ABC

Metode Immersion Bantu Lestarikan Bahasa Aborijin Australia

Program pembelajaran bahasa asing dengan metode immersion (langsung menggunakan bahasa asing itu sendiri) dari Selandia Baru dan Amerika Utara terbukti menjadi formula keberhasilan dalam melestarikan bahasa Aborijin Miriwoong di Kununurra, Australia Barat.

Ketika ditanya bagaimana ia mengidentifikasi dirinya sendiri, Rozanne Biliminga mengatakan, “Saya adalah seorang perempuan yang tidak akan pernah menyerah pada diri saya dan bahasa serta budaya saya. Dan saya sangat bangga menjadi diri saya sendiri.”

Perempuan Miriwoong dari Goonoonoorrang -kata dalam bahasa Miriwoong untuk wilayah yang paling dikenal sebagai Kununurra -ini bekerja di Pusat Bahasa dan Kebudayaan Mirima Dawang Woorlab-gerring (MDWg) dan telah bergabung dalam perjuangan mereka untuk melestarikan bahasa lokal Miriwoong.

Meskipun ia ingat bahwa anggota komunitas yang lanjut usia berbicara dengan bahasa Miriwoong, bahasa Inggris adalah bahasa pertama yang ia pelajari. Tapi seiring berjalannya waktu, Rozanne mulai belajar bahasa Miriwoong dari orang tuanya.

"Tiap kali kami menyelesaikan sesuatu, mereka berbicara dalam bahasa lokal dan mengatakan kepada saya: apa artinya dalam bahasa Inggris, dan bagaimana dalam bahasa mereka," kata Rozanne.

Kini, Rozanne menyampaikan pengetahuannya kepada generasi berikutnya melalui Miriwoong Language Nest, sebuah program bahasa dengan metode immersion untuk anak-anak, di pusat itu.

Para anggota tim MDWg. (Dari kiri ke kanan) Rita Boombi, Dianne Dingle, Rosemary Boombi, Rozanne Bilminga dan Barbara Gallagher.
Para anggota tim MDWg. (Dari kiri ke kanan) Rita Boombi, Dianne Dingle, Rosemary Boombi, Rozanne Bilminga dan Barbara Gallagher.

Supplied: Darren Clark

Rozanne mengatakan bahwa siswa kelas tiga saat ini sedang belajar bagaimana berbicara tentang orang dan keluarga dalam bahasa Miriwoong, sementara anak-anak pra-sekolah sedang belajar tentang makanan khas Aborijin. Tapi nampaknya semangat belajar siswa belum bisa terpuaskan.

"Tiap kali kami pergi ke sana, anak-anak sangat senang karena mereka ingin belajar lebih."

Erosi bahasa

Knut J. Olawsky, yang dikenal oleh penduduk setempat dengan sebutan KJ, adalah ahli bahasa dan manajer senior MDWg. Ia mengatakan bahwa bahasanya sangat terancam puinah.

"Jika kami berbicara soal kefasihan penuh, artinya seseorang yang bisa berbicara dalam bahasa ini secara fasih…kami bisa bilang jumlahnya sangat sedikit."

Jumlah pembicara parsial lebih baik, tapi masih kurang dari 100 orang.

Dr Olawsky menghubungkan erosi bahasa dengan beberapa faktor, seperti larangan penggunaan bahasa Aborijin di masa lalu di banyak daerah pedalaman, dampak dari generasi yang hilang, dan dominasi umum bahasa Inggris di wilayah ini.

Faktor lain adalah kurangnya kata-kata dalam bahasa ini untuk menggambarkan objek dan konsep baru. MDWg bertujuan untuk mengatasinya dengan menciptakan kata-kata baru dalam bahasa Miriwoong. Misalnya, “komputer” – “goolarn ngerregoowoong wilmoorrbang,” yang secara harfiah berarti “otak besar dengan kabel.”

Tapi Dr Olawsky mengakui bahwa kata-kata ini mungkin tidak bertahan lama jika mereka tak masuk dalam cara bercakap bahasa lokal.

Mengambil inspirasi dari luar

Model yang dijalankan ‘Language Nest’ dikembangkan di Selandia Baru untuk mengajar anak-anak muda bahasa Maori.

Di Selandia Baru, program ini membawa anggota komunitas Maori ke pusat penitipan anak, membenamkan anak-anak ke dalam bahasa tersebut.

"Kemampuan untuk belajar bahasa paling kuat dimiliki anak-anak. Jadi kami pikir, begitu bagus untuk memanfaatkan program immersion yang menarget anak-anak dari usia dini."

Di Kununurra, MDWg memiliki tim instruktur bergerak yang menggunakan percakapan, permainan, lagu dan cerita sederhana untuk mengenalkan anak-anak kepada bahasa Miriwoong.

Dr Olawsky mengatakan, program tersebut, yang mereka perkenalkan pada tahun 2013, telah menjadi kesuksesan yang “fenomenal”.

Ia mendasarkan kesuksesan itu bukan hanya pada kemampuan bahasa, tapi juga dampak program terhadap kehadiran dan perilaku umum.

"Para guru memberi tahu kami bahwa sesi bahasa Miriwoong adalah kelas favorit anak-anak."

“Mereka juga melaporkan bahwa anak-anak jauh lebih mudah diatur selama sesi tersebut dan mereka merasa sangat senang untuk belajar.”

Untuk pembelajaran orang dewasa, pusat bahasa tersebut beralih ke kelompok masyarakat adat lain untuk mendapat inspirasi: penduduk asli Amerika. Pada tahun 2009, pusat tersebut mengenalkan program Master-Apprentice, yang diadopsi dari organisasi ‘Advocates for Indigenous California Language Survival’ di Amerika Serikat.

“[Itu] juga berbasis immersion,” kata Dr. Olawsky. “Ada satu aturan sederhana, dan itu adalah: tidak ada bahasa Inggris.”

“Mereka bisa menggunakan tangan dan kaki mereka, dan mereka bisa menggunakan kata-kata terbatas apa pun yang mereka miliki, tapi mereka tidak bisa menggunakan bahasa Inggris.

“Kami memiliki beberapa tingkat keberhasilan yang baik dengan hal itu.”

Dampak yang berlanjut

Meski ia mengakui bahwa Selandia Baru memiliki keunggulan dalam memusatkan perhatian pada satu bahasa, ketimbang banyak bahasa Adat di Australia, Dr Olawsky berpikir bahwa mereka bisa melakukan lebih banyak hal.

"Pentingnya bahasa selain bahasa Inggris di sini, sangat rendah," akunya.

“Dari kira-kira 500 bahasa di negeri ini, mungkin sekarang tersisa sekitar seratus yang aktif digunakan, dan kebanyakan dari mereka sangat terancam punah.”

“Ada beberapa program yang akan mendukung revitalisasi bahasa Aborijin. Pada saat bersamaan, saya kira jumlah dana yang dikeluarkan untuk bahasa-bahasa Aborijin sangat kecil sekali.”

Tapi ia berharap, kesuksesan MDWg akan menginspirasi orang lain dan menghasilkan lebih banyak dana di masa depan.

Rozanne Bilminga, Rita Boombi, Stephanie Woerde (mantan fasilitator Language Nest) dan Rosemary Boombi
(Dari kiri ke kanan) Rozanne Bilminga, Rita Boombi, Stephanie Woerde (mantan fasilitator Language Nest) dan Rosemary Boombi dengan sebuah buku yang ditulis anak-anak dalam bahasa Miriwoong.i

Supplied: MDWg

Selain perbaikan perilaku anak, Dr Olawsky percaya bahwa belajar bahasa membantu masyarakat luas.

“Jika seseorang kehilangan bahasa mereka, itu akan menciptakan krisis identitas. Apalagi jika tidak ada yang bisa mengisi kekosongan itu.”

"Segera setelah mereka mulai berbicara suatu bahasa, mereka akan teridentifikasi dengan kuat oleh bahasa itu, dan dengan identifikasi itu muncul kekuatan kepribadian dan karakter."

Ini juga menciptakan peluang bagi staf. Tahun lalu, Rozanne memperoleh Sertifikat III dalam Bahasa Aborijin untuk Komunitas dan Tempat Kerja, dan tahun ini ia mengikuti pelatihan guru bahasa Aborijin, yang akan membuatnya memenuhi syarat untuk berpartisipasi sebagai pembantu guru di sekolah-sekolah Australia Barat.

Pekerjaan itu juga membangun kepercayaan dirinya.

“Saat pertama saya bergabung, saya benar-benar pemalu,” katanya. “Tapi sekarang saya mulai percaya diri setiap kali saya pergi.”

“Saya ingin lebih dari itu.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterbitkan: 19:00 WIB 0707/2017 oleh Nurina Savitri.