ABC

Minta DPR Tunda Pengesahan RUU KUHP, Jokowi Dianggap Belum Dengar Penjelasan Lengkap

Presiden Indonesia Joko Widodo meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP), yang sedianya dilakukan hari Selasa (24/9/2019) pekan depan. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR menganggap Presiden belum mendengar penjelasan lengkap.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan sebenarnya RUU KUHP justru menjadi jawaban dari keinginan Kepala Negara untuk menyederhanakan Undang-Undang.

“Dengan berlakunya KUHP baru, maka seluruh undang-undang yang diproduksi, yang menyebabkan begitu banyak sumber hukum di negara kita, itu memang akan didorong untuk mengikuti pasal dalam Undang-Undang KUHP,” ujar Fahri kepada ABC.

Fahri menjelaskan RUU KUHP adalah rekodifikasi Undang-Undang dan sudah seharusnya sesuai dengan permintaan awal Presiden.

“Presiden perlu mendengar langsung dari yang sudah 40 tahun membahas UU ini enggak selesai-selesai,” papar politisi asal Partai Keadilan Sosial (PKS) ini.

Sementara itu, anggota Komis III DPR (komisi yang menaungi bidang hukum) dari fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Teuku Taufiqulhadi, mengatakan sebagai bagian dari koalisi Pemerintah, ia akan mendukung permintaan Presiden.

Namun ia memiliki catatan.

“Saya ingin mengatakan kami sebagai koalisi pendukung Presiden akan mendukung permintan Presiden tetapi saya ingin beritahukan bahwa kalau sekarang ditunda, itu tidak akan pernah lagi terjadi,” sebut Taufiqulhadi kepada ABC.

Unjuk rasa mahasiswa (19/9/2019)
Unjuk rasa mahasiswa (19/9/2019) menolak sejumlah rancangan undang-undang yang dianggap melemahkan demokrasi, salah satunya RUU KUHP.

Twitter; @BEMUI_Official

Ia menilai DPR yang menjabat saat ini memiliki komitmen untuk melakukan upaya dekolonialisasi hukum pidana Indonesia warisan Belanda.

“Yang akan datang itu sudah semakin susah. Harus ingat bahwa KUHP ini sudah dibahas bukan kali ini saja, itu sudah berperiode-periode, kemungkinan sudah ada 4 periode sebelum kami. Tapi semua gagal.”

“Kalau sekarang ditunda brarti itu tidak akan pernah lagi. Karena akan semakin banyak kelompok-kelompok yang pro kepada perspektif HAM barat. Apakah mereka akan melepaskan? Tidak juga,” papar Taufiqul.

Dalam pidatonya di Istana Kepresidenan Bogor (20/9/2019), Jokowi mengatakan ia terus mengikuti pembahasan RUU KUHP dan kritik-kritik yang muncul terhadap rencana legislasi tersebut.

Presiden berkesimpulan beberapa materi dalam RUU KUHP membutuhkan pendalaman lebih lanjut.

“Dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” sebut Jokowi.

Presiden berkesimpulan setidaknya ada kurang lebih 14 pasal yang masih harus ditinjau kembali.

“Tadi saya melihat materi-materi yang ada, substansi-substansi yang ada, ada kurang lebih 14 pasal. Nanti ini yang akan kami komunikasikan baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada,” ujar Jokowi di depan wartawan.

Simak berita-berita lainnya dariĀ ABC Indonesia