Modifikasi Motor Roda Tiga Pengubah Hidup Difabel di Indonesia
Berkat penyedia jasa modifikasi sepeda motor, seperti Catur Bambang, kini warga difabel bisa menjalankan aktivitas sehari-hari, tanpa ketergantungan orang lain.
Catur, usia 42 tahun, cukup terkenal di kalangan difabel Indonesia yang hendak memodifikasi sepeda motor mereka menjadi sepeda roda tiga.
Bengkelnya yang terletak di Kawasan Rengas, Tangerang Selatan sudah buka sejak tahun 2004 dan telah menerima pesanan dari berbagai daerah di Indonesia.
“Karena saya difabel, angkot yang saya hentikan, tidak mau berhenti. Saya dilewati terus. Jadi saya kalau mau kemana-mana repot dan mahal harus pesan taksi atau ojek,” ujar Catur kepada Iffah Nur Arifah dari ABC Indonesia.
Ia merasa yakin jika banyak sesama difabel yang menghadapi masalah serupa setiap harinya. Ide memodifikasi sepeda motor pun datang, tidak hanya untuk membatu warga difabel tapi juga jadi peluang usaha.
Play
Press play then disable your screen reader. Use space bar to pause or play, and up and down arrows to control volume. Use left arrow to rewind and right arrow to fast forward.
Tentu saja Catur tidak mengambil banyak keuntungan dari bengkelnya ini.
“Bagi pemesan yang kurang mampu, saya biasanya hanya mengenakan biaya pengganti suku cadang sama biaya ongkos kirim saja” tuturnya.
Dan sekarang tidak hanya warga difabel yang menyukai sepeda motor hasil rancangannya, tapi juga warga lainnya, khususnya ibu rumah tangga.
“Saya senang hasil karya saya bermanfaat buat orang banyak,” kata Catur.
Dan bagi para difabel, adanya motor yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan juga membuat mereka lebih mandiri.
Play
Press play then disable your screen reader. Use space bar to pause or play, and up and down arrows to control volume. Use left arrow to rewind and right arrow to fast forward.
Sepeda motor dimodifikasi untuk mencari nafkah
Tedi, warga Jakarta Selatan adalah salah satu pelanggan Catur sejak tiga tahun lalu. Ia bahkan memanfaatkan sepeda motor yang telah dimodifikasi Catur untuk mencari nafkah.
“Sejak jatuh, kaki saya yang sebelah gak kuat menahan beban, makanya tidak bisa kalau pakai motor biasa,” kata Tedi yang bekerja mengantarkan kurir barang daring.
Tedi merasa lebih aman setelah mengendarai sepeda motor hasil rakitan Catur.
Menjadi sebuah kebahagiaan bagi Catur setelah mengetahui banyak pelanggannya, terutama yang difabel bisa menemukan semangat hidup setelah dapat kembali beraktivitas sehari-hari.
Tapi tentu tetap ada beberapa kendala dengan sepeda motor roda tiga hasil modifikasinya, salah satunya adalah soal parkir.
“Di gedung, parkiran [untuk difabel] itu biasanya tidak mereka siapkan. Kadang kita mau masuk gedung parkiran saja tidak boleh, dengan alasan khusus untuk mobil,” kata Tedi.
“Bagi warga difabel jalan jarak jauh itu lumayan capek. Saya memang tidak pake kursi roda, tapi pakai tongkat, jadi kalau jalan 100 meter-an itu lumayan sakit pinggang saya.”
Keliling Indonesia dengan motor modifikasi
Sepeda motor modifikasi hasil rakitan Catur juga membuat warga difabel mengejar mimpinya.
Seperti Shinta Utami, perempuan asal Pekanbaru, Riau yang sudah mengunjungi beberapa tempat di Indonesia.
Sejak tahun 2015, Shinta harus menggunakan kursi roda akibat kakinya melemah setelah terserang polio.
“Aku memang hobby jalan-jalan, tapi karena pakai kursi roda jadi harus pakai taksi kan itu mahal. Aku gak sanggup” ujar Shinta Utami.
Beruntung ayahnya memberikan hadiah sepeda motor yang telah dimodifikasi dan ia pun langsung melakukan kegemarannya berjalan-jalan keliling Indonesia.
Dalam setahun, ia sudah berkendara seorang diri sejauh 24,488 kilometer dengan menjelajahi 34 provinsi di Indonesia.
Perjalanan keliling Indonesia mengantarkan Shinta diundang ke Istana Presiden, untuk mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia untuk “Perjalanan terjauh yang dilakukan dengan motor modifikasi oleh seorang penyandang disabilitas”.
Di tahun 2017, ia kembali melakukan perjalanan keliling Indonesia dengan tujuan untuk mengkampanyekan hak-hak warga difabel.
Tapi, ia tidak menggunakan sepeda motor modifikasi miliknya.
“Ini sebagai bentuk protes aku kepada pemerintah. Karena meski UU Disabilitas sudah disahkan namun implementasinya belum ada. Makanya dalam perjalanan itu saya nekat pakai kursi roda,” tegasnya.
Shinta mengaku jika perjalanannya dapat memberikan inspirasi bagi warga difabel, khususnya untuk membangkitkan semangat hidup mereka.