ABC

Mengapa Perdana Menteri Kamboja Meninggalkan Facebook Menjelang Pemilu?

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen rajin mengunggah hidupnya ke Facebook, dari foto cucunya hingga ancaman yang ia terima dari musuh politiknya.

Namun pemimpin berusia 70 tahun tersebut mengatakan tidak akan lagi mengunggah foto atau status di Facebook, melainkan akan menggunakan Telegram.

Telegram adalah media sosial yang populer untuk saling berkirim pesan, tapi juga memiliki fitur 'channels' untuk menulis cerita yang lebih panjang atau 'blogging'.

Hun yang sudah memimpin Kamboja selama 38 tahun punya 14 juta pengikut di Facebook, jumlah yang banyak saat jumlah penduduk di Kamboja ada 17 juta.

Sebagai perbandingan, akun Facebook milik Joe Biden dan Donald Trump masing-masing  memiliki 11 juta dan 34 juta pengikut, dengan jumlah penduduk Amerika Serikat 20 kali lebih banyak dari Kamboja.

Para penentangnya mengatakan sebagian besar pengikut Hun Sen adalah akun "bodong" yang dibeli dalam jumlah besar dari "click farms".

Di tahun 2016 muncul berita jika lebih dari separuh dari "Likes" di unggahan Facebooknya berasal dari luar Kamboja, terutama India dan Filipina.

Tapi ia berulang kali membantah kalau membeli "Likes" dari akun bodong.

Dia pernah bergurau dengan mengatakan kalau dirinya adalah "Perdana Menteri Facebook" karena begitu populernya di sosial media.

Hun secara resmi meluncurkan halaman Facebooknya pada tanggal 25 September 2015, setelah saingan politik utamanya, yang juga adalah pemimpin oposisi, yakni Sam Rainsy menunjukkan bagaimana ia menggunakan media sosial untuk mendapatkan dukungan massal.

Hun dikenal sebagai politisi yang "pintar" dan kadang "kejam", karena pernah membuat para pesaingnya mengasingkan diri ke luar negeri, selain juga mematahkan lawan-lawan politiknya, meski Kamboja secara resmi adalah negara demokratis.

Hun mengatakan ia memilih Telegram karena merasa platform ini akan lebih efektif untuk berkomunikasi dengan pengikutnya.

Dalam sebuah unggahan di Telegram, Hun mengatakan akan lebih mudah baginya mengirim pesan saat dia mengunjungi negara-negara yang melarang penggunaan Facebook, seperti China yang menjadi sekutu dekat Kamboja.

Di Rusia dan beberapa negara tetangganya, Telegram secara aktif digunakan oleh pejabat pemerintah dan aktivis oposisi untuk berkomunikasi dengan pengikut mereka.

Telegram memainkan peran penting dalam mengkoordinir protes anti pemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya di Belarus di tahun 2020, dan sekarang menjadi sumber berita terkait perang Rusia di Ukraina.

Sejak mulai menggunakan di pertengahan bulan Mei lalu, Hun memiliki 855 ribu pengikut di Telegram.

Akankah Facebook melarang Hun Sen?

Ada kemungkinan juga Hun meninggalkan Facebook karena beberapa pertanyaan kontroversial yang ia unggah di Facebook.

Bulan Januari lalu, berbicara dalam upacara pembangunan sebuah jalan, dia mengecam politisi oposisi yang menuduh partai pemerintah Partai Rakyat Kamboja mencuri suara.

"

"Hanya ada dua pilihan. Yang pertama menggunakan usaha hukum dan yang kedua menggunakan tongkat," katanya.

"

"Entah mereka menghadapi tuntutan hukum di pengadilan atau saya menggerakan para pendukung Partai Rakyat Kamboja untuk berunjuk rasa dan menganiaya mereka."

Pernyataan Hun tersebut disiarkan langsung lewat Facebook Live dan rekamannya masih ada sampai sekarang di internet dalam bentuk video.

Ucapan tersebut sudah dilaporkan juga ke Meta, perusahaan induk Facebook.

Pengaduan tersebut dikarenakan meningkatnya kesadaran umum mengenai kekuatan media sosial saat ini, yang bisa menyebabkan kekerasan, seperti yang pernah terjadi di India dan Myanmar.

Ini juga terkait dengan rencana pemilihan umum di Kamboja di bulan Juli mendatang.

Moderator Facebook menolak memberikan rekomendasi tindakan terhadap Hun, dengan mengatakan karena posisinya sebagai pemimpin nasional maka pernyataannya memiliki nilai berita, sehingga tidak harus dihukum walau pernyataan tersebut bernada provokatif. 

Namun kasus ini diajukan ke Dewan Pengawas Meta, sebuah kelompok yang terdiri dari pakar independen yang bisa menjatuhkan putusan yang membatasi kegiatan Hun di Facebook.

Keputusan dewan pengawas akan dikeluarkan hari Kamis besok.

Kasus ini juga diikuti secara saksama, untuk melihat apakah Facebook akan mengambil tindakan terhadap negara-negara yang mengalami situasi politik yang tidak stabil.

Hun sudah berulang kali melakukan penindasan terhadap calon oposisi dan media independen menjelang pemilu, sebagai upaya menghilangkan semua pesaing politiknya.

Saat ini partai pemerintah menguasai seluruh 125 kursi di parlemen Kamboja.

Bulan Maret lalu, tokoh oposisi terkenal Kem Sokha dijatuhi hukuman penjara 27 tahun karena dinyatakan bersalah melakukan tindak pengkhianatan terhadap negara, kasus yang dipandang luas memiliki motif politik.

Bulan Mei, Komisi Pemilihan Umum Kamboja melarang satu-satunya partai oposisi yang dipercaya untuk mengikuti pemilu. Hun juga mencabut izin media independen terakhir di bulan Februari.

Hun mengatakan akun Facebook-nya tetap akan ada, tapi ia tidak akan aktif mengunggahnya.

Dia mendorong mereka yang ingin mendapatkan berita mengenai dirinya untuk melihat akunnya di Instagram dan You Tube, serta sudah memerintahkan kantornya untuk membuat akun Tiktok agar bisa berkomunikasi dengan warga dari kalangan anak muda.


Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News