Bagi warga Indonesia, siapa yang tidak mengenal makanan tempe? Makanan khas Australia ini ternyata sudah sudah mendunia, dengan keberadaannya di sejumlah negara, termasuk Australia. Lantas bagaimana proses pembuatan tempe di luar negeri?
Sebuah bangunan mungil di kawasan Mulgrave, sekitar 30 menit dari pusat kota Melbourne terlihat nampak sepi dari luar.
Padahal, sudah sejak matahari terbit, Sinta Santoso beserta suami dan tiga pekerjanya mencuci kacang kedelai.
Ibu Sinta sudah menekuni bisnis tempenya sejak tahun 2005. Pensiunan dari industri supermarket dan ritel yang memiliki gelar di bidang sains makanan ini mengaku alasan memilih bisnis tempe karena citranya yang buruk.
"Saya masih ingat, saat itu warga Australia tidak suka makan tempe. Tempe adalah makanan hasil fermentasi. Seperti halnya makanan hasil fermentasi dari negara lainnya, memiliki bau dan rasa yang kurang sedap," ujar Ibu Sinta.
Kedelai organik yang bersertifikat (Foto: ABC International, Erwin Renaldi)
Saat pertama kali pindah ke Australia lebih dari 20 tahun lalu, ibu Sinta yang berasal dari Malang ini memang memiliki pengetahuan soal pembuatan tempe.
"Saya pernah membuka restoran di Melbourne, tapi kemudia tergerak untuk membuat tempe saja, sekalian memperbaiki citra tempe. Tempe yang proses pembuatannya benar akan menghasilkan rasa yang lebih baik," katanya.
Di Melbourne, tempe buatan ibu Sinta yang diberi nama Prima Soy ini adalah satu-satunya tempe organik.
"Nih lihat saja, kedelai-kedelai saya ini organik yang bersertifikat," jelasnya. "Dengan produk organik ini, saya membidik pasar yang lebih berkelas, dalam artian memang orang-orang yang lebih peduli soal kesehatannya."
Prima Soy memang tidak dijual di supermarket biasa, melainkan di supermarket yang khusus menjual produk organik.
"Industri organik ini memang masih kecil, hanya orang tertentu, tapi semakin berkembang," jelasnya.
Proses pencucian kacang kedelai sebelum digiling (Foto: ABC International, Erwin Renaldi)
Proses pembuatan yang lebih rumit
Proses pembuatan tempe di Australia memanglah tidak sama dengan di dalam negeri. Terlebih karena faktor cuaca yang cenderung dingin dengan intensitas matahari yang rendah. Tapi ibu Sinta memiliki kreativitas untuk menemukan solusinya.
"Setelah dicuci, kemudian digiling dengan mesin yang kami impor dari Indonesia," jelasnya. "Tapi kami tidak menggunakan tungku, melainkan steamer (pengukus elektronik)."
"Karena tidak ada matahari, maka untuk proses selanjutnya, yakni pengeringan yang menggunakan dryer (mesin pengering yang biasanya digunakan untuk pakaian. Dan saya pun memiliki inkubator khusus untuk membuat ragi.
Ruangan khusus inkubator untuk pembuatan ragi pada tempe (Foto: ABC International, Erwin Renaldi)
"Memang pembuatannya lebih rumit tapi saya tetap tidak mau menjadikan produk saya masal di pasaran. Saya ini merasa lebih artisan, semua dibuat dengan tangan kami sendiri," ungkapnya.
Menurutnya dengan proses pembuatan ini, ibu Sinta mengakui kalau produknya lebih tahan lama.
Menjadi inovatif dan kreatif memang menjadi dua diantara banyak kunci kesuksesan ibu Sinta dalam menjalankan bisnis tempenya.
Sinta Santoso, memulai usaha tempe di Australia sejak tahun 2005 (Foto: ABC International, Erwin Renaldi)
"Saya juga menciptakan tempe dengan berbagai rasa agar lebih disukai dan sesuai citra rasa lokal disini."
Selain tempe biasa, Prima Soy juga tersedia dalam rasa pedan, asam manis ala Meksiko, tempe bacem, dan lainnya.
Produk jadi tempe organik yang lebih dijual di supermarket khusus (Foto: ABC International, Erwin Renaldi)
"Kalau ingin membuka usaha, kita harus memiliki 'passion' atau semangat dan kegemaran untuk melakukannya. Tapi yang lebih terpenting lagi adalah produk yang ditawarkan adalah unik," katanya.
Tempe dengan berbagai rasa ini dibuat dengan kedelai yang diberi tambahan bumbu.
"Ini juga mengingat faktor kepraktisan. Sehingga warga Australia lebih mudah saat menikmatinya," tambahnya.