ABC

Menjegal Jokowi Dengan Hoaks Di Internet

Apakah Presiden Joko Widodo di masa remaja adalah remaja punk penggemar musik penyembah setan ? Apakah salah satu pendukungnya telah memukuli seorang aktris karena mendukung pemimpin oposisi?

Key points:

  • Pemerintah Indonesia telah melakukan briefing mingguan untuk membantah berita hoaks
  • Dengan pemilu dan pilpres tanggal 17 April semakin dekat, berita bohong dan ujaran kebencian di internet semakin banyak
  • Polisi telah berusaha menghentikan penyebaran berita bohong, menahan mereka yang menyebarkannya

Apakah Presiden Joko Widodo menggunakan alat komunikasi earpiece selama debat pemilu sehingga stafnya bisa memberitahukan jawaban? Dan apakah lawannya Jenderal Prabowo Subianto juga menipu dengan memakai kacamata pintar?

Jawaban untuk semua pertanyaan ini adalah tidak.

Tetapi di Indonesia, berita palsu, ujaran kebencian dan propaganda begitu merajalela sehingga pemerintah Indonesia mulai mengadakan briefing mingguan untuk menyanggah kebohongan di internet.

Google glasses hoax
Rumor menyebar di internet kalau pemimpin oposisi Prabowo Subianto menggunakan kacamata pintar untuk mencontek ketika debat.

ABC News: Phil Hemingway

Polisi juga menindak, menangkap lusinan internet troll yang menyebarkan informasi yang salah menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden 17 April mendatang.

Tetapi memberantas berita palsu adalah tugas yang hampir mustahil.

Dengan populasi 265 juta orang, Indonesia telah menjadi salah satu pengguna media sosial terbesar di dunia.

Di setiap platform utama – Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp – Indonesia berada di lima negara teratas dalam hal jumlah pengguna.

Dan di antara para penggunanya ada banyak orang yang menyalahgunakan internet untuk menyerang orang lain.

Salah satu survei menunjukkan hampir setengah dari semua pengguna media sosial di Indonesia mengatakan bahwa mereka dihadapkan pada berita bohong di internet setiap hari.

“Kami melihat penurunan kepercayaan pada media arus utama dan beralih ke sumber-sumber alternatif. Dan saat itulah teori konspirasi menyebar. ” kata Ross Tapsell, seorang pakar media Indonesia, di Australian National University.

Jokowi sasaran serbu buzzer

Apakah remaja punk ini Joko Widodo?
Ini adalah gambar yang beredar di internet tahun lalu, di tengah spekulasi kalau Joko Widodo di masa remajanya adalah penggemar musik punk pemuja setan.

Facebook

Seiring kampanye pemilu 2019 menjadi semakin panas, Presiden Joko Widodo telah muncul sebagai sasaran paling banyak dari troll internet.

Cerita-cerita bohong marak muncul di internet, menggambarkan Joko Widodo – atau Jokowi – sebagai pemuda punk pemuja setan, seorang penganut agama Kristen, dan bahkan seorang komunis China.

Semuanya adalah label yang berupaya mengeksploitasi ketegangan agama dan ras guna membedakan partai-partai utama sebelum pemilu dan pilpres dilangsungkan tanggal 17 April.

Tahun lalu, sebuah cerita yang menyatakan bahwa Jokowi setuju akan menyerahkan pulau-pulau di Jawa dan Sumatera ke China dengan imbalan menghapus utang negara sebesar $ 21 miliar disebarkan lewat internet.
Jokowi juga menghabiskan waktu selama bertahun-tahun memerangi klaim bahwa dirinya adalah agen komunis rahasia – sebuah label yang sangat menghasut di Indonesia.

“Di Indonesia, komunisme masih menjadi momok yang menakutkan dan percaya, bahwa Presiden Jokowi entah bagaimana sebelumnya pernah terhubung dengan partai Komunis,” kata Tapsell.

Joko Widodo telah memerintahkan polisi untuk menindak mereka yang menyebarkan berita dan desas-desus palsu.

Setiyardi Budiono
Editor surat kabar Setiyardi Budiono menunjukan edisi surat kabatnya yang membuatnya dipenjarakan.

ABC News: Phil Hemingway

Editor sebuah surat kabar lokal baru-baru ini dibebaskan dari penjara setelah ia dinyatakan bersalah karena menerbitkan sebuah cerita yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi adalah orang China.

Meskipun dijatuhi hukuman selama setahun, editor Setiyardi Budiono mengatakan dia belum yakin bahwa klaim itu tidak benar.

Tiga wanita juga ditangkap pada Februari lalu setelah mereka muncul dalam rekaman video sedang memberi tahu para pemilih bahwa presiden mendukung pernikahan sejenis dan rencana untuk melarang azan sholat dan wanita akan dilarang mengenakan jilbab.

Sebuah survei baru-baru ini menunjukkan bahwa 9 juta orang Indonesia terus meyakini rumor tersebut.

Pemberantasan hoaks

Tim ‘pemberantas berita bohong’ bermunculan di seluruh Indonesia untuk melawan kisah-kisah palsu atau hoaks ini di sumber mereka.

Satu kelompok pemberantas hoaks ini adalah, Mafindo – atau Masyarakat Anti Fitnah Indonesia – memiliki ratusan sukarelawan yang bekerja tanpa lelah untuk mencoba menemukan dan menyanggah cerita-cerita bohong di internet sebelum menjadi viral.

Pendiri Mafindo Aribowo Sasmito memperkirakan sebanyak lima cerita bohong dalam sehari tersebar luas di media sosial Indonesia.

pemberantasan hoax di markas Mafindo
Mafindo memiliki ratusan relawan yang berusaia mencari dan meluruskan berita hoax di internet.

ABC News: Phil Hemingway

“Ada pepatah lama bahwa jika suatu kebohongan didistribusikan berulang kali, orang akan segera percaya bahwa itu adalah kebenaran.”

“Ini sangat bahaya kalau orang-orang terus melihat kebohongan tetapi tidak ada yang mencoba untuk memeriksa fakta atau membantah kebohongan tersebut,” katanya.

Tetapi seiring dengan semakin dekatnya hari pemilu, para pemberantas kabar bohong ini kesulitan mengikutinya.

Troll dunia maya – yang dikenal sebagai ‘buzzers’ di Indonesia – dibayar untuk menyebarkan berita bohong, sering menggunakan puluhan atau bahkan ratusan akun palsu di Twitter dan Facebook.

menghitung uang
Analis memprediksi ekonomi dapat memainkan peran besar bagi pemilih di Indonesia bukan agama.

“Di Asia Tenggara kami melihat banyak orang muda dipekerjakan karena keterampilan [digital] mereka.”

“Mereka dibayar selama periode pemilihan umum untuk berusaha menghadirkan lebih banyak konten tentang kandidat politik tertentu di ruang publik digital,” kata RossTapsell.

Seorang pria, yang memimpin tim buzzer semacam itu, mengklaim konten mereka mampu menjangkau setidaknya 1 juta orang per minggu.

“Medan pertempuran kami adalah media sosial,” katanya kepada kantor berita Reuters.

Sebagian besar buzzer memilih anonim, karena pekerjaan mereka jatuh ke wilayah abu-abu dalam persepktif hukum dan tidak ada yang akan ada yang mengaku siapa yang membayar mereka.

Tetapi para buzzer ini percaya bahwa banyak politisi yang mengutuk berita palsu diam-diam menggunakan buzzer untuk mendiskreditkan lawan mereka secara online.

“Kami memang memiliki laporan bahwa kedua belah pihak dan kedua kandidat menggunakan layanan mereka,” kata Sasmito.

Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.