ABC

Menunggu Berjam-jam Untuk Rapid Test, Pengalaman WNI Pulang ke Jakarta

Kalau anda hendak pulang ke Indonesia dari luar negeri di tengah masa pandemi COVID-19 ini bersiaplah untuk menghadapi keadaan tidak menentu setibanya di Jakarta.

Dari pengalaman beberapa orang yang diwawancarai ABC Indonesia mengatakan mereka harus menunggu selama berjam-jam sebelum menjalani Rapid Test dan kemudian harus menjalani karantina sampai hari tes keluar.

Di tengah menunggu tersebut, paspor mereka yang baru pulang dari luar negeri ditahan oleh pihak imigrasi, dan banyak kesimpangsiuran mengenai kapan mereka bisa melanjutkan perjalanan.

Hal itulah yang dialami dua keluarga dari Melbourne (Australia) yang tiba dengan pesawat Garuda hari Sabtu (16/5/2020) dan sampai sekarang masih menunggu di Asrama Haji Pondok Gede (Bekasi).

Pierce Wibawa dan istrinya sebenarnya masih harus melanjutkan perjalanan ke Sidoardjo (Jawa Timur).

“Sampai pagi ini kita belum mendapat info sama sekali, mudah-mudahan hari ini kita bisa keluar dari sini,” kata Pierce kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya hari Selasa (19/5/2020) pagi.

Pierce Wibawa hari Senin (18/5/2020) dikarantina di Asrama Haji Pondok Gede Bekasi menunggu hasil tes COVID-19
Pierce Wibawa hari Senin (18/5/2020) dikarantina di Asrama Haji Pondok Gede Bekasi menunggu hasil tes COVID-19

Foto: Supplied

Untuk melanjutkan perjalanan ke Sidoardjo, Pierce Wibawa tidak membawa surat keterangan jalan yang sebelumnya disarankan untuk dibawa dan dikeluarkan KJRI di Melbourne.

Ini disebabkan karena Pierce masih tidak tahu moda transportasi apa yang akan digunakan untuk kembali ke rumahnya, karena banyaknya ketidakpastian.

Sekarang dia diberitahu bahwa bila hasil tesnya negatif, mereka akan diberi surat keterangan sehat yang akan bisa digunakan untuk melanjutkan perjalanan.

Ketika tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Pierce mengatakan dia dan istrinya harus menunggu selama 6 jam sebelum akhirnya menjalani Rapid Tes.

Pierce mengatakan tidak meminta surat keterangan jalan di Melbourne, karena dia tidak membeli tiket lanjutan dari Jakarta ke Surabaya, disebabkan informasi yang dikumpulkannya sangat simpang siur.

“Di Melbourne, saya tidak dapat kejelasan apakah akan dikarantina atau tidak. Jadi saya sudah merasa tidak enak. Dan pernah telepon ke KJRI, surat jalan baru bisa dikeluarkan kalau ada tiket lanjutan,” katanya lagi.

Menunggu lebih dari 8 jam untuk rapid test

Pengalaman lebih buruk dialami keluarga Suyono yang pulang berlima dari Melbourne dengan tujuan akhir Padang (Sumatera Barat).

Suyono yang adalah mahasiswa PhD di Universitas Victoria memutuskan memboyong keluarganya pulang (istri dan tiga anaknya) untuk menyelesaikan disertasinya di Indonesia karena situasi pandemi COVID-19.

“Kami juga mendarat jam 5 sore, dan baru menjalani rapid tes jam 1 malam, jadi menunggu antrian selama 8 jam,” kata Suyono kepada ABC Indonesia.

Sebenarnya karena membawa anak-anak, Suyono sudah meminta agar mereka mendapat prioritas dibandingkan dengan penumpang lain.

“Pada awalnya kita dibantu namun kemudian di depan, disebutkan bahwa penumpang asal Arab Saudi semua harus menjalani tes, sehingga kami menunggu lagi,” katanya.

Suyono bersama keluarganya baru tiba dari Melbourne dan sedang menunggu hasil tes COVID-19 di Jakarta.
Suyono bersama keluarganya baru tiba dari Melbourne dan sedang menunggu hasil tes COVID-19 di Jakarta.

Foto: Supplied

Keluarga Suyono baru sampai ke Asrama Haji Pondok Gede Bekasi sekitar jam 4 pagi.

“Setelah rapid tes yang cuma 1 menitan, kami disuruh menunggu di bus selama 2 jam dan baru sampai jam 4 pagi di sana.”

Karena pulang ke Indonesia untuk selamanya setelah tinggal hampir empat tahun di Australia keluarga Suyono membawa banyak barang bawaan dan itu sangat merepotkan mereka setibanya di Asrama Haji.

“Tidak ada troli dan kita harus membawa barang sendiri dari pintu masuk ke kamar kita menginap,” kata Suyono yang adalah dosen IAIN Batusangkar di Sumatera Barat tersebut.

Di Asrama tersebut ada beberapa petugas yang berjaga-jaga, namun ketika Suyono meminta bantuan, petugas menolak.

“Sebenarnya kalau harus membayar saya mau membayar. Petugas di situ menjawab “maaf kami tidak ditugaskan untuk mengangkat-angkat barang,” kata Suyono lagi.

Sampai hari Selasa pagi, Suyono masih menunggu hasil tes sebelum dia bisa merencanakan melanjutkan perjalanan ke Padang.

“Saya sudah memiliki surat keterangan jalan dari KJRI, walau saya belum membeli tiket pesawat ke Padang, karena beli tiket harus punya bukti hasil negatif,” tambah Suyono.

Yang menjadi pertanyaan bagi Suyono setelah mendarat adalah ketidakjelasan aturan mengenai apakah semua penumpang harus menjalani Rapid Testt dan Swap Test.

“Di surat kemenkes disebutkan adalah bisa dilakukan Rapid Test dan atau Swap Test. Tetapi kenyataannya kedua-keduanya dilakukan.”

Juga sebenarnya dalam surat kemenkes disebutkan bahwa mereka yang sudah memiliki surat bebas COVID-19 dari luar negeri tidak perlu lagi menjalani tes di Indonesia.

“Namun ada yang sekamar dengan kami, dia dari Singapura dan sudah tes bayar Rp 2 juta, sampai di sini, masih juga perlu tes lagi,” kata Pierce Wibawa.

Harga tiket lebih mahal

Keterangan terbaru dari KJRI mengenai surat keterangan jalan bagi mereka yang hendak pulang ke Indonesia.
Keterangan terbaru dari KJRI mengenai surat keterangan jalan bagi mereka yang hendak pulang ke Indonesia.

Foto: Supplied

Di tengah situasi pandemi COVID-19 ini hampir semua penerbangan internasional terhenti karena banyak negara menutup perbatasan udara masing-masing.

Maskapai Garuda Indonesia masih terbang dari Sydney dan Melbourne ke Jakarta namun hanya sekali dalam seminggu.

Oleh karena itu, tiket penerbangan untuk sekali jalan ini sekarang meningkat, dari yang harganya yang biasanya sekitar Rp 3-4 juta sekali jalan, menjadi Rp 7-8 juta.

“Saya beli tiket sekali jalan untuk mama saya Rp 6 juta dari Sydney ke Jakarta. Biasanya dalam kondisi normal, Rp 6 juta lebih sudah bisa beli pulang pergi,” kata Hedy Sujiono, seorang WNI yang tinggal di Sydney.

Seorang agen perjalanan di Melbourne juga mempertanyakan harga tiket yang jauh lebih tinggi yang kenaikannya bisa sampai 100 persen tersebut.

“Saat ini kebanyakan yang pulang ke Indonesia adalah mereka yang terpaksa pulang, karena mengalami kesulitan ekonomi karena pandemi COVID-19.”

“Jadi mereka seperti kena hukuman dua kali, karena harus membayar lebih mahal dalam keadaan susah,” katanya kepada ABC Indonesia.

Namun paling tidak mereka yang hendak pulang dan memerlukan surat keterangan jalan tidak perlu lagi membayar.

Minggu lalu masih ada keharusan membayar $30 bagi mereka yang memerlukan surat keterangan jalan tersebut.

Dalam postingan terbaru hari Senin (18/5/2020), salah satu perwakilan Indonesia di Australia KJRI memuat info bahwa surat keterangan jalan tersebut tidak lagi dikenai biaya setelah dibatalkan oleh Kementerian Luar Negeri di Jakarta.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia