ABC

Mungkinkah Warga Indonesia di Australia Mencapai Puncak Karir Menjadi Bos?

Australia memberikan kesempatan yang luas kepada imigran untuk bekerja, sehingga pekerja dari beragam etnis dengan mudah banyak ditemukan di perusahaan. Tapi, masalahnya apakah mereka bisa mencapai tingkat manajerial atau eksekutif?

Kemungkinan orang Asia jadi bos di Australia

Kemungkinan etnis Asia jadi bos di Australia

  • 95 persen pemimpin eksekutif di Australia memiliki latar belakang etnis Eropa
  • Orang Asia lebih dianggap sebagai pekerja keras, hanya cocok diberikan tugas
  • Mengenal ajaran budaya mana yang membatasi karir menjadi langkah pertama yang bisa dilakukan

Salah satu warga Indonesia yang sudah bekerja belasan tahun di Australia pernah juga mempertanyakannya, “apakah saya bisa jadi bos?”

Sudah hampir 15 tahun Mahendra, yang enggan nama akhirnya disebutkan, bekerja di sebuah perusahaan penyedia teknologi bagi industri keuangan yang berpusat di kota Brisbane, Australia.

Pria asal Surbaya tersebut mengaku jika saat ini dirinya sudah tidak lagi ingin mengejar karir, setelah melihat tertutupnya kemungkinan baginya mencapai puncak karir di perusahaannya.

“Saya tidak mengatakan Australia rasis, tetapi ada satu faktor yang membuat saya tetap berada di posisi yang sama dalam hampir 8 delapan tahun terakhir,” ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.

Office workers
Seringkali warga imigran hanya bisa menduduki posisi pemimpin level pemula dan tidak mengalami peningkatan.

AAP

Mahendra mengaku jika ia membandingkan karirnya dengan teman-temannya yang bekerja di Jakarta, banyak diantara mereka sudah mencapai puncak pimpinan perusahaan.

Sementara saat ini ia hanya mengepalai sebuah tim kecil yang menurutnya “tidak memiliki peran signifikan”.

Pengalaman Mahendra di tempat kerjanya menjadi refleksi soal data statistik terkait kepemimpinan perusahaan di Australia.

95 persen senior eksekutif atau setingkat CEO di Australia adalah berasal dari etnis Anglo-Celtic atau latar belakang Eropa, menurut Australian Human Rights Commission.

Meski 24 persen dari seluruh warga Australia memiliki latar belakang Aborigin atau bukan Eropa, hanya lima persen yang berada di puncak kepemimpinan perusahaan.

Persepsi etnis tertentu hanya cocok jadi pekerja

Office worker, Arup building, Sydney
Seringkali orang Asia dianggap pekerja keras, sehingga dianggap hanya cocok untuk diberi tugas ketimbang memimpin.

Foto: Earl Carter Photography

Sementara hasil penelitian lainnya di Australia menembukan pemimpin eksekutif yang berasal dari etnis selain Eropa, 33 persen lebih mungkin mengungguli rekan-rekan lainnya.

“Satu faktor signifikan adalah adanya asumsi soal pekerja mana yang pas untuk jadi pemimpin,” ujar Race Discrimination Commissioner Chin Tan

“Ini bisa jadi karena adanya asumsi yang berdasarkan budaya dan etnis tertentu soal orang mana yang secara alami bisa jadi pemimpin,” tambahnya.

“Tentu saja asumsi-asumsi seringkali tidak sesuai dengan kenyataan.”

Apa yang dialami Mahendra juga dialami Elanor, warga asal Hong Kong yang bekerja di sebuah firma hukum.

“Salah satu persepsi yang dimiliki orang, terutama di bidang hukum, adalah kita [orang Asia] adalah pekerja keras, kita adalah yang bekerja [bukan pemimpin]” ujarnya.

“Kita jarang sekali disebut sebagai “oh mereka adalah pemimpin yang baik, ayo promosikan mereka”.

Seringkali persepsi seperti itu membuat dirinya meragukan kemampuannya sendiri.

Kenali budaya yang membatasi karir Anda

A woman sitting at a desk works on her computer
Salah satu yang bisa dilakukan adalah menidentifikasi nilai-nilai budaya dari negara asal yang bisa membatasi diri berkembang.

ABC News: John Stewart

Dai Le adalah salah seorang penggiat yang sering menyuarakan pentingnya keberagaman etnis di tempat kerja dan tergabung dengan organisasi DAWN Network.

Ia merekomendasikan agar kelompok imigran di Australia merefleksikan bagaimana budaya mereka bisa mempengaruhi perilaku di tempat kerja.

Salah satu contohnya adalah budaya Asia yang menurutnya cenderung membela atasan, tapi di satu sisi membuat mereka kurang percaya diri untuk berbicara atau mengusulkan ide-ide baru.

Ia juga mengatakan orang-orang dari latar belakang Asia seringkali takut malu jika ada yang tidak setuju dengan ide-ide mereka dalam sebuah rapat, dan karenanya menyebabkan mereka berdiam diri.

Menurutnya langkah pertama yang bisa dilakukan untuk mengubah perilaku para imigran di tempat kerja adalah dengan mengidentifikasi nilai-nilai budaya-budaya dari negara asal yang membatasi karir mereka

Pelatihan dan bimbingan soal ini dapat membantu imigran untuk bisa keluar dari situasi seperti ini.

“Bersikaplah proaktif. Ikut serta dalam forum yang membahas cara berkomunikasi di tempat kerja … Itu sebabnya saya mendirikan DAWN Network, karena saya tidak pernah bertemu orang yang membimbing saya,” katanya.

“Para mentor yang kami miliki punya kesadaran soal budaya dan telah melalui perjalanan hidup yang serupa.”

Artikel ini telah disadur dari tulisan aslinya dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.

Berita seputar sekolah dan kerja di Australia lainnya bisa Anda dapatkan hanya di ABC Indonesia.