Menyelami Keindahan Great Barrier Reaf Tanpa Perlu Basah
Teknologi virtual reality (VR) kini dikembangkan untuk membantu peneliti agar bisa “menyelam tanpa harus basah” di kawasan terumbu karang Great Barrier Reef Australia. Dengan teknologi tersebut mereka bisa mengukur nilai keindahan salah satu situs keajaiban alam tersebut.
Pihak Queensland University of Technology (QUT) mengembangkan teknologi bernama ‘Monitoring Through Many Eyes’ ini sehingga para ilmuwan kelautan dan publik berpeluang menjelajahi terumbu karang Great Barier Reef tanpa perlu tubuhnya basah.
“Kawasan terumbu karang Great Barrier Reef didesain sebagai kawasan warisan alam menurut sejumlah kriteria berbasis fenomena geologi, proses ekologi dan keanekaragaman,” kata pimpinan proyek ini, Dr Erin Peterson.
“Memang tak banyak diketahui bahwa Australia memiliki kewajiban untuk melapor ke UNESCO terkait kondisi estetika atau keindangan kawasan terumbu karang Great Barrier Reef,” ujarnya.
“Keindahan alami ini sangat subjektif, jadi melalui penggunaan teknologi virtual reality ini kami ingin ‘menceburkan’ orang ke kawasan terumbu karang itu,” katanya.
“Ini akan membantu … [memonitor] bagaimana pendapat orang. Dan jika kita bisa hitung secara kuantitatif pendapat tersebut, maka kita bisa mengelola dan melestarikannya,” tambah dia.
Mengembangkan teknologi
Tim peneliti QUT sebelumnya menggunakan gambar-gambar dari XL Catlin Seaview Survey untuk menciptakan terumbu karang digital.
Dr Peterson mengatakan tanggapan orang yang baru pertama kali menggunakan VR Great Barrier Reef ini umumnya sangat positif.
“Beberapa orang langsung merasa pusing begitu mulai melihat sekeliling terumbu karang secara digital … Anda tidak bisa membuat mereka berhenti,” katanya.
“Sementara yang lain lebih kritis dan menyatakan tidak bisa melakukan zoom atau semacamnya. Tapi juga teknologi VR ini terus berkembang,” ujar Dr Peterson.
Peneliti QUT Dr Julie Vercelloni mewawancarai lebih dari 100 orang yang melakukan “penyelaman dengan teknologi VR” ini.
“Ini merupakan kajian penting sebab persepsi mengenai keindahan berbeda dengan kesehatan [terumbu karang]. Sulit mengetahui tersebut karena sifatnya subjektif, dan tidak objektif,” kata Dr Vercelloni.
“Para penyelam amat menyukai teknologi “penyelaman kering” ini dan mereka menikmati sisi berbeda dari yang biasanya mereka lihat,” tambahnya.
Dari kamar tidur?
Proyek ini akan menjadi bagian dari inisiatif online yang lebih luas. “Jika pengguna memiliki perangkat VR, akan ada kode QR yang memungkinkan mereka mengakses terumbu karang digital dari rumah masing-masing,” kata Dr Peterson.
“Kita tahu banyak sekali masyarakat yang tertarik mengetahui apa yang terjadi di terumbu karang Great Barrier Reef. Tapi mereka tidak bisa pergi ke sana dan menyelam di kawasam itu,” jelasnya.
“Ini salah satu cara untuk mengajak masyarakat lebih terhubung dengan Great Barrier Reef,” tambahnya.
Pihak proyek berharap pada waktunya para penyelam juga bisa menyumbangkan data mereka sendiri dan foto-foto untuk ditambahkan ke proyek terumbu karang digital.
“Kami sedang dalam proses karena banyak orang ingin membantu pengumpulan informasi mengenai terumbu karang Great Barrier Reef. Kami perlu cara mengumpulkan kelompok ini bersama-sama,” kata Dr Peterson.
“Jika bisa memadukan ilmuwan warga ini maka hasilnya akan luar biasa,” jelasnya.
Diterjemahkan pukul 22:00 WIB, 2/11/2016, oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.