ABC

Mengapa Warga Australia Ini Belajar Gamelan

Warga Australia ternyata banyak yang menggemari budaya Indonesia. Bahkan tak sedikit dari mereka yang kemudian mempelajari budaya Indonesia dengan serius.

Salah satu produk budaya Indonesia yang amat digemari warga Australia adalah gamelan. Beberapa warga negeri kanguru itu sampai berlatih bermain gamelan dengan serius.

Melihat antusiasme warga Australia untuk belajar gamelan, akhirnya KBRI Canberra membuka pelatihan gamelan untuk warga Australia. Gamelan berkualitas tinggi didatangkan langsung dari Yogyakarta.

detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International yang tengah berada di Canberra melihat langsung proses latihan gamelan di KBRI Canberra. Latihan gamelan di KBRI biasanya rutin digelar setiap hari Senin.

Malam itu, ada 16 orang yang datang ke kantor KBRI untuk berlatih gamelan. Sebagian besar di antaranya adalah warga asli Australia.

Rata-rata dari mereka sudah berlatih gamelan sejak beberapa tahun yang lalu. Mereka begitu menikmati momen-momen saat bermain gamelan.

Latihan gamelan dimulai pukul 18.30 waktu setempat. Pengajarnya adalah Mbah Soegito yang sudah mengajar gamelan di Australia sejak tahun 1970.

Saat Mbah Soegito datang, para pemain sudah menempati posisi masing. Seperti diketahui, gamelan Jawa terdiri dari berbagai instrumen, antara lain kendang, bonang, bonang penerus, demung, saron, peking (gamelan), kenong & kethuk, slenthem, gender, gong, dan gambang.

Latihan langsung dimulai dengan memainkan lagu “Perahu Layar”. Para pemain tampak sangat khusyuk memainkan instrumen masing-masing. Sesekali terdengar ada kesalahan nada. Mbah Soegito langsung menyetop permainan dan memberikan penjelasannya.

Mbah Soegito mengajar menggunakan Bahasa Inggris. Satu pesan yang selalu dia sampaikan, bahwa bermain gamelan adalah bermain rasa, bukan sekedar memukul alat musik.

Saat ada kesalahan nada, Mbah Soegito meminta permainan diulangi dari awal. Para pemain pun dengan senang hati mengulangi permainan dari awal.

Salah seorang pemain Tessa White mengaku awalnya dia sangat kesulitan mempelajari gamelan. Laras slendro terdengar sangat asing baginya pada awal-awal berlatih.

Namun, seiring berjalannya waktu dia sangat menikmati bermain gamelan. Itulah sebabnya dia tak pernah absen berlatih meskipun dia juga sibuk dengan pekerjaannya sebagai karyawan di sebuah kantor pemerintahan.

“Awalnya saya sangat sulit mengkoordinasikan tangan dan mata. Bermain gamelan itu kan dua tangan harus terus bermain agar suara tidak bergema. Selain itu mata juga tetap melihat notasi angka, itu sulit. Namun sangat menikmati dan membuat saya rileks,” kata Tessa yang bermain Saron.

Para pemain berlatih laras-laras slendro yang biasa digunakan dalam lagu-lagu Jawa. Mereka sangat telaten menabuh gamelan. Ketika tempo permainan mulai meningkat, mereka bertambah antusias.

Pemain termuda adalah Ayu Hancock yang masih duduk di bangku kelas 9. Ayu selalu antusias memainkan lagu-lagu bertempo tinggi.

“Ayo Mbah, lagi. Lagu yang lain Mbah,” tutur Ayu kepada Mbah Soegito.

Ayu sudah lebih dari 3 tahun bermain gamelan. Dia pertama kali mengenal gamelan dari sang ayah, Agus Purwanto. Agus yang asal Solo menikahi diplomat Australia dan kini tinggal di Canberra. Meskipun begitu, Agus tetap mengenalkan anak-anaknya dengan gamelan.

“Ayu sudah mulai bisa bermain gamelan, adiknya yang belum mau berlatih. Mungkin kalau sudah 7 tahun dia baru mau,” ujar Agus yang selalu mendampingi Ayu berlatih. Agus sendiri memegang instrumen bonang penerus.

Selama latihan berlangsung, Mbah Soegito sangat telaten memberi pengarahan. Mbah Soegito sendiri memegang gendang sebagai leader dalam sebuah permainan karawitan.

Satu demi satu lagu dimainkan di malam itu. Tak terasa sudah lima lagu mereka mainkan. Beberapa masih terdapat kesalahan nada, namun hal tersebut dimaklumi Mbah Soegito.

Latihan gamelan pun diakhiri pukul 20.00. Untuk diketahui, pukul 20.00 di Canberra sudah terasa sangat malam, karena jalanan sudah sepi dan beberapa toko sudah tutup.

antusias satu.jpg
"Bunyi gamelan sangat rumit, namun justru itu keindahannya." (Foto: Ikhwanul Khabibi)

Setelah latihan, Mbah Soegito yang bekerja sejak pagi masih berbincang-bincang dengan beberapa pemain gamelan. Salah satunya adalah Profesor Stephen Hyde, yang merupakan profesor di bidang fisika dan mengajar di Australian National University.

Stephen lalu bercerita soal ketertarikannya dengan gamelan. Dia mengaku menyukai gamelan sejak masih duduk di bangku kuliah.

“Suara gamelan sangat rumit, namun justru itu keindahannya. Aku merasa sangat rileks saat memainkan gamelan. Jadi setelah aku selesai dengan pekerjaan, gamelan cukup menolongku untuk rileks,” kata Stephen yang memainkan instrumen gender.

Stephen pun sangat serius mempelajari gamelan. Bahkan dia mendalami notasi-notasi gamelan. Bunyi-bunyi gamelan juga dia dalami dengan pendekatan fisika, ilmu yang dipelajarinya.

Guru besar yang mengajar di beberapa universitas di Australia itu mengaku akan segera mengunjungi Yogyakarta dan Solo. Tujuannya tentu saja untuk mempelajari gamelan langsung di tempat asalnya.

“Aku akan segera ke tempat asalmu di Yogyakarta. Akan mencari tahu bagaimana permainan gamelan di sana dan aku akan pelajari secara mendalam. Beberapa universitas di Indonesia kan juga ada jurusan yang mempelajari gamelan, akan aku datangi,” jelas Stephen.

“Kau tahu, bahkan aku tak bisa tidur kalau tidak mendengar suara gamelan,” imbuh Stephen sambil tersenyum.