ABC

Mengkaji Potensi Donor Organ Dari Korban Bencana Alam di Indonesia

Di tengah rendahnya tingkat donor organ di Indonesia, rentetan bencana yang menimbulkan banyak korban jiwa menimbulkan pertanyaan, mungkinkah organ dari mereka yang tewas dimanfaatkan untuk transplantasi organ bagi mereka yang membutuhkan?

Praktek pemanfaatan organ dari donor yang sudah mati atau donor cadaver untuk keperluan transplantasi umum dilakukan.

Penelitian terbaru menunjukkan kematian akibat overdosis, korban kecelakaan dan pasien penyakit kronis secara signifikan telah meningkatkan ketersediaan organ bagi orang lain yang membutuhkan.

Lalu bagaimana halnya dengan mayat korban bencana alam? Bisakah mereka memberikan manfaat yang sama?

Meskipun terdengar tidak manusiawi dan etis, tetapi pertanyaan ini menjadi relevan ketika kita mempertimbangkan fakta bahwa ada puluhan ribu pasien kebutaan dan ratusan ribu pasien penyakit kronis yang membutuhkan transplantasi organ, sementara jumlah donor organ sukarela di Indonesia masih sangat kecil.

Namun menurut ketua Bank Mata Indonesia, Dr Tjahjono Gondowiardjo, ini adalah sesuatu yang terlalu ambisius bagi masyarakat Indonesia.

Menilik parahnya dampak dari gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, secara teknis pemanfaatan organ dari korban tewas sulit dilakukan.

“Untuk donor organ mata, kornea jenazah yang bisa dijadikan donor hanya pada kornea yang diambil dalam waktu 6 jam setelah kematian. Semakin lama diambil, kualitas kornea akan semakin menurun,” papar spSpesialis mata dari Jakarta Eye Center ini.

Ia juga menambahkan, setelah diambil kornea mata dari donor cadaver juga membutuhkan penanganan yang bersifat segera.

“Kornea mata dan darah pasien harus segera didinginkan lalu diperiksa di laboratorium apakah mengandung infeksi virus, bakteri dan lain-lain.”

“Kalau sarana dan prasarana transportasi di lokasi bencana rusak seperti di Palu, Sulawesi Tengah kemarin yang rusak berat, tentu hal ini sulit dilakukan,” tambahnya.

ruang operasi
Imdonesia termasuk negara dengan tingkat transplantasi organ sangat rendah di dunia hanya 0-2 organ per 1 juta penduduk kata situs Global Observatory on Donation and Transplantion WHO.

Reuteurs

Dr Tjahjono Gondowiardjo menambahkan bahkan pada situasi yang lebih mungkin dilakukan pengambilan organ dengan cepat, seperti organ tubuh dari jenazah korban kecelakaan lalu lintas yang jumlahnya mencapai 28.000 sampai 30.000 orang setiap tahun, pemanfaatannya organ seperti itu tidak bisa dilakukan karena terbentur ketiadaan regulasi donasi organ dan transplantasi.

“Itu bisa dilakukan kalau ada undang-undangnya, di kita kan gak ada.”

“Kalo di Filipina UU mereka memfasilitasi jadi kalo ada korban kecelakaan atau ada mayat tidak dikenal, korban kriminalitas dalam waktu 6 jam dokter sudah bisa mengambil korneanya tanpa perlu persetujuan sana sini.”

“Di Singapura semua orang yang mati adalah pendonor kecuali yang menolak dan beragama Islam tidak diwajibkan. Dengan aturan seperti itu jumlah donor jadi banyak.” tegas pakar bedah kornea lulusan University of Amsterdam ini.

Regulasi seputar donasi dan transplantasi organ yang berlaku saat ini, yakni UU 39 tahun 2006 mengenai Kesehatan memang dianggap sudah tidak memadai.

Prof. Budi Sampurno, Ketua Komite Transplantasi Nasional yang dibentuk Kementerian Kesehatan tahun 2016 lalu mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transplantasi Organ, Jaringan dan Sel sudah rampung disusun dan dalam waktu dekat siap diterbitkan.

Meski demikian regulasi baru itu tidak mengatur donasi organ cadaver yang bersifat memaksa.

"Negara yang mewajibkan orang menjadi pendonor itu sebenarnya bisa dianggap melangar HAM dan itu hanya dilakukan oleh negara yang otokratik misalnya Singapura, mereka berani lakukan itu tapi pemerintah di sana kuat. Kalau di kita tidak bisa." kata pakar Ilmu Forensik dari Universitas Indonesia itu.

Budi Sampurno menambahkan terkait Transplantasi Organ, jaringan dan sel pemerintah lebih memilih pendekatan donasi organ secara sukarela untuk kemanusiaan.

“Orang nanti akan didorong untuk mendaftarkan diri sebagai donor di Komite Transplantasi Nasional, mereka akan dicek apakah layak menjadi pendonor atau tidak dan setelah terdaftar, kami sedang memikirkan juknisnya apakan mereka akan mendapat kartu khusus atau dicatatkan di KTP.”

“Sehingga dengan identitas itu, jika terjadi apa-apa pada mereka apakah sakit atau kecelakaan yang berakibat mereka meninggal, maka rumah sakit dapat langsung melakukan operasi untuk mengambil organ mereka. ” katanya tanpa merinci kapan PP itu diterbitkan.

Masih kontroversial

Hampir 25 organ pada tubuh manusia mulai dari ginjal, jantung, hati sampai jaringan seperti kornea dan darah dapat didonorkan.

Selain donor darah, donor organ di Indonesia hingga kini masih menjadi sesuatu yang kontroversial.

Masyarakat Indonesia masih belum terbiasa dengan wacana memberikan salah satu organ tubuh mereka untuk orang lain secara sukarela.

cangkir kopi organisasi DonateLife
Untuk mengatasi maraknya jual beli organ pemerintah Indonesia membentuk Komita Transplantasi Nasional.

Supplied: DonateLife

Bahkan untuk donor kornea mata saja yang sudah memiliki lembaga resmi seperti Bank Mata Indonesia, Dr. Tjahjono Gondowiardjo yang memimpin lembaga itu mengaku pihaknya masih sulit mendapatkan donor kornea mata.

Daftar tunggu pasien transplantasi kornea di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 20 ribu orang, sementara donor kornea dalam tiga tahun terakhir hanya sekitar 35 orang.

“Kita selama ini mengandalkan donor kornea mata dari Sri Lanka, Nepal dan Philipina. Itu pun baru bisa menutupi 5-10 persen kebutuhan kornea di dalam negeri.” katanya.

Tjahjono mengatakan selain masih rendahnya nilai kepedulian sosial di masyarakat, keengganan warga mendonorkan kornea matanya juga dipengaruhi pertimbangan agama.

“Bagi warga muslim, alasan mereka tidak mau jadi donor selalu karena mereka merujuk ayat di dalam Al qur’an yang mengatakan nanti di hari akhir seluruh anggota tubuhnya akan dimintai pertanggungjawaban dan menjadi saksi, Tapi pemikiran mereka sangat sederhana, padahal di Al Quran dibedakan antara mata dalam pengertian bola mata dan mata dalam arti penglihatan.”tuturnya.

Tjahjono menambahkan, situasi ini berlaku disemua kelompok agama, diakuinya selama ini hanya kelompok Jamaah Ahmadiyah saja yang aktif mendukung lembaganya dengan lebih dari 4000 anggota Jamaah Ahmadiyah saat ini telah terdaftar sebagai pendonor mata di Bank Mata Indonesia.

Marak jual beli ginjal

Sementara bagi pasien penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal, saat ini mereka hanya bisa mengandalkan kerabat dan pasar gelap untuk mendapatkan donor ginjal.

Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Samosir mengatakan pendonor ginjal komersil merajalela di intenet.

“Di internet banyak sekali transaksi organ ginjal, bahkan sampai ada grup khusus calo pendonor ginjal di media sosial. Layaknya orang jual beli barang biasa, orang terang-terangan bilang mereka jual ginjal untuk melunasi hutang, biaya berobat pendidikan, modal usaha dan lain-lain. Pokoknya ada duit ada barang.” ungkap Toni.

akun jual ginjal di Facebook
Salah satu akun jual ginjal di Facebook yang mendapat ribuan respon dari orang yang bersedia menjual ginjalnya untuk mendapat imbalan uang.

Facebook

Toni Samosir mengatakan para pendonor komersil ini meminta imbalan beragam kepada calon penerima donor yang berminat.

“Rata-rata 100 juta, 350 juta, bahkan ada yang sampai milyaran. Tinggal pasien dan pendonor harus pintar-pintar menyiasati prosedur medis dan etik yang ketat yang diterapkan rumah sakit. Mereka harus melewati tes wawancara. “tambahnya.

Berdasarkan penulusuran di internet, di Facebook misalnya dengan mengetik kata kunci jual ginjal di kolom pencarian saja akan muncul lebih dari 30 akun jual ginjal yang menawarkan jasa sebagai mediator bagi mereka yang hendak menjual organ ginjalnya.

Beberapa diantaranya bahkan ada yang membuka lelang ginjal bagi pasien yang berminat.

Salah satu akun yang hanya mengunggah satu kali pesan pada tahun 2011 lalu, mendapat respon lebih dari 2 ribu orang dari berbagai daerah dan komentar terakhir tertanggal 16 september 2018 lalu.

Bahkan saking maraknya praktek ini, Kampung Simpang, di Kecamatan Majalaya, Bandung, Jawa Barat sampai dikenal sebagai kampung penjual ginjal, lantaran banyak warganya yang menjual organ tubuh penting tersebut kepada para makelar ginjal.

Tony Samosir
Tony Samosir (kiri) dalam salah satu aksi Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) di Jakarta.

Facebook KPCDI

Saat ini jumlah pasien gagal ginjal di Indoensia diperkirakan mencapai 150 ribu orang.

Banyak dari mereka lebih melirik cangkok ginjal sebagai alternatif pengobatan yang lebih efektif ketimbang menjalani cuci darah rutin sepanjang hidupnya.

Oleh karena itu KPCDI sejak awal mendorong pemerintah melakukan terobosan untuk bisa meningkatkan jumlah donasi organ ginjal sukarela. Mereka berharap dibentuknya Komite Transplantasi Nasional bisa menjadi pintu masuk bagi peningkatan donasi organ ginjal.

“Kalau kita mau donor darah, kita tahu kan harus ke PMI, mau donor mata ada bank mata Indonesia, tapi kalau mau donor ginjal atau organ lain, kemana?

“Kalau Komite sudah terbentuk dan PP-nya sudah keluar kita bisa genjot kampanye agar orang lebih peduli untuk mendonorkan organ ginjalnya.” tambahnya.

Andalkan kerabat

Sementara itu selama paceklik donor organ masih berlangsung, harapan pasien untuk mendapatkan pengobatan yang lebih efektif dan jangka panjang semakin kecil.

Seperti dialami Amadeus Dewa Pranata, pria berdomisili di Senen, Jakarta Pusat ini divonis gagal ginjal diusia 24 tahun akibat hipertensi. Selama 5 tahun terakhir dia menjalani pengobatan cuci darah setiap seminggu 2 kali.

“Saya pertama kali cuci darah tahun 2012, saya langsung diminta data, karena dulu akan jadi waiting list di RSCM. Tapi sudah lima tahun saya gak pernah dapat kabar sama sekali.” katanya.

Ia mengaku sangat berharap bisa menjalani cangkok ginjal karena terapi cuci darah membuat aktivitasnya terbatas. Sementara dia ingin kembali hidup produktif dan tidak tergantung dengan mesin hemodialisis.

Pasangan suami isteri Silvi Yanti dan Amadeus Dewa Pranata
Silvi Yanti (27) berencana mendonorkan ginjalnya untuk suaminya Amadeus Dewa Pranata (30) yang sudah menjalani cuci darah selama 5 tahun.

"Ibarat HP, batere HP saya udah rusak, kalo orang bisa beraktivitas dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam, saya hanya 3-4 jam saja sudah drop. Belum lagi setiap dua hari harus cuci darah selama 5 jam, bagaimana saya bisa kerja."

Harapan untuk menjalani transplantasi ginjal kembali terbuka setelah sang isteri, Silvi Yanti, 27, yang baru dinikahinya selama 1 tahun menawarkan organ ginjalnya.

“Awalnya saya tidak mau karena saya takut akan merugikan  dia kalo ginjalnya didonorkan ke saya. Tapi setelah konsultasi dengan teman yang juga mendapat donor dari isterinya dan  pasangannya sehat-sehat saja. Saya bersedia mempertimbangkannya.” katanya.

Sementara bagi Silvi, Ia berharap operasi cangkok ginjal yang dijadwalkan akan dilakukan tahun depan akan mampu meningkatkan kualitas hidup suami dan bahtera rumah tangga mereka.

“Ya namanya sama suami, saya cinta dia, saya tidak tahu tiba-tiba saja hati saya tergerak untuk mendonorkan ginjal saya. Saya ingin hidupnya normal kembali dan namanya berkeluarga, kami berharap bisa segera mendapatkan keturunan.” tambah perempuan berprofesi perawat tersebut.

Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan tingkat transplantasi yang sangat rendah.

Data terakhir yang tercatat di situs pelaporan donasi dan transplantasi organ sedunia – Global Observatory on Donation and Transplantion – pada tahun 2013 jumlah organ yang ditransplantasikan di Indonesia hanya berkisar antara 0 – 2 organ per satu juta populasi.

Kalah banyak dengan Malaysia yang memiliki tingkat transplantasi organ mencapai 2,5-9,9 per satu juta populasi.