ABC

Nama Desa Ini Terkait Kebrutalan di Masa Lalu, Warganya Pun Berdebat

Coutts Crossing, sebuah desa di pedalaman New South Wales, Australia, memperdebatkan namanya karena terkait dengan kebrutalan di masa lalu. Namun mayoritas warganya sepakat untuk mempertahankan nama yang diambil dari pendiri perkampungan ini.

Coutts Crossing terletak di tepi Sungai Orara dan kini dihuni lebih dari seribu penduduk.

Desa di Clarence Valley ini dinamai sesuai nama pemukim awal, Thomas Coutts, yang membuka peternakan sapi dan domba di Kangaroo Creek pada tahun 1840.

Namun sebuah artikel opini di koran lokal bulan lalu mempertanyakan penghormatan untuk Coutts, yang disebut-sebut meracuni 23 penduduk Aborijin pada tahun 1847.

Pendeta Anglikan dan tetua Aborijin, Lenore Parker, mengatakan perubahan nama desa akan menyatukan warga sekaligus mengakui kesalahan di masa lalu.

“Banyak lokasi pembantaian lain di daerah ini,” katanya.

Menurut dia, permasalahan ini nantinya akan diatasi dengan pendekat yang mendahulukan persatuan di kalangan warganya.

Sedikit yang mendukung

Dalam pertemuan publik pekan ini, penduduk Coutts Crossing secara mayoritas memilih mempertahankan nama desa mereka.

Tercatat 183 warga menentang perubahan nama, dan hanya 13 orang yang mendukungnya.

Warga setempat Jeanette Hay mengatakan mengubah nama desa tidak akan mencapai apa-apa.

“Begitu banyak orang bekerja keras membuat desa ini seperti sekarang,” katanya kepada ABC.

Dia mengatakan, usulan penggantian nama desa menimbulkan kekecewaan banyak orang.

“Penyebutan desa sebagai ‘desa orang-orang terkutuk’ dan diberi nama dari seseorang pembunuh massal itu menjengkelkan,” katanya.

“Dia (Coutts) tidak pernah dihukum. Penduduk yang tinggal di sini, membangun daerah ini, tak ada hubungannya dengan apa yang mungkin pernah dia lakukan,” kata Hay.

A green and white road sign with numerous towns and kilometres on it.
Penduduk Coutts Crossing akan tetap mempertahankan nama desanya.

ABC News: Meghna Bali

Memecah masyarakat

Namun warga aborijin dari suku Gumbaynggirr, Lisa Southgate, mengatakan kesalahan di masa lalu haruslah diakui.

Dia khawatir masyarakat telah terpecah oleh permasalahan ini.

Menurut dia, sejauh ini pihaknya belum mengajukan usulan perubahan nama kepada pemerintah setempat.

“Kami tidak memiliki nama khusus yang diusulkan. Hal itu membutuhkan proses panjang secara internal di kalangan penduduk Aborijin untuk disepakati,” kata Southgate.

“Perlu semacam pengakuan dan saya kira kita tak boleh membiarkan sejarah kita jadi misteri,” ujarnya.

“Sehingga orang bisa belajar mengenai keracunan itu dalam konteks yang lebih luas dalam semua sejarah kita,” tambahnya.

An Aboriginal woman stands in front of a crowd in a room with a microphone in her hand.
Penduduk Coutts Crossing dalam pertemuan masyarakat yang membahas tentang nama desa mereka.

ABC News: Meghna Bali

Bukti pembantaian

Sejarawan Australia Barat Jane Lydon selama ini meneliti pembantaian orang Aborijin di Kangaroo Creek dan ikut menulis buku tentang pembantaian di Myall Creek.

Profesor Lydon yakin bahwa orang Aborijin memang diracuni dan ada bukti yang menunjukkan bahwa Coutts bertanggung jawab.

Namun, disebutkan bahwa bukti-bukti dan informasi itu berasal dari warga Aborijin yang pada saat itu tidak diakui di pengadilan.

“Banyak orang baik yang tinggal di Coutts Crossing dan jelas tidak ada hubungannya dengan pembantaian itu,” kata Profesor Lydon.

Namun, katanya, nama desa ini mengingatkan peristiwa tersebut sebagai bagian dari hubungan antara penjajah kulit putih dan orang Aborijin.

“Pertahankan nama desa ini tapi akui juga maknanya secara lebih jelas,” katanya.

Desa-desa lainnya sebenarnya telah mengubah namanya atau mengalami sedang menuju ke sana karena sejarah masa lalunya.

Lambing Flat misalnya telah diubah menjadi Young karena terkait dengan kerusuhan Lambing Flat. Sedangkan Germanton mengubah namanya menjadi Holbrook karena sentimen anti-Jerman.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.