ABC

Menjadi Guru Bantu Mengajar Bahasa Indonesia di Tengah Pandemi di Australia

Delapan guru bantu asal Bandung, Jawa Barat, saat ini berada di negara bagian Victoria dengan ibukota Melbourne untuk membantu mengajar bahasa Indonesia.

Mereka berada selama setahun di Australia sejak Januari lalu, namun karena pandemi COVID-19, mereka kini membantu murid-murid sekolah dasar sampai sekolah menengah secara daring.

Salah seorang guru bantu tersebut adalah Grandis Putri Ogustina yang membantu di Ringwood Secondary College dan Ringwood North Primary School, sekitar 28 km dari pusat kota Melbourne.

Pandemi COVID-19 di Victoria dengan pemberlakukan aturan pembatasan aktivitas tahap keempat membuat Grandis harus melakukannya lewat sambungan video.

Dalam percakapan dengan wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya hari Rabu (26/8/2020), Grandis Putri mengatakan kegiatan belajar online memang tidak semaksimal seperti pembelajaran tatap muka terutama karena belajar bahasa.

“Sekalipun dilakukan lewat video meeting seringkali terganggu dengan masalah teknis sehingga suara tidak dapat terdengar jelas dan yang lainnya,” kata Grandis.

Salah seorang guru bantu Amirush Shaffa membantu seorang murid untuk memperlancar bahasa Indonesia di salah satu sekolah.
Salah seorang guru bantu Amirush Shaffa membantu seorang murid untuk memperlancar bahasa Indonesia di salah satu sekolah.

Foto: Supplied

Namun dalam interaksi sejauh ini dengan murid-murid sekolah di Ringwood, Grandis mengatakan terkesan dengan keinginan mereka untuk belajar bahasa Indonesia dan mengetahui Indonesia lebih jauh.

“Murid-murid banyak yang bertanya bagaimana sebenarnya kehidupan orang Indonesia di luar dari apa yang mereka pernah dengar dan lihat,” katanya.

“Waktu perayaan Harmony Day saya mempresentasikan fakta menarik Indonesia kepada murid-murid di primary school dan ketika saya mengatakan ada 700 bahasa daerah di Indonesia, seorang murid bertanya ‘apakah saya harus belajar semua bahasa lokal itu kalau harus bepergian ke Indonesia?’.

Dengan pengalaman selama beberapa bulan terakhir bersama murid-murid sekolah di Australia, Grandis mengatakan setelah program selesai, ia ingin fokus berkarya untuk Indonesia dengan menyertakan konten-konten yang bersifat informatif tentang Indonesia, budaya, dan bahasanya.

Selain di Ringwood para guru bantu ini juga ditempatkan di sekolah di berbagai kawasan di negara bagian Victoria, diantaranya di Berwick, Eltham, Gisborne, Mansfield, Warrnambool, Cobden, dan Portland.

Membantu murid mendapat nilai tertinggi di kelas

Peserta program lainnya, Amirush Shafira menjadi guru bantu di Eltham High School dan Eltham Primary School, sekitar 26 km dari Melbourne CBD.

Dia mengatakan senang bisa membantu dua murid yang sedang menghadapi ujian, setelah sebelumnya mereka meminta agar ujian ditunda karena merasa belum siap.

“Saya mencoba untuk melatih dan membantu mereka semaksimal mungkin. Tiba waktunya setelah ujian mereka berhasil mendapat nilai tertinggi dari seluruh kelas,” kata Amirush.

Sementara itu, Irvhan Nurdian, peserta program guru bantu lainnya, bergabung bersama Cobden Tehnical School yang terletak 200 km dari kota Melbourne.

“Siswa-siswi di sini juga sangat antusias dan dengan percaya diri menggunakan Bahasa Indonesia, bahkan setelah selesai kelas,” katanya kepada ABC Indonesia.

“Kami bermain angklung dan menari tradisional lalu mengunggahnya ke media sosial yang tentunya dapat memperkenalkan apa yang telah mereka pelajari tentang Indonesia kepada teman-temannya.” kata Irvhan.

Delapan sarjana dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang menjadi guru bantu bahasa Indonesia di Victoria selama setahun di tahun 2020.
Delapan sarjana dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang menjadi guru bantu bahasa Indonesia di Victoria selama setahun di tahun 2020.

Foto: Supplied

Terharu melihat murid menyapa dalam bahasa Indonesia

Shafira Firtiyani di Warnambool College yang terletak 256 km dari Melbourne mengatakan ada murid yang karena sukanya dengan Indonesia, walau belum pernah ke sana, berusaha belajar tarian dan masakan Indonesia.

“Dia bahkan mencoba berpuasa selama tiga hari di bulan Ramadhan,” tutur Shafira.

Di Berwick Secondary College yang terletak 42 km dari kota Melbourne, Shafira mengajarkan berbagai aspek mengenai keragaman budaya Indonesia.

“Murid tertarik ketika kami membahas tentang upacara Ngaben dan upacara potong gigi di Bali, sejarah presiden Indonesia, Ibu Kartini, dan juga tarian tradisional Indonesia,” katanya.

Sementara itu Regina Nurul membantu mengajar di Portland Secondary College yang terletak 357 km dari Melbourne punya pengalaman lain.

“Kesan paling menarik yang saya alami yaitu ketika mengadakan tantangan makan keripik pedas dan bermain sepak takraw,” kata Regina.

“Bahkan mereka sangat menyukai kata ‘gurih’ yang katanya sangat berguna untuk mendeskripsikan a tasty-savory food,” kata Regina lagi.

Di Mansfeld Secondary College yang terletak 211 km dari Melbourne, Ninda Chairanissa membantu mengajar bahasa Indonesia yang jadi adalah satu-satunya bahasa asing yang diajarkan di sekolah tersebut.

“Siswa-siswi di sini banyak yang antusias belajar bahasa Indonesia, terbukti tahun ini merupakan tahun pertama kelas 11 bahasa Indonesia dibuka di sekolah ini,” katanya.

Sementara Putri Dwi membantu pengajaran bahasa Indonesia di tiga sekolah sekaligus yaitu Gisbone Secondary College, New Gisbone Primary School dan Macedon Primary School yang semuanya terletak sekitar 60 km dari Melbourne.

“Saya mengenalkan beberapa permainan seperti bebentengan dan galaasin untuk mengenalkan budaya Indonesia,” katanya.

Grandis Putri menciptakan lagu berjudul Namanya Indonesia dan menang lomba video HUT RI ke-75 di Melbourne.
Grandis Putri menciptakan lagu berjudul Namanya Indonesia dan menang lomba video HUT RI ke-75 di Melbourne.

Foto: Supplied

Menciptakan lagu Namanya Indonesia

Menurut penjelasan Grandis, para guru yang mengikuti program ini adalah sarjana lulusan dari Universitas Pendidikan Bandung (UPI) dari jurusan bahasa.

“Syarat mendaftar memang dikhususkan untuk jurusan bahasa. Tidak mesti harus dari bahasa Indonesia.”

“Tetapi untuk delapan orang yang terpilih ini dari jurusan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.” katanya.

Semua program ini dibiayai oleh Departemen Pendidikan dan Pelatihan (DET) Victoria dan mereka mengajar selama 4 hari dalam seminggu.

Namun menurut Grandis karena pandemi COVID-19, waktu luang yang mereka miliki selama di Australia tidak bisa digunakan maksimal untuk melihat dan mengunjungi tempat-tempat wisata.

“Sejauh ini kami sudah sempat mengunjungi Mount Hotham untuk melihat salju dan beberapa tempat ikonik di Melbourne,” kata Grandis yang bergelar sarjana bahasa Indonesia tersebut.

Di tengah waktu luang itu, Grandis menggunakan pikiran kreatifnya untuk menulis sebuah lagu yang diberi judul Namanya Indonesia yang sudah ada di YouTube

Video yang menceritakan tujuh fakta unik mengenai Indonesia tersebut menjadi juara kedua Lomba Video Kreatif “Bagaimana Kamu Mengisi Kemerdekaan” se-Victoria dan Tasmania, yang diselenggarakan oleh KJRI Melbourne pada 17 Agustus lalu.

Program guru bantu asing yang setiap tahunnya mendatangkan 24 penutur asing dari Jerman, Prancis, Spanyol, Italia dan Indonesia.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia