ABC

Museum Zoologi Bogor: dari Jalak Bali ke Cepuk Flores

Museum Zoologi di Bogor, Jawa Barat, menyimpan berbagai koleksi binatang untuk bahan penelitian. Museum ini hanya dibuka setahun sekali untuk umum pada bulan Oktober, namun wartawan ABC Laban Laisila diberi kesempatan khusus. Berikut laporannya.

Museum Zoologi  ini letaknya sekitar 46 kilometer dari Jakarta, tak jauh dari Kantor Pemda Kabupaten Bogor dan merupakan museum yang khusus menyimpan koleksi untuk penelitian.

Menurut Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bidang ilmu hayati Endang Sukara, museum ini menyimpan ratusan juta spesimen dari puluhan ribu jenis.

Namun koleksi itu masih terbatas pada hewan darat dan air tawar serta invertebrata. Endang Sukara menyebut koleksi di sini diperkirakan cuma sekitar tak lebih sepuluh persen dari keaneka ragaman hayati yang dimiliki Indonesia.

Museum Zoologi yang di Kebun Raya Bogor didirikan pada 1894, sementara tempat koleksi untuk Museum Zoologi di sini baru ditempati pada 1997 dengan dana hibah dari Bank Dunia dan Jepang, tanpa sedikit pun campur tangan Pemerintah Indonesia pada masa proses pembangunannya.

“Ketika kita dapat donasi, kita bangun ini. Dua-duanya dengan herbarium botani. Dalam dua tahap. Masing-masing tahap 20 juta dollar. Bukan dari dana pemerintah Indonesia,”" kata Endang Sukara.

Penemuan Jalak Bali

Di museum tersebut, terdapat 24 ruangan koleksi dan salah satu yang unik adalah ruangan penyimpanan spesimen burung.

Temperature udara di ruangan tersebut sengaja dipertahankan pada 22 derajat celcius supaya koleksi tidak hancur. Luas ruangan kira kira gabungan sekitar 300 meteran persegi.

Ada seribu jenis burung yang disimpan di sini dari perkiraan 1600 jenis yang ada di Indonesia. Termasuk Jalak Bali yang tersisa hanya enam ekor yang hidup di alam bebas.

Don Daryono peneliti burung di Museum Zoologi bercerita koleksi Jalak Bali status hampir punah yang disimpan, diperoleh persis seratus tahun yang lalu dengan cara tak sengaja.

“Penemuan jalak Bali ini sebenarnya tidak sengaja. Ada orang Jerman waktu itu tahun 1911 mau ekspedidsi ke Sulawesi. Dia menyewa perahu dari Singapura. Sampai Surabaya waktu mau nyebrang kerusakan mesin. Mereka mampir ke Bali sambil jalan-jalan dan akhirnya ketemu ini. Lho, burung yang ini warna eye shadownya biru,” kata Don Daryono menjelaskan.

Ada juga spesimen burung yang baru ditemukan lagi setelah seratus tahun seperti Cepuk Flores yang pernah diperkirakan punah.

“Ini juga tertangkapnya tidak sengaja. Kita tinggalkan satu jaring untuk  menangkap kelelawar. Ketika kita cek malah ketemu yang ini.  Kita sudah cek ke museum Inggris dan Amerika akhirnya baru ketahuan. Setelah 100 tahun baru sadar ini burung Cepuk Flores,” tambah Don Daryono lagi.

Karena ketekunan itu, pencatatan terhadap keanekaragaman hayati bertambah.

Setengah Lapangan Sepakbola

Ruangan lain yang juga menarik adalah tempat koleksi penelitan dan penyimpanan serangga. Luasnya diperkirakan sekitar setengah lapangan sepak bola, paling lega dari ruangan lain. Berlorong lorong rak penyimpanan tersusun rapi.

Disinilah tempat penyimpanan terlengkap dan terbesar serangga yang terbesar di Asia. Ada sekitar tiga juta spesimen dari 12 ribu jenis. Salah satu koleksi yang tertua adalah belalang ranting yang dikumpulkan pada 1906.

Koleksi yang saya lihat bentuk dan ukurannya berbeda. Dalam satu kotak ada sekitar 15 jenis. Ada juga yang bentuknya mirip hewan pada film film kartun.

Yang membuat saya tertarik. Yaitu tempat penyimpanan koleksi hewan air tawar. Di rak rak terlihat ribuan botol dan ada juga aquarium besar. Di tempat ini baunya menyengat, itu karena koleksi diawetkan dengan alkohol.

Salah satu yang unik adalah koleksi Buaya Siam yang tak lagi ditemukan di Pulau Jawa.

"Ada jenis yang terdeteksi oleh koleksi kita dari jaman Belanda tahun 1927. Tapi ditemukannnya hanya disebut inlander di kota antara Dermaga Bogor sampai Pandegalang jenisnya Buaya Siam. Padahal ternyata buaya itu sekarang ini sampai dengan survey saat ini tidak ada," terang Ristiyanti Marwoto, peneliti pada Pusat Penelitian Biologi.

Tadi baru segelintir saja yang saya lihat dan ceritakan buat anda. Paling tidak membuktikan betapa kayanya Indonesia.

 

Indonesian Zoologi Museum Colection1

Salah satu koleksi serangga museum Zoologi

Hanya memang mengelola Museum ini butuh kesabaran. Apalagi, kata Ristiyanti Marwoto, dana dari Pemerintah Indonesia untuk mengelola Museum ini kurang dari satu miliar rupiah saja.

"Belum lagi dana penelitian yang kurang, khususnya untuk keanekaragaman hayati," kata Endang Sukara. “Kegiatan dari seluruh riset Indonesia saja hanya 0,05 persen. Padahal orang lain seperti di China dua persen. Di Pakistan tiap tahun naik 10 persen."

Ia menambahkan, dana untuk riset itu belum mendapat perhatian.

Kalau saja pemerintah bersedia menggelontorkan dana. Tantangannya juga ada pada kurangnya sumber daya manusia yang mau terjun menjadi ilmuwan bidang ini.