengaruh pada perawatan kesehatan wanita daripada profesional kesehatan,” katanya.
“Secara hukum mereka ditanya apakah akan memberikan persetujuan untuk melanjutkan penghentian kehamilan. Namun sama sekali tidak ada referensi mengenai risiko bayi kembar yang dikandungnya,” tambahnya.
Perwalian telah ditunjuk untuk perawatan kesehatan dan urusan hukum QDB. Pihak Departemen Kesehatan Queensland telah dihubungi untuk dimintai konfirmasi.
Diterjemahkan pada 4/9/2017 oleh Iffah Nur Arifah dari artikel Bahasa Inggris di sini.