Menemukan Kebahagiaan Sebagai Peternak Lebah di Pedalaman Australia
Butuh waktu tahunan bagi Peter Rawlins (66) untuk menghidupkan lagi mimpi masa kecilnya: menjadi pembuat madu. Di pinggiran kota Broken Hill, Australia, kini dia bisa duduk berjam lamanya, menikmati dengung lebah yang beterbangan.
Di halaman belakang rumahnya kini sedikitnya 80 ribu ekor lebah berdengung ramai setiap harinya.
"Saya berasal dari daerah Murray yang dulu memiliki banyak peternak lebah, utamanya di tahun 1960-an," katanya.
"Ada seorang yang tetap melanjutkan pekerjaan itu dan suatu hari dia butuh pekerja," ujar Peter saat ditemui ABC.
"Itulah awalnya. Dan beberapa tahun kemudian, saya pun sudah memiliki sarang lebah untuk saya kembangkan sendiri," katanya.
Setelah menikah, Peter memutuskan pindah ke Broken Hill sekitar lima tahun lalu. Daerah ini dikenal sebagai daerah pertambangan di Negara Bagian New South Wales.
Kini dia sudah dikenal oleh warga setem[at sebagai "pria pemelihara lebah", the bee guy.
"Tidak lama sejak saya mulai peternakan ini, warga sekitar langsung tahu. Pernah saya ditelepon pihak sekolah untuk menyingkirkan kawanan lebah di gedung sekolah itu," ujar Peter Rawlins.
Peter Rawlins, pemelihara lebah dari Broken Hill, Australia. (Foto: ABC/Cherie von Hörchner)
Kini setiap harinya dia mengenakan baju lebah, pakaian khusus berupa celana panjang dan sepatu boot, sarung tangan panjang dan penutup kepala dengan lubang angin bagian wajah.
Peter akan menyalakan mesin pembuat asap, yang katanya "pasti membuat lebah marah-marah!"
"Teorinya, lebah ini mengira bahwa ada kebakaran hutan, sehingga mau tidak mau mereka akan sembunyi di dalam sarangnya," jelasnya.
"Biasanya asap ini dihasilkan dari pembakaran jerami, namun saya lebih memilih menggunakan daun ekaliptus karena baunya wangi dan asapnya lebih dingin," kata Peter.
Dari pengalamannya, Peter tahu bahwa lebah akan "ngambek" tergantung pada cuaca. "Jika cuacanya tidak tepat, akan mengganggu mereka," katanya.
"Cuaca dingin dan berangin misalnya. Lebah tidak suka. Mereka lebih suka cuaca yang hangat," ujarnya.
Bagi peternak lebah, tidak setiap hari merupakan hari yang baik. Sama seperti mood lebah yang suka berubah.
"Bagian wajah yang paling buruk jika kita disengat lebah," ujar Peter.
"Saya pernah digigit di bagian wajah, dan kelihatan seperti gajah. Ada dua gigitan sekaligus. Ada fotonya," tambahnya lagi.
bekas pekerja tambang Peter Rawlins kini menikmati profesinya sebagai pembuat madu di Broken Hill. (Foto: ABC Open/Andrew West)
Memang, digigit lebah sudah jadi bagian dari pekerjaan sebagai peternak lebah. Namun imbalannya pun lumayan: madu segar. Dalam jumlah yang banyak.
"Semuanya tergantung sarang madunya, biasanya satu frame bisa menghasilkan dua atau tiga kilo madu. Jadi dalam satu boks yang terdiri atas beberapa frame, bisa dihasilkan 30 kilo madu," jelasnya.
Uniknya, tidak semua madu yang dihasilkan itu dijual. "Jika saya menghasilkan 60 kilo madu, mungkin saya hanya jual 20 kilo saja. Selebihnya saya kasih orang," kata Peter.
Menurut dia, madu dari daerah Broken Hill memiliki citarasa tersendiri yang sulit dijelaskan.
"Setiap daerah memiliki sumber makanan bagi lebah. Di sungai biasanya ditemukan madu rasa ekaliptus," katanya.
Namun di Broken Hill, rasanya merupakan perpaduan aneka rasa karena madunya mencari makan sejauh 7 km.
Dia menjelaskan, di musim dingin lebah tidak menghasilkan madu, namun bukan berarti pekerjaannya sebagai peternak lebah juga berhenti.
"Misalnya, kita tetap perlu memastikan bahwa si ratu lebah tetap bertelur secara teratur," ujarnya.
Peter mengaku, kehidupannya kini cukup berbahagia, menikmati hari-harinya mendengarkan dengung suara lebah yang terasa akrab di telinga.