ABC

Menjelang Pemilu, Fiji Larang Ngetweet Soal Politik

Larangan total bagi media untuk menyiarkan berita kampanye mulai berlaku di Fiji, sebuah negara di Pasifik, menjelang pemilu yang akan diadakan Rabu (17/9/2014). Bahkan pengguna media sosial Twitter atau Facebook pun dilarang memposting seuatu yang berbau kampanye.

Larangan ini mulai berlaku Senin (15/9/2014) pagi waktu setempat, dan juga mencakup media-media internasional yang memiliki wartawan di Fiji.

Menurut Mohammed Saneem dari komisi Pemilu Fiji, semua media dilarang memberitakan kegiatan politik yang kemungkinan akan mempengaruhi pemilih.

"Larangan ini dimaksudkan untuk melindungi pemilih sehingga mereka tidak terpengaruh atau mendapat tekanan sebelum hari pemilihan," jelasnya.

"Jika anda memberitakan dalam website dan masih bisa diakses di Fiji, maka hal itu pun akan terkena aturan," kata Saneem.

Larangan ini mengharuskan setiap berita terkait pemilu harus disetujui oleh pihak berwenang Fiji sebelum dipublikasikan.

Penduduk setempat juga dilarang untuk menggunakan sosial media untuk mengekspresikan opini politik mereka hingga pemilu selesai.

"Jika ada yang ngetweet atau memposting kampanye di Facebook, maka pihak berwajib akan mengambil tindakan karena hal itu dilarang," tambah Saneem.

Ancaman maksimum bagi pelanggar larangan ini adalah 10 tahun penjara.

Pemilu di Fiji ini merupakan yang pertama kalinya dalam 8 tahun terakhir, setelah negara itu dilanda ketegangan etnis dan keterlibatan militer dalam politik.

Sebanyak 12 negara telah bergabung dalam Multinational Observer Group yang dipimpin mantan politisi Australia Peter Reith untuk menjadi peninjau dalam Pemilu Fiji.

"Kami dituntut untuk bekerja profesional sehingga bisa mengeluarkan penilaian objektif atas proses pemilu di Fiji," katanya.

Menurut Reith, peninjau internasional ini akan mengumumkan laporan awal sehari setelah pemilu dilakukan.